Banyuwangi (Antara Jatim) - Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, memproteksi komoditas buah lokal dari maraknya serbuan buah impor yang masuk ke Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan petani setempat. Saat melakukan panen buah naga di Kecamatan Bangorejo, Selasa, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan salah satu langkah proteksi yang dilakukan adalah dengan melarang buah impor disajikan di lingkungan perkantoran dan acara-acara yang digelar pemkab. "Saat ini buah impor telah membanjiri pasar Indonesia. Kita tidak bisa tinggal diam dan harus ada gerakan untuk menggemari buah lokal agar petani sejahtera dan ekonomi daerah ikut bergerak," katanya. Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak anti-asing, tetapi dalam konteks penguatan petani, pemerintah daerah harus mengambil sikap dan menjadi garda terdepan dalam memproteksi buah lokal agar harganya tidak anjlok. Menurut Anas, Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu basis hortikultura di Indonesia dengan beberapa komoditas andalan, seperti buah naga, jeruk dan manggis. Selain kebijakan proteksi terhadap komoditas buah lokal, pihaknya juga memfasilitasi kegiatan promosi buah lokal hingga ke luar daerah. "Pemkab Banyuwangi juga menyiapkan infrastruktur penunjang, seperti jalan-jalan di basis hortikultura hingga peningkatan nilai tambah komoditas hortikultura dengan memproduksi produk turunan dari buah segar," tambahnya. Data Dinas Perkebunan Banyuwangi mencatat luas lahan perkebunan buah naga mencapai 678,8 hektare dengan produktivitas sekitar 30 ton perhektare. Pada 2013, total produksi buah naga dari kabupaten berjuluk "The Sunrise of Java" ini mencapai 20.364 ton atau meningkat dibanding 2012 sejumlah 12.936 ton. Produksi komoditas hortikultura lain seperti jeruk juga mengalami peningkatan cukup tinggi, dari 140.602 ton pada 2012 menjadi 222.804 ton pada 2013. Bupati menambahkan buah naga asal Banyuwangi telah memenuhi pasar Surabaya, Jakarta dan Bali. Besarnya produksi buah naga itu juga mampu mendongkrak pendapatan petani, ditambah harganya di pasaran lebih terkontrol karena buah naga tergolong komoditas lebih tahan lama dibanding komoditas lain, seperti cabai atau tomat. "Peningkatan penghasilan petani buah naga sangat luar biasa. Jika harganya Rp10.000 perkilogram, sudah berapa duit yang dihasilkan jika satu hektare lahan menghasilkan 30 ton," ujarnya. Menurut Anas, potensi buah naga tersebut juga dapat disinergikan dengan program agrotourism, yakni mendorong agen atau biro perjalanan wisata untuk membangun komunikasi dengan petani agar bisa bekerja sama pada saat musim panen. "Misalnya setelah dari objek wisata Pantai Pulau Merah, wisatawan dapat dibawa ke sentra penghasil buah naga untuk memetik langsung buah itu dan menikmatinya. Kita akan dorong konsep semacam ini," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014