Malang (Antara Jatim) - Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur mengaku kecewa terhadap sikap Wali Kota Malang Moch Anton yang tidak peduli, bahkan mempersulit keadministrasian program nikah masal bagi anak-anak jalanan maupun keluarga kurang mampu. "Anak-anak jalanan maupun warga kurang mampu ini sebagian besar sudah menikah, namun belum dicatatkan secara resmi di instansi pemerintah, baik di catatan sipil maupun Kantor Urusan Agama (KUA)," kata Ketua Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur (JKJT) AG Tedja GK Bhawana di Malang, Rabu. Tedja mengaku sebelumnya wali kota yang dilnatik pada 13 September 2013 itu sebelumnya pernah menyatakan dukungannya dan akan membantu proses keadministrasian di instansi terkait, namun sekarang kenyataan justru tidak peduli sama sekali. Padahal, pelaksanaan nikah masal akan digelar, Jumat (21/2). Ia menjelaskan pada awalnya JKJT meminta kepada wali kota agar diberi surat disposisi, sehingga pengurusan administrasi pada tataran RT, RW hingga Kelurahan menjadi mudah, namun upaya ini kandas karena JKJT tak pernah dihiraukan. Menurut Tedja, pihaknya sudah empat kali kerumah wali kota, tapi tidak ditemui dan imbasnya pengurusan keadministrasian para calon mempelai ini dipersulit oleh petugas, bahkan pengurusan di Pengadilan Agama untuk pengajuan Itsbat Nikah, Wali 'adhol dan juga Dispensasi Kawin juga dipersulit. "Pengadilan sampai bilang kalau tidak ada disposisi dari Wali Kota Malang, kita tidak bisa mengajukan prodeo. Ini kan aneh, tidak ada hubungannya sama sekali," tegas Tedja. Karena tidak ada dispensasi maupun disposisi dari Wali Kota Malang, lanjutnya, akhirnya untuk pengajuan tersebut JKJT mengeluarkan biaya sebesar Rp25 juta bagi para calon peserta nikah masal, bahkan pihak Pengadilan Agama memberi batas waktu selama dua hari untuk melunasi biaya panjar sidang. Padahal, katanya, pihak provinsi mendukung program JKJT, apalagi Malang sebagai pilot project bersama lima kota lain. Keseriusan Pemprov Jatim terlihat jelas dalam mendukung program sosial ini, bahkan Dinas Kesehatan, Dinas Sosial dan Bappeda Jatim pernah melaksanakan rapat bersama dan merekomendasikan agar Pemkot Malang memberikan dukungan. Akan tetapi kenyataan di lapangan, katanya, Pemkot Malang mempersulit. Jadi, komitmennya peduli wong cilik hanya omong kosong belaka," tegasnya. JKJT tahun ini merealisasikan program nikah masal bagi 260 pasangan, 250 pasangan menikah secara Islami dan 10 pasangan menikah melalui catatan sipil. Namun, ada 42 pasangan data gagal karena tingkat persoalan data yang rumit dan sistem yang tidak memudahkan untuk kepengurusan administrasi pasangan suami istri (pasutri). Ia mencontohkan ada pasangan yang masih di bawah umur, namun telah memiliki anak diluar nikah. Karena yang bersangkutan tidak memiliki akta kelahiran dan ijazah serta orang tua juga tidak memiliki buku nikah karena latar belakang pasangan kedua orang tuanya, yakni sang ayah tuna netra dan ibu seorang pengemis, maka dia tidak pernah mengenyam bangku pendidikan formal. Sementara berkas–berkas tersebut adalah persyaratan utama untuk mengajukan dispensasi nikah di Pengadilan Agama. Hal ini yang menyebabkan panitia tidak bisa memperjuangkan pasangan ini untuk kepengurusan dispensasi nikah. Nikah masal tersebut untuk membantu pemerintah dalam hal administrasi kependudukan serta melihat banyaknya anak tanpa akta kelahiran serta banyaknya pasangan tanpa surat nikah. (*)

Pewarta:

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014