Tulungagung (Antara Jatim) - Penutupan sementara kafe, rumah karaoke dan tempat hiburan malam di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, terus berlanjut hingga batas waktu yang belum ditentukan. Kesimpulan itu terungkap berdasar hasil rapat dengar pendapat Komisi D DPRD Tulungagung dengan perwakilan kepolisian, dinas perdagangan, BPPT (Badan Pelayanan Perizinan Terpadu), serta beberapa lembaga terkait, Senin. Dalam rapat terbuka itu Kasatreskrim Polres Tulungagung, AKP Edy Herwiyanta mengungkapkan bahwa penutupan sementara tempat hiburan di daerah tersebut belum bisa dicabut karena banyaknya temuan pelanggaran pidana selama proses penyidikan. "Selama proses penyidikan masih berlangsung, sebaiknya izin operasional kembali tempat hiburan ataupun kafe-rumah karaoke tidak dikeluarkan lebih dulu, sampai proses hukum tuntas dan persyaratan dan legalitas mereka terpenuhi," kata Edy. Selain masalah peredaran minuman keras ilegal, lanjut Edy, pihaknya menemukan sejumlah pelanggaran lain, seperti pemotongan insentif pemandu lagu, dugaan perdagangan manusia, hingga temuan adanya pekerja anak di antara pemandu lagu tersebut. "Masalah ini harus dibenahi terlebih dahulu oleh manajemen mereka agar pelanggaran tidak berulang," katanya. Pendapat senada disampaikan perwakilan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (disperindag) Tulungagung maupun BPPT. Banyaknya penjualan minuman keras di hampir semua kafe dan tempat hiburan malam, ungkap pejabat perwakilan Disperindag, dianggap telah menyalahi aturan daerah mengingat selama tiga tahun terakhir pemda tidak satupun mengeluarkan izin produksi maupun perdagangan minuman beralkohol tersebut. "Masalah yang mencolok lainnya tentu persoalan izin operasional kafe ataupun tempat hiburan, karena mayoritas tidak mengantongi lisensi dari lembaga Karya Cipta Indonesia (KCI)," kata Kepala BPPT Tulungagung, Santoso dalam kesempatan lain. Untuk menggunakan lagu-lagu ciptaan musisi dalam negeri yang telah dipatenkan tersebut, lanjut dia, pengusaha kafe, rumah karaoke maupun tempat hiburan diwajibkan membayar royalti senilai Rp720 ribu per kamar. Sehingga dengan asumsi di Tulungagung ada 15 kafe/tempat hiburan besar dengan jumah kamar karaoke sebanyak 20 unit, setiap pengusaha jasa hiburan ini wajib menyetor royalti minimal Rp14.400.000. "Jumlah itu tinggal mengalikan dengan durasi tempat usaha hiburan ini telah beroperasi tanpa mengantongi lisensi KCI. Misal lima tahun ya berarti tinggal mengalikan Rp14,4 juta x 5, sekitar Rp72 juta per tempat hiburan," kata Suyono, koordinator KCI Tulungagung. Setelah menampung berbagai masukan dari jajaran kepolisian dan jajaran terkait di lingkup Pemda Tulungagung, Komisi D DPRD Tulungagung menyepakati kebijakan penutupan sementara tempat hiburan yang diberlakukan aparat penegak hukum. Dalam satu kesempatan, perwakilan Komisi D hanya berpesan agar pihak kepolisian bertindak dan bersikap profesional, terutama dalam mempertimbangkan dampak sosial penutupan tempat hiburan tersebut bagi karyawan maupun sektor usaha lain yang terkait. "Ini salah satu komitmen teman-teman di Komisi D untuk bekerja demi kepentingan masyarakat luas di Tulungagung. Soal bagaimana hasilnya (rapat dengar pendapat), tugas dan peran kami di dewan hanya sebagai mediator serta mengawasi kinerja eksekutif," kata Ketua DPRD Tulungagung, Supriyono usai penetapan dan peresmian alat kelengkapan dewan periode 2014-2019. (*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014