Kairo (Antara/AFP) - Para wartawan televisi Al-Jazeera termasuk empat orang berkebangsaan asing akan diadili di Kairo, Kamis atas dakwaan membantu kelompok Ikhwanul Muslimin, suatu kasus yang menimbulkan tuduhan bahwa Mesir memberangus media.
Sidang pengadilan mengajukan wartawan yang bekerja pada saluran televisi Qatar dengan latar belakang hubungan yang tegang antara Kairo dan Doha, negeri yang dianggap mendukung presiden Mohamed Moursi yang didepak tentara pada Juli dan kelompok Ikhwanul Muslim.
Jaksa menuntut para terdakwa, termasuk seorang wartawan Australia peraih penghargaan jurnalistik, Peter Greste dan wartawan keturunan Mesir-Kanada Mohamed Fadel Fahmy telah memanipulasi berita pendukung Ikhwanul Muslimin, yang dilarang setelah Moursi terguling.
Seluruhnya terdapat 20 wartawan Al-Jazeera yang diadili namun hanya delapan yang ditahan.
Jakwa mengatakan bahwa mereka menggambarkan dengan keliru tentang Mesir dengan menyatakan negara sedang mengalami "perang saudara", untuk tayangan atas liputan pembubaran demonstran yang menyebabkan lebih dari seribu orang meninggal dunia.
Pemerintah menuding Ikhwanul Muslimin sebagai kelompok teroris, meskipun organisasi itu menampik tudingan terlibat dalam pengeboman sejak penggulingan Moursi.
Al-Jazeera yang menyebut hanya sembilan dari terdakwa itu sebagai karyawannya, menyangkal dakwaan tersebut.
Greste, mantan koresponden BBC dan Fahmy yang bekerja pada CNN sebelum bergabung dengan Al-Jazeera, ditangkap di sebuah hotel di Kairo pada Desember.
Wartawan asing lain yang masuk dalam daftar dakwaan berada di luar negeri dan akan di sidang secara "in absentia".
Mereka wadalah warga Inggris Sue Turton dan Dominic Kane serta seorang wartawan Jerman Rena Netjes, yang juga didakwa meskipun ia tidak bekerja di Al-Jazeera.
Amerika Serikat dan kelompok kebebasan pers serta sejumlah wartawan melakukan protes menentang penahanan para wartawan itu.
Pada Rabu, Institut Pers Internasional mendesak pengadilan untuk membebaskan mereka.
Disebutkan bahwa tim pencari fakta mengatakan bahwa "pasukan keamanan secara sistematis menuduh wartawan mendukung terorisme dan menyebarkan "berita bohonh" dalam usaha menakut-nakuti seluruh wartawan dn merintangi kebebasan mencari berita.
Greste dalam surat yang ditulis dari penjara dan disiarkan oleh Al-Jazeera bulan lalu menggambarkan kurangnya kebebasan pers di Mesir.
"Negara tidak akan mememberi kelonggaran persidangan bagi Ikhwanul Muslim dan pengkritik lain," tulisnya.
"Penjara dipenuhi oleh siapa pun yang melawan atau menentang pemerintah."
Seluruh wartawan yang ditahan itu tidak ada yang bekerja dengan memiliki kartu akreditasi.
Pejabat Mesir mengatakan bahwa saluran televisi itu bekerja untuk kepentingan Qatar, pendukung kuat Ikhwanul Muslim, dan menampung para anggotanya yang melarikan diri.
Ini adalah saluran Qatar dan Qatar adalah satu-satunya negara Teluk yang mendukung Ikwanul Muslim," kata pejabat tinggi Mesir kepada AFP tanpa bersedia disebutkan namanya.
Pada masa lalu, Al-Jazeera khususnya dalam siaran berbahasa Arab, banyak mendapat kecaman karena dituding "miring" dalam memberitkan tentang Arab.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014