Ahli Kebijakan Publik Basa Alim Tualeka menilai kehadiran Kurikulum 2013 pada dunia pendidikan di Era Kabinet Indonesia Bersatu II membawa persoalan-persoalan baru yang tidak tuntas, sehingga menjadi karut marut Pendidikan, misalnya soal buku. "Semuanya bukan rahasia lagi karena masyarakat umum dapat mengetahui soal buku itu melalui media massa, media tulis, elektronik, dan media maya," ucap pengamat yang juga menjadi pimpinan Penerbit PT Bintang Ilmu itu. Pada tahun anggaran 2013, dana sebesar Rp152,6 miliar untuk Pengadaan Buku Kurikulum 2013 Semester I Tahun Ajaran 2013-2014 telah mubazir digunakan pengadaan Buku Pelajaran Kurikulum 2013 tingkat SD, SMP dan SMA/K, karena buku yang telah diberikan ke sekolah berubah seluruhnya hingga tidak digunakan, akibat ada salah cetak. "Dalam hal ini, siapa yang bertanggung jawab? Karena diganti dengan yang dicetak tahun 2014 dengan anggaran hampir Rp2 triliun untuk Semester I Tahun Ajaran 2014-2015, tapi bukunya tidak kunjung datang dan baru sedikit yang ada di sekolah hingga pertengahan Agustus 2014," tuturnya. Penyediaan Buku Pelajaran Kurikulum 2013 sebesar Rp152,6 miliar pada tahun 2013 sudah dilakukan melalui pelelangan yang sukses di Kemdikbud Pusat, karena bukunya sudah tepat waktu sampai di sekolah, kini pola pengadaannya diubah dengan e-katalog melalui pelelangan di LKPP yang pembayarannya dilakukan melalui Bansos di sekolah penerima. "Dampaknya, penyedia buku selaku pemenang lelang banyak yang menghentikan pencetakannya karena buku dikirim ke sekolah, tapi pembayarannya harus negosiasi lagi di sekolah sampai 3-4 kali kunjungan. Bahkan ada sekolah yang tidak bisa membayar karena uangnya tidak atau belum ada," tukasnya. Jika sudah seperti itu permasalahannya, Kemendikbud seolah melepas tanggung jawab dan menyalahkan LKPP, seolah lebih hebat dari Perpres Nomor 70 Tahun 2013 untuk pengadaan barang dengan nilai hampir Rp2 triliun, tapi pelaksanaannya dengan pola Bansos yang sungguh rawan negosiasi dan bisa memberikan pengajaran korupsi pada tingkat akar rumput. Kini, kekacauan pengadaan Buku Kurikulum 2013 tinggal menunggu meledak, karena guru dan murid bisa habis kesabarannya akibat buku pelajaran yang seharusnya sudah digunakan belajar tidak kunjung datang. Solusi Kemdikbud adalah pemberian CD dengan print atau copy lebih dulu sambil menunggu datangnya buku. Betapa tidak, hasil print atau foto copy akan jadi lebih mahal dan tidak sebagus bukunya. Bahkan pada beberapa daerah, sulit untuk meng-print atau meng-copy dari CD yang diberikan. Basa mengutip pernyataan Retno Kustiati, Sekjen FSGI dalam berita pagi Metro TV pada 15 Agustus 2014 yang menyampaikan kekesalannya tentang pengadaan buku Kurikulum 2013 yang mengganggu proses belajar mengajar di sekolah. Seharusnya, Kemdikbud lebih memikirkan perbaikan dan peningkatan SDM guru, karena pada guru-guru inilah sumber utama untuk meningkatkan mutu pendidikan daripada Kurikulum dan bukunya yang diubah. (Informasi lain menyebutkan, persoalan buku kurikulum itu bukan persoalan teknis pada tingkat kementerian semata, tapi ada aspek bisnis dan politis yang saling silang, karena buku pola lama dengan KTSP masih menumpuk di gudang penerbit). "Harapan saya kepada Pemerintah Baru, lupakanlah para pemikir yang telah gagal memajukan pendidikan di Indonesia, tapi carilah para ahli yang benar-benar ahli, sehingga tidak mengorbankan kualitas pendidikan yang tidak ternilai harganya," tuturnya. (*)

Pewarta:

Editor : FAROCHA


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014