Lumajang (Antara Jatim) - Gunung Semeru yang memiliki ketinggian 3.676 meter dari permukaan laut merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa yang berada di perbatasan Kabupaten Lumajang-Malang, Jawa Timur. Gunung aktif yang berada di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) tersebut memiliki keindahan yang memesona, namun dibalik eksotis Kawah Jonggring Saloko itu juga memiliki ancaman berupa letusan dan banjir lahar dingin Semeru pada musim hujan. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang, Rochani mengatakan aktivitas Gunung Semeru mendapat perhatian yang ekstra karena statusnya kini Waspada (Level II) sejak 2 Mei 2012, namun sempat naik menjadi Siaga (Level III) pada 2 Februari 2012. Dengan status Waspada tersebut, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) merekomendasikan agar masyarakat tidak melakukan aktivitasnya dalam radius 4 kilometer dari kawah Jonggring Saloko. "Kami selalu berkoordinasi dengan petugas Pos Pengamatan Gunung Api (PPGA) Semeru di Gunung Sawur untuk mengetahui aktivitasnya karena disana dapat terpantau melalui seismograf," tuturnya. Pemkab Lumajang menyiapkan dua skenario untuk penanganan bencana Semeru yakni penanganan terhadap ancaman erupsi dan lahar dingin di sejumlah kawasan yang menjadi daerah rawan bencana akivitas gunung api tertinggi di Pulau Jawa tersebut. Data di BPBD tercatat sebanyak enam kecamatan yang berada di lereng Gunung Semeru masuk zona merah bahaya Semeru dan merupakan daerah yang harus waspada terhadap ancaman lahar dingin Semeru yakni Kecamatan Tempursari, Pasrujambe, Candipuro, Tempeh, Pasirian, dan Pronojiwo. "Sebanyak 26 desa yang tersebar di enam kecamatan tersebut merupakan daerah rawan bencana Semeru dengan jumlah penduduk sebanyak 36 ribu jiwa," ucap Rochani yang juga mantan Camat Yosowilangun itu. Selama musim hujan, lanjut dia, BPBD memantau debit aliran sungai yang dilalui lahar dingin Semeru yakni Daerah Aliran Sungai (DAS) Besok Bang, Besuk Sat, Besuk Kembar, Besuk Kobokan yang mengalir melalui Sungai Mujur, Sungai Rejali, dan Sungai Glidik. "Kami selalu mengimbau kepada masyarakat yang berada di bantaran sungai yang dilalui lahar dingin Semeru untuk tetap waspada, apabila hujan deras turun di puncak Semeru atau wilayah setempat," tuturnya. Ribuan kubik material vulkanik seperti pasir dan batu yang terbawa arus lahar dingin akibat muntahan lahar tersebut kadang memutuskan jalur alternatif yang menghubungkan Desa Bago dan Bades. Menurut dia, banjir lahar dingin terparah terjadi pada tahun 1981 yang mengakibatkan sejumlah pemukiman dan areal pertanian yang dekat dengan bantaran sungai terendam, namun beberapa tahun terakhir lahar dingin tidak sampai meluap ke pemukiman warga. "Sejauh ini kondisi tanggul di sepanjang DAS yang dilalui lahar dingin masih stabil, namun aktivitas penambangan pasir di tepi sungai dapat mengikis penguatan tebing tanggul," ujarnya. Ia juga mengimbau kepada para penambang pasir untuk berhati-hati saat hujan deras karena debit air dapat meningkat sewaktu-waktu disertai material batu yang dapat membahayakan keselamatan mereka. Beberapa kali truk terjebak dan hanyut terbawa derasnya lahar dingin Semeru karena para penambang nekat mengambil pasir dan batu saat hujan mengguyur kawasan lereng Semeru selama beberapa jam. "Penambang harus memperhatikan keselamatan mereka sendiri karena aliran lahar dingin dapat meningkat sewaktu-waktu, meskipun di kawasan setempat tidak hujan. Biasanya debit air cukup deras, apabila hujan terjadi di puncak," katanya. Beberapa petugas BPBD di tingkat desa juga melakukan pemantauan terhadap debit air sungai yang dilalui lahar