Malang (Antara Jatim) - Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia Ismed Hasan Putro menyatakan jangan sampai ada izin impor komoditas gula yang dikeluarkan oleh "setan" karena semua instansi terkait tidak ada yang mengaku telah mengeluarkan izinnya. "Baru-baru ini ada sekitar 800.000 ton beras impor yang beredar di Pasar Cipinang, tetapi tidak ada instansi yang mengaku telah mengeluarkan izin, kalau semua tidak ada yang mengeluarkan izin, apa setan yang mengeluarkannya. Nah, kondisi ini yang kami khawatirkan dan jangan sampai terjadi pada gula," ujarnya di Malang, Minggu. Jika gula impor masuk tanpa ada batasan, kata dia, dan harganya lebih murah dari gula lokal, pasti akan merusak harga gula lokal di pasaran. Oleh karena itu, lanjutnya, seluruh pabrik gula baik yang dikelola PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) maupun non-RNI harus mampu meningkatkan kualitasnya agar mampu bersaing. Apalagi, masyarakat ekonomi ASEAN per 1 Januari 2015 sudah mulai diberlakukan. Bila industri gula nasional tidak bisa bersaing dari sisi produksi dan harga, bukan mustahil Indonesia akan diserbu gula impor dan rafinasi asal negara-negara tetangga dengan harga yang relatif lebih murah. Ia mencontohkan di Kupang, harga gula tebu Rp5.000. Gula tersebut berasal dari Australia yang masuk lewat Timor Leste. Lebih lanjut Ismed menekankan pada tahun 2015 Indonesia akan dihadapkan pada masyarakat ekonomi ASEAN dengan kondisi berbagai macam produk dapat leluasa masuk ke pasar, termasuk gula impor dengan harga yang jauh lebih murah. Sementara itu, HPP gula Indonesia BUMN minimal Rp6.000 sampai Rp8.000. "Bagaimana kita nanti bisa bersaing kalau harga gula nasional kita masih lebih tinggi dari gula rafinasi yang diimpor dari Vietnam atau negara tetangga lainnya," ujarnya. Selain itu, Ismed juga berharap ke depan tidak ada lagi gula impor "siluman" yang nantinya membuat oversuplai gula di pasaran. "Kondisi ini akan benar-benar merusak harga gula lokal," tegasnya. "Regulasi gula impor ini harus benar-benar diperketat, jangan seperti yang terjadi sekarang ini, seolah-olah tidak ada batasannya. Selama ini, perlindungan terhadap industri gula sangat minim, bahkan hampir tidak ada," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014