Surabaya (Antara Jatim) - Sebanyak 24 mahasiswa Universitas dr Soetomo Surabaya mendampingi 10 anak jalanan di berbagai kelurahan di Kota Surabaya untuk memotivasi mereka agar bersemangat dalam bersekolah. "Ini langkah awal untuk uji coba KKN mandiri selama setahun, kalau sukses akan kami jadikan model KKN Unitomo," kata Rektor Unitomo Dr Bachrul Amiq SH MH saat menerima para mahasiswa dan anak-anak jalanan itu di kampus setempat, Senin. Didampingi Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya Soepomo, ia menjelaskan program pendampingan anak jalanan agar mau kembali ke sekolah itu merupakan bagian dari kerja sama Pemkot Surabaya dengan 27 universitas untuk "menyadarkan" 300-an anak-anak putus sekolah pada 11 kecamatan. "Tapi, kami akan mendorong kerja sama ini dalam kegiatan yang setara dengan KKN, jadi para mahasiswa yang melakukan pendampingan tidak perlu KKN lagi, bahkan kalau sukses akan kami jadikan model KKN Unitomo," katanya. Selama setahun, katanya, para mahasiswa akan mendalami masalah para anak jalanan atau anak putus sekolah itu, lalu merumuskan pola pendampingan dan motivasi yang tepat, namun semuanya dilaporkan kepada LPPM Unitomo dalam tiga bulan sekali. "Kami serius dengan KKN mandiri itu, karena itu kami mengerahkan dua pembimbing bagi 24 mahasiswa itu yakni seorang dosen kewirausahaan dan dosen dari LPPM, sehingga Unitomo akan mencetak mahasiswa peduli anak-anak termarjinalkan," katanya. Senada dengan itu, Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya Soepomo menjelaskan program pendampingan mahasiswa untuk kelompok penyandang masalah sosial itu sejalan dengan program Pemkot Surabaya yakni kampus peduli sosial. "Kami akan siapkan dukungan data dan juga anggaran untuk pakaian, tas sekolah, sepatu, dan kelengkapan sekolah lainnya bagi ratusan anak jalanan dan anak putus sekolah itu. Bagi kami pendampingan itu perlu, karena Pemkot Surabaya sudah membebaskan biaya sekolah, tapi masih ada saja anak putus sekolah," katanya. Secara terpisah, Zaskia Vista Permadani yang putus sekolah dasar (SD) di kawasan DKA Tegal, Kelurahan Sawunggaling, Surabaya itu mengaku dirinya suka mengamen di sebuah mal karena ikut orang tuanya yang juga mengamen. "Saya sering mengamen di mal, saya ikut ibu (mengamen)," kata siswi kelas 1 SD itu, didampingi kakaknya Alfian Yudha Pamungkas yang juga mengamen serta mahasiswi pendamping Puji Rahayu dari Jurusan Bahasa Indonesia Unitomo Surabaya. Dalam kesempatan itu, Puji Rahayu menambahkan kedua kakak-beradik itu hampir putus sekolah, karena kebiasaan mengamen membuat mereka tidak fokus dalam pelajaran serta sering mengantuk di kelas. "Bahkan, kakaknya yang kelas 4 SD itu juga trauma dengan Satpol PP, karena sering diciduk saat mengamen hingga dibawa ke kelurahan dan kecamatan. Untuk itu, kami akan mendampingi sampai mereka benar-benar fokus ke sekolah, kebetulan orang tuanya mendukung kami," katanya. Ke-10 anak putus sekolah yang didampingi para mahasiswa Unitomo itu berasal dari Kelurahan Tambak Osowilangun, Romokalisari, Sememi, dan Sawunggaling. Ke-10 anak itu tercatat enam anak putus SD, tiga anak putus SMP, dan seorang anak putus SMA. (*)

Pewarta:

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014