dingin Semeru dan segera menyampaikan informasi kepada masyarakat, apabila debit airnya meningkat dan berwarna agak keruh. Rochani berharap masyarakat dan penambang pasir bersahabat dengan alam dan tidak melakukan aktivitas yang dapat merusak tanggul di sepanjang DAS yang dilalui oleh lahar dingin tersebut. "Kerja sama antara pemerintah, masyarakat dan penambang diharapkan dapat terwujud untuk menjaga ekosistem di sejumlah daerah aliran sungai, sehingga bahaya yang mengancam puluhan ribu penduduk di lereng gunung tertinggi di Pulau Jawa itu tidak terjadi," ujarnya. Pejabat Pembuat Komitmen Pengendalian Lahar Gunung Semeru Chairul Kustaal mengatakan kondisi sejumlah tanggul di sepanjang DAS yang dilalui lahar dingin masih baik, namun ada beberapa titik yang mengalami longsor akibat terjangan bongkahan batu dan derasnya debit air lahar dingin. "Beberapa waktu lalu, perkuatan tebing tanggul yang berada di Desa Pasrujambe jebol sepanjang 200 meter karena longsor yang dipicu oleh aktivitas penambangan pasir yang mengeruk pasir di tepi sungai, bukan di tengah," tuturnya. Menurut dia, pihaknya selalu menginventarisir sejumlah kerusakan yang terjadi di sepanjang aliran lahar Gunung Semeru, kemudian diusulkan kepada Balai Besar Sungai Brantas untuk mendapat anggaran perbaikan dan pemeliharaan. "Tidak semua usulan itu bisa direalisasikan karena terbatasnya anggaran dari APBN dan biasanya setiap tahun jumlah anggaran untuk perbaikan di lahar Gunung Semeru berkisar Rp1,5 miliar hingga Rp2 miliar," ucapnya. Sejauh ini, kata dia, terdapat tiga titik kritis di Sungai Mujur yakni perkuatan tebing tanggul di Desa Gesang, di hilir Kecamatan Tempeh dan DAM Soponyono karena kondisinya sudah menggantung dan rawan jebol. "Saya sudah melaporkan hal itu kepada Balai Besar Sungai Brantas, namun perbaikan kemungkinan tidak bisa dilakukan akhir tahun ini dan harus menunggu tahun depan," katanya. Perbaikan tanggul dan perkuatan tebing di sepanjang aliran lahar dingin Semeru menjadi rutinitas yang dilakukan pihak Proyek Semeru, namun terkadang perbaikan tersebut terkendala dengan bencana yang datang dengan tiba-tiba dan merusak sejumlah sarana. "Kami berharap perbaikan tanggul tidak hanya menjadi tanggung jawab Balai Besar Sungai Brantas, namun pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lumajang juga membantu dalam pemeliharaannya, agar tidak sampai jebol," ujarnya, berharap. Selama 2013, kata dia, perbaikan tanggul dilakukan di Sungai Glidik di bagian hilir Desa Tegalrejo karena sepanjang 400 meter tanggul di sungai tersebut hilang akibat longsor dan dibagian hulu sepanjang 200 meter juga mengancam areal pertanian. "Perbaikan juga dilakukan di Sungai Mujur yakni di Sat DAM penyeberangan yang merupakan jalan alternatif bagi warga di setempat karena tebing di hilir sungai sudah dalam kondisi kritis," paparnya. Chairul menuturkan pihaknya juga memasang seperangkat alat pemantau banjir lahar dingin Gunung Semeru di Sungai Glidik, Sungai Rejali, dan Sungai Mujur yang berjumlah enam unit, dengan masing-masing sungai dipasang dua unit. "Alhamdulillah kondisinya dalam keadaan baik dan berfungsi untuk memantau debit aliran lahar dingin yang dapat meningkat sewaktu-waktu," katanya. Seperangkat alat pemantau banjir lahar dingin Gunung Semeru di Pedukuhan Besuk Konokan, Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, pernah hilang dicuri orang yang tdak bertanggung jawab. Pencurian alat berupa repiter dilakukan dengan merusak gembok pos tempat penyimpanannya dan peralatan tersebut dilengkapi lima buah aki, satu buah stafol, 15 meter kabel arde serta 15 meter kabel antena. "Kehilangan peralatan tersebut akan