Surabaya (Antara Jatim) - Komisi B Bidang Perekonomian DPRD Kota Surabaya menilai PT Dwi Budi Jaya selaku investor tidak transparan terkait perizinan Pasar Buah Koblen. "Kami menilai PT Dwi Budi Jaya sepertinya memiliki rencana terselubung. Hal itu karena tidak ada transparansi dari investor," kata Ketua Komisi B DPRD Surabaya Mazlan Mansur di Surabaya, Jumat. Menurut dia, tidak adanya transparansi itu seperti luasan tanah yang dilaporkan sekitar lima hektare, padahal hasil pengukuran Badan Pertanahan Nasional (BPN) lahannya seluas 3,8 hektare. Selain itu, lanjut dia, PT Dwi Budi Jaya tidak memiliki iktikad mengurusi semua perizinan. "Dari sisi perizinan, sepanjang PT Dwi Budi Jaya tidak serius untuk melengkapi, maka kami akan dukung Pemkot. Tapi kalau dengan pedagang setelah ada izin kami akan dukung kembali," katanya. Ia mengatakan secara aturan pasar tidak boleh beraktifitas sebelum mendapatkan perizinan dari pemerintah. Begitu pula kontrak antara pedagang dengan pengelola tidak boleh ada sebelum PT Dwi Budi Jaya mengantongi izin operasional dari Pemkot Surabaya. Tapi yang terjadi, meskipun belum ada izin, pedagang sudah terlanjur menandatangi kontrak sampai 2020. Karena itu, Mazlan meminta kepada PT Dwi Budi Jaya bertanggung jawab atas kerugian yang ditanggung pedagang. Tanggung jawab tersebut bisa dengan ganti rugi pendapatan selama pasar buah koblen ditutup atau dengan kompensasi lainnya. "Bentuknya seperti apa dibicarakan dengan pedagang," katanya. Dia mengatakan Pemkot Surabaya sudah melakukan mediasi dengan pedagang. Hasil mediasi di antaranya Pemkot menawarkan tempat di Pasar Induk Osowilangon, Jemundo Sepanjang dan pasar-pasar tradisional yang dikelola oleh PD Pasar Surya. Kepala Satpol PP Surabaya Irvan Widyanto mengaku hanya menyegel lapak-lapak pedagang. Penyegelan tersebut dilakukan sampai pihak pengelola melengkapi berkas-berkas perizinan. Artinya, setelah proses izin sudah lengkap, aparat penegak perda tersebut akan memperbolehkan para pedagang berjualan lagi. "Kita tidak membognkar, tapi cuma berhenti sementana sampai ada izin. Makanya yang kita segel lapak-lapaknya, bukan pintu gerbangnya," katanya. Ia meminta pedagang tidak menuntut Pemkot Surabaya karena pemerintah bertindak sesuai mekanisme yang ada. Dia menyarankan pedagang meminta ganti rugi kepada PT Dwi Budi Jaya selaku pemilik lahan. PT Dwi Jaya yang menerima sewa stan dari para pedagang. Irvan heran dengan perlawanan yang dilakukan pada saat penyegelan, Kamis (18/12) sore. Dari data yang dimilikinya, hanya sekitar enam pedagang yang enggan pindah, sisanya sudah mau keluar dan memilih tidak berjualan sampai izin selesai. Dia menyayangkan sikap PT Dwi Budi Jaya yang tidak kooperatif pada saat pengajuan izin. Menurutnya, saat mengajukan izin, PT Dwi Budi Jaya tidak menyertakan peruntukan bekas lahan rumah tahanan militer (RTM). Pemkot Surabaya sendiri sudah memanggil sampai tiga kali, namun tidak ada respons sehingga pada akhirnya Pemkot memberi tenggat waktu mulai Maret-Desember 2014 untuk menyelsaikan izin. "Tapi pas menghadang Satpol banyak. Mereka ini siapa, ternyata bukan dari pedagang, ini kan sudah ada upaya menggerakkan massa dari luar," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014