Pamekasan (Antara Jatim) - Sejumlah calon legislatif di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, berupaya menekan terjadinya praktik politik uang pada pemilu legislatif yang akan digelar 2014 ini dengan melakukan kontrak politik dengan para calon pemilih. "Saat ini masyarakat memang cenderung pragmatis. Ada uang mereka mau memilih, kalau tidak ada uang mereka cenderung tidak mau memilih. Tapi saya pribadi masih berupaya menekan praktik-praktik seperti itu dengan cara melakukan kontrak politik," kata salah seorang caleg dari di daerah pemilihan (dapil) 2 Pamekasan (Kecamatan Proppo dan Palengaan), Fathorrrahman saat berbincang dengan Antara, Selasa malam. Fathorrahman menuturkan, praktik politik uang di kalangan calon pemilih seorang sudah menjadi kebiasaan. Sebab mereka cenderung memandang, menjadi anggota legislatif sebagai sebuah pekerjaan yang bisa mendatangkan banyak keuntungan. Padahal, kata dia, hakikat menjadi wakil rakyat tidak demikian. Anggota legislatif merupakan orang yang ditunjuk atau dipercaya oleh rakyat untuk mewakili dan menyampaikan aspirasi mereka di parlemen. "Tapi kan realitas politik yang sebenarnya terjadi saat ini kan tidak seperti itu. Menjadi wakil rakyat cenderung dianggap memiliki banyak uang, sehingga jika menginginkan dukungan dari masyarakat harus memberikan uang," kata dia. Fathorrahman yang juga anggota Komisi B DPRD dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Pamekasan ini lebih lanjut menjelaskan, adanya pandangan masyarakat yang salah tentang wakil rakyat itu sendiri tidak lepas dari adanya oknum anggota legislatif yang selama ini melakukan tindakan yang tidak terpuji. Ia mencontohkan seperti melakukan praktik korupsi, berbuat asusila, serta melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Kondisi ini juga ditopang dengan banyak pemberitaan di media cetak dan elektronik tentang prilaku wakil rakyat menyimpang, seperti yang sering disiarkan sejumlah televisi nasional. "Jadi masyarakat kemudian menganggap waktu anggota dewan itu sama. Baik di pusat maupun di daerah," ucap dia. Hal lain yang membuat masyarakat di Pamekasan prakmatis dan cenderung memiliki pandangan bahwa pemilu selalu identik dengan uang dan jual beli suara adalah, kebiasaan adanya praktik politik uang pada setiap pemilihan kepala desa. Sehingga sambung dia, dalam pandangan mereka, proses pemilihan wakil rakyat juga identik dengan uang. "Makanya saya mencoba untuk menekan praktik politik uang itu dengan kontrak politik. Semisal, apabila saya terpilih, maka saya harus memperjuangkan aspirasi masyarakat untuk kemajuan pembangunan desa di mana para pemilih itu tinggal," tutur Fathorrahman. Fathorrrahman sendiri merupakan satu puluhan wakil rakyat di Pamekasan yang berupaya melakukan pendekatan kepada masyarakat untuk memilih dirinya melalui kontrak politik secara langsung. Calon legislatif lainnya yang juga melakukan pendekatan yang sama, yakni melakukan kontrak politik adalah caleg di daerah pemilihan (dapil) 5 (Kecamatan Pademawu, Larangan dan Galis), Iskandar. Menurut Iskandar, dirinya memilih melakukan pendekatan untuk meraih dukungan masyarakat melalui sistem kontrak politik, dengan tujuan untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. "Memang upaya kami ini belum tentu juga berhasil 100 persen, karena memang lingkungan yang sudah menggiring kami seperti itu," kata Iskandar. Akan tetapi setidaknya, sambung dia, dengan cara melakukan kontrak politik dengan kelompok masyarakat tertentu yang menjadi calon pemilihnya, menurut Iskandar itu merupakan salah satu upaya untuk menciptakan proses politik yang jujur, adil dan bertanggung jawab. (*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013