Surabaya (Antara Jatim) - Asosiasi Gula Indonesia mengungkapkan stok gula nasional hingga saat ini lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga pemerintah tidak perlu melakukan impor. Senior Advisor Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Adig Suwandi di Surabaya, Selasa, mengatakan stok gula nasional per 31 Desember 2013 mencapai 1,24 juta ton dan cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga tiba masa giling sebagian besar pabrik gula di Pulau Jawa pada Mei 2014. "Jumlah stok itu belum termasuk produksi pabrik gula di Sumatera yang melakukan giling pada Februari hingga Mei dengan proyeksi gula sekitar 180.000 ton," katanya. Selain itu, lanjut Adig, masih ada rembesan gula rafinasi di pasar lokal, baik yang terdeteksi melalui audit tim independen sebanyak 110.000 ton maupun yang tidak terdeteksi. Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 527/MPP/Kpts/9/2004 yang masih berlaku hingga kini, pasar domestik menjadi ranah gula petani dan tertutup bagi penjualan gula rafinasi. "Kalau Perum Bulog diharapkan berperan sebagai stabilisator harga dalam negeri, idealnya BUMN ini membeli gula dari pabrik gula atau petani dengan harga sesuai mekanisme pasar," ujar Adig, yang juga Sekretaris Perusahaan PTPN XI (BUMN pengelola 16 pabrik gula). Menurut ia, penambahan stok oleh Perum Bulog bukan dengan mengimpor gula kristal putih secara langsung dari pasar global atau mendatangkan "raw sugar" (gula kristal mentah) untuk kemudian diolahkan ke pabrik gula rafinasi maupun membeli gula rafinasi dari pasar domestik. "Kebijakan atau cara seperti itu justru tidak bisa diterima kalangan petani tebu dan pabrik gula," tambahnya. AGI berpendapat bahwa penambahan stok melalui salah satu dari ketiga cara tersebut berpotensi mengacaukan harga gula petani, baik sekarang maupun pada masa giling. Adig menambahkan masalah melimpahnya stok dan terus merosotnya harga gula lokal menjadi bahasan utama dalam rapat koordinasi antara AGI dengan Asosiasi Petani Tebu rakyat Indonesia (APTRI) di Yogyakarta pada pekan lalu. "Memang keuntungan yang didapat jauh lebih besar dengan memilih salah satu dari ketiga opsi itu. Namun, kepentingan produksi dalam negeri tetap harus menjadi prioritas, jangan dikorbankan untuk keperluan sesaat demi harga murah yang tidak memberdayakan petani tebu," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014