Tulungagung (Antara Jatim) - PT Kereta Api Indonesia berencana merevitalisasi seluruh aset berupa lahan yang ada di sekitar Stasiun Tulungagung dan menyerahkan pengelolaannya kepada investor selaku penyandang dana pembangunan kawasan pertokoan di daerah tersebut.
"Kami lakukan beberapa tahap dengan merevitalisasi beberapa bagian aset lahan yang ada. Ke depan, bergantung pada kesanggupan pihak ketiga," kata Humas PT KAI Daop VII Madiun Supriyanto dikonfirmasi melalui sambungan telepon dari Tulungagung, Jawa Timur, Jumat.
Ia menegaskan, program revitalisasi aset lahan dan bangunan tersebut merupakan kebijakan PT KAI pusat. Tidak hanya di sekitar Stasiun Tulungagung, tetapi juga diberlakukan di seluruh aset PT KAI di berbagai wilayah di Indonesia.
"Tujuannya untuk mengoptimalkan sumber daya aset yang dimiliki serta penataan kawasan/lingkungan di sekitar stasiun ataupun perlintasan milik PT KAI," ujarnya.
Ia mencontohkan konteks penataan kawasan di sekitar Stasiun Tulungagung. Sejak akhir 2013, PT KAI secara bertahap telah melakukan revitalisasi lahan dan menjadikannya menjadi kawasan pertokoan dan pusat jajanan serba ada (pujasera) modern.
Pembangunan tahap pertama dilakukan pada akhir 2013 dengan menyulap lahan dan pemukiman liar berikut rumah dinas pejabat PT KAI seluas 1.479 meter persegi di depan Stasiun Tulungagung, menjadi kompleks pertokoan modern.
Sukses pembongkaran kios dan pemukiman liar tahap pertama kini dilanjutkan dengan program revitalisasi tahap kedua dengan sasaran kawasan bekas Pasar Sore seluas 5.489 meter persegi, persis di sebelah utara area pertama yang terlebih dulu dilakukan penataan kawasan.
"Kebetulan ada investor yang sanggup dan bersedia melakukan penataan kawasan dengan sistem hak pengelolaan selama lima tahun," ujarnya.
Supriyanto tidak menjelaskan nominal sewa sebidang toko yang akan ditawarkan kepada para pedagang kaki lima yang kini memilih bertahan di lokasi penampungan sementara, di halaman parkir Pasar Sore.
Ia berdalih, rencana akad sewa kios pascapembangunan dikelola langsung oleh investor, sehingga keputusan dan kewenangan menjadi urusan pihak ketiga.
"Mereka (investor) sewa lahan kepada PT KAI, mereka sanggup bangun menjadi kawasan pertokoan/pasar modern, dan untuk pengelolaan serta berapa nilai sewa yang harus dibayar pedagang/pengguna lahan, mereka juga yang tahu," dalih Supriyanto.
Mengacu harga sewa blok kios ukuran sekitar 3 x 4 meter yang telah diberlakukan di kawasan pertokoan di depan Stasiun Tulungagung, nilai yang harus dibayar pedagang mencapai Rp125 juta untuk jangka waktu lima tahun.
Sementara untuk kawasan bekas Pasar Sore yang kini akan dibangun, informasinya nilai sewa yang harus dibayar pedagang kaki lima hanya sekitar Rp50 juta per pedagang, namun dengan ukuran kios lebih kecil.
"Tanyakan langsung ke pihak investir, kalau tidak salah namanya Bu Titik. Setahu kami soal itu sudah dibicarakan dalam forum pertemuan antara pedagang, PT KAI, investor dan sejumlah pihak terkait serta aparat keamanan TNI-Polro," ujarnya.
Total asset lahan milik PT KAI di sekitar Stasiun Tulungagung mencapai 13.323 meter persegi.
Dari jumlah itu, sekitar 50 persen merupakan asset lahan yang kini masih ditempati penduduk/pedagang dengan sistem sewa dengan pengurus lama, sejak bertahun-tahun sebelumnya.
"Lahan yang belum tersentuh suatu saat juga akan kami revitalisasi sesuai program PT KAI pusat, demi kepentingan penataan kawasan dan optimalisasi asset," tegasnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014