Surabaya (Antara Jatim) - "Jokowi orangnya merakyat dan sederhana, kalau pidato nggak panjang dan praktis, sedangkan Prabowo rada merakyat dan memperlihatkan seolah dirinya tegas (perpakaian bersikap meniru Soekarno), namun pengalaman memimpin birokrasi terlihat minim." "Waktu debat capres-cawapres (Senin malam, 9/6) --disiarkan beberapa stasiun TV--, terlihat sekali Prabowo rada grogi yang dibicarakan strategis dan konsepnya bagus, sementara Jokowi dan JK (Jusuf Kalla) lebih ke teknis." Itu sekelumit obrolan --bahasa campuran Indonesia dan Jawa dialek khas Suroboyoan-- warga di pos kamling berbentuk rumah joglo panggung ukuran 2,5 kali 3,5 meter yang dilengkapi TV lama (tabung) 17 inci di Jln. Manggis Desa Wage, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (9/6) malam. Sambil bermain kartu (remi), warga yang malam itu bergerombol sembilan orang (bapak-bapak), saling berkomentar mengenai capres-cawapres yang sedang berdebat di layar kaca. "Walau tidak terlihat menyakinkan, saya tetap pilih Prabowo (kelak coblosan 9 Juli 2014). Sepertinya ia (Prabowo) lebih memperhatikan nasib para pendidik," ucap Ismunanto (52), yang sehari-hari berprofesi guru SDN di Ketapang, tetangga Desa Wage. Ucapan Pak Is, panggilan karib Ismunanto itu, disambar oleh tetangganya Supardi (48), seorang sopir di perusahaan swasta di Surabaya,"kalau saya tetap jagokan Jokowi, sederhana dan merakyat. Orangnya jujur dan amanah." Pak Pardi --sapaan akrab Supardi-- melanjutkan pendapat soal "jagoannya" dalam pilpres mendatang, sederhana dan merakyat senang "blusukan", buktinya saat pendaftaran ke KPU, Jokowi dan pasangan Jusuf Kalla (JK) menggunakan Bajaj, sementara Prabowo-Hatta menggunakan mobil mewah (Lexus) warna putih yang atapnya bisa terbuka. Selain itu, Jokowi tidak mau terikat janji dengan parpol pendukung (bagi-bagi jabatan), sementara Prabowo dengan "tenda besarnya" mengakomodasi semua parpol. Ical (Abrurizal Bakrie) dengan Golkarnya 'wira-wiri' ke Jokowi ditolak karena minta jabatan, terus ingin koalisi dengan Demokrat, juga mental karena elektabilitasnya berdasar hasil survei rendah, akhirnya diterima Prabowo, bahkan dijanjikan jabatan Menteri Besar. "Lha kelihatan toh, Jokowi lebih 'ok'. Untuk dana kampanye saja buka rekening sumbangan dan dibuka transparan," ujar Pak Pardi dengan nada bersemangat. Pak Is tampaknya tidak mau kalah mendukung "jagonya","lha kan bagus, Prabowo bukan pamer kekayaan, menunjukan ia mampu (secara materi), jadi kalau nanti berkuasa nggak perlu korupsi." Pak Edi (58) yang pensiunan PT Dok Perkapalan ikut juga menimpali,"nek aku yo jagono Jokowi, wongge merakyat lan sederhana, ngak neko-neko" (kalau saya jagokan Jokowi, orangnya merakyat dan sederhana, tidak macam-macam). "Aku dukung Pak Is, 'podo, jagono Prabowo' (sama jagokan Prabowo)," teriak Imam (49), yang sehari-hari berjualan bubur ayam, menimpali obrolan malam itu. Imam melanjutkan pendapatanya, Prabowo itu tentara dan pengusaha lagi serta pimpinan beberapa organisasi petani dan nelayan, pasti tegas dan jaringannya luas. Ia (Prabowo) bisa bergaul mulai kalangan atas hingga rakyat jelata. Obroral malam itu, harus rela diselingi jeda, karena "kalah" sedikit dengan suara gemuruh pesawat terbang yang hendak mendarat. Maklum kawasan Wage merupakan jalur lalu lintas udara, di mana pesawat komersial yang mau mendarat di Bandara Juanda melintas. Tidak tampak ketegangan atau "bengkerengan" (bersitegang) dalam obrolan di pos tersebut, yang ada hanya canda dan gelak tawa walau para bapak-bapak yang malam itu nongkrong di pos sambil bermain kartu, sesekali "menyeruput" kopi dan selingan kudapan yang disediakan dari patungan, walau beda jago didukung dalam pilpres mendatang. Dunia maya Selang beberapa saat, Pak Seni (50) yang memiliki bengkel mobil hadir dan ikut nimbrung "percakapan politik" di pos kamling Wage itu, namun ia membahas kampanye di dunia maya, pasalnya ayah satu anak ini gemar berselancar di dunia maya, khususnya internetan dan media sosial. "Wah media sosial dan internet juga seru, masing-masing tim suksesnya beradu kreatif mengkampanyekan jagoannya. Tapi banyak juga yang isinya kampanye hitam, menjelek-jelekan masing-masing capres," ujarnya, sambil geleng-geleng kepala. "Ya ngak usah percaya lha, toh dari pemberitaan media cetak maupun elektronik jelas dan dapat dipercaya. Kita bisa menyaring informasi yang ada dan menentukan pilihan sesuai hati nurani," tutur Suwarno (57), pensiunan PNS pengairan. Seni melanjutkan pendapatanya, karena itu kalau dikuti informasi beragam media membuat binggung."Sampai saat ini saya belum bisa menentukan nanti 9 Juli coblos Jokowi atau Prabowo," ucap Seni, lirih. Dengan bijak, Pak Warno --sapaan akrab Suwarno-- yang mantan RT (06) dan RW (09) setempat berkata "beda pilihan jangan sampai menimbulkan perpecahan warga, kita semua bersaudara dan bertetangga (satu RT 06)." "Saya malah berharap pilpres nanti aman dan damai, siapapun pemenangnya, ya harus kita terima dan dukung jadi presiden lima tahun kedepan," tukas Pak Warno yang jadi petugas TPS saat pileg lalu. Ia melanjutkan, coblosan nanti masih puasa Ramadhan, diharapkan Ramadhan mewarnai, sehingga mereka yang mau berbuat curang atau ribut "tepo seliro", mengekang hawa nafsunya. "Lha kalau berbuat jelek pahala puasanya hilang percuma. Jadi siapa pun kelak terpilih, itu pilihan rakyat. Kita harus terima, dan berharap presiden terpilih nanti amanah," ujarnya. Namun, Pak Pardi menyeletuk ucapan Pak Warno "Lha pak, itu kalau timses atau pendukungnya yang Muslim, kalau yang non-Muslim, kan tidak puasa," yang langsung disambut tawa bapak-bapak yang membubarkan diri jelang tengah malam. (*)

Pewarta:

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014