Surabaya (Antara Jatim) - Konselor Kerja Sama dan Kebudayaan Prancis di Indonesia