menyulitkan pemantauan lahar dingin Gunung Semeru, apalagi pada saat musim hujan yang intensitas hujannya cukup tinggi karena dapat mengancam puluhan ribu warga yang berada di tiga DAS yang dilalui lahar dingin," jelasnya. Ia berharap masyarakat memahami pentingnya alat deteksi banjir lahar dingin Semeru, sehingga tidak melakukan pencurian terhadap alat yang dapat menjadi "early warning" bagi puluhan ribu warga Kabupaten Lumajang. Berkah Penambang Pasir Di sisi lain, besarnya aliran lahar dingin Semeru yang membawa material vulkanik berupa pasir dan batu dianggap sebagai berkah bagi para penambang pasir tradisional di Sungai Rejali, Sungai Mujur, dan Sungai Glidik. Ratusan penambang pasir di sepanjang aliran sungai di kaki Gunung Semeru pada umumnya sudah bertahun-tahun mengantungkan mata pencaharian dari menambang pasir, namun tidak sedikit para penambang mewarisi pekerjaan itu dari turun temurun. Bahkan saat debit air cukup deras, sebagian penambang justru nekat untuk menambang demi mencukupi kebutuhan sehari-hari karena material vulkanik dari Gunung Semeru yang dibawa derasnya air juga melimpah. "Semeru membawa berkah bagi para penambang, bahkan panen pasir dan batu terjadi selama musim hujan," kata penambang pasir di DAS Besuk Sat, Wagino. Menurut dia, biasanya pada saat kemarau para penambang bisa memenuhi satu truk pasir selama tiga hari, namun pada saat musim hujan bisa dipenuhi hanya dalam sehari saja. "Aktivitas para penambang pasir dan batu terkadang tidak terhenti, meski bahaya mengancam karena kualitas pasir sangat baik dan volume pasir cukup banyak selama musim penghujan ini," paparnya. Pasir dari material Gunung Semeru merupakan kualitas terbaik, sehingga tidak jarang para penambang mengirim pasir Semeru itu ke luar kabupaten seperti Probolinggo, Surabaya, dan Pasuruan. Tidak hanya material pasir saja yang menjadi potensi ekonomi bagi para penambang selama hujan deras turun, namun material bebatuan yang terbawa arus dari puncak Gunung Semeru juga menjadi berkah tersendiri bagi para penambang tradisional karena bisa menghasilkan rupiah. "Bebatuan besar yang dimuntahkan dari Kawah Jonggring Saloko juga menjadi berkah bagi kami di bantaran sungai, bahkan tidak sedikit warga di tepi sungai yang mendapatkan batang kayu yang ikut terseret hingga ke hilir sungai," katanya. Beberapa kali truk terjebak di Sungai Mujur, bahkan truk bermuatan pasir yang hampir penuh tersebut terguling akibat derasnya lahar dingin Semeru dan kejadian tersebut tidak pernah membuat jera para penambang. "Para penambang kadang menghentikan aktivitasnya saat curah hujan cukup deras karena khawatir terseret banjir lahar dingin. Apabila ada truk atau penambang yang terseret derasnya lahar dingin, kami bergotong royong membantu mengevakuasinya," ujarnya. Salah seorang warga di Desa Bades, Sumarni, mengaku dirinya sering melewati DAM di Sungai Rejali yang dilalui lahar dingin Semeru untuk menuju Desa Bago karena jalan tersebut merupakan jalur alternatif yang lebih pendek. "Kadang-kadang sepeda motor juga melalui DAM itu untuk menuju Desa Bago karena jalur itu lebih pendek dibandingkan harus memutar ke jalan umum yang lebih jauh," tuturnya. Ia mengaku tidak takut menerjang derasnya lahar dingin Semeru karena sudah terbiasa, bahkan terkadang perempuan dua anak itu membantu suaminya mencari pasir di Sungai Rejali untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. "Memang lahar dingin Gunung Semeru terkadang menjadi ancaman bagi warga di tepi bantaran, namun di sisi lain menjadi berkah luar biasa bagi warga yang juga menjadi penambang pasir," ujarnya.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013