Surabaya (Antara Jatim) - Perpustakaan Nasional menyatakan minat atau budaya membaca buku di kalangan masyarakat Indonesia secara keseluruhan terutama di daerah terpencil atau desa-desa hingga saat ini masih rendah atau kurang menggembirakan. "Belum menggembirakan ini salah satunya bukan karena tidak minat, melainkan ketersediaan buku yang bisa merangsang mereka untuk membaca juga kurang," kata Kepala Pusdiklat Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Gardjito saat menjadi pembicara dalam talk show di festival budaya pustaka yang digelar di Kebun Bibit Bratang Surabaya, Sabtu. Selain itu, lanjut dia, masyarakat Indonesia lebih kuat pada budaya lisan dari pada budaya membaca. "Apalagi saat ini ada budaya mendengar," katanya. UNESCO pada 2012 mencatat indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya dalam setiap 1.000 orang, hanya ada satu orang yang punya minat membaca. Sedangkan UNDP merilis angka melek huruf orang dewasa Indonesia hanya 65,5 persen, sementara Malaysia sudah mencapai 86,4 persen. Menurut dia, harus ada upaya bersama yang harus dilakukan untuk meningkatkan minat baca, salah satunya harus dimunculkan dari lingkungan keluarga. Untuk itu, lanjut dia, Perpustakaan Nasional meminta dukungan agar rancangan UU sistem perbukuan bisa segera disahkan agar keinginan untuk meningkatkan minat baca tercapai. "Kita juga sudah berupaya untuk memberikan bantuan perpustakaan di desa-desa dan mobil keliling. Maka kami minta semua ini didukung masyarakat," katanya. Ia mencontohkan salah satu perpustakaan di Indonesia yang berhasil meningkatkan minat baca warganya adalah Surabaya. Bahkan Perpustakaan Surabaya telah meraih juara I tingkat Nasional untuk kategori perpus umum. "Kota Surabaya layak mendapat apresiasi yang luar biasa atas prestasinya," katanya. Sementara itu, budayawan Guruh Soekarno Putra menyatakan bangsa Indonesia harus memiliki idealisme untuk bisa maju sesuai dengan falsafah hidup atau cara hidup sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. "Sebelum merdeka, negeri kita pernah besar pada saat zaman Sriwijaya dan Majapahit. Di zaman itu, masyarakat sudah teratur dan banyak pakar dan ahli di semua bidang salah satunya arsitektur yang menghasilkan candi Borobudur, Prambanan dan lainnya," katanya. Bahkan ada temuan bahwa Indonesia adalah benua Atlantis yang pernah hilang. "Rujukan masa lalu itu salah satunya bisa diketahui melalui membaca sejumlah literatur lama yang ada di perpustakaan," katanya. Membaca sendiri saat ini tidak hanya memalaui instrumen klasik seperti buku, melainkan juga bisa melalui audio, video dan lainnya. "Kita harus punya idealisme. Kita harus selalu optimistis untuk sebuah perubahan," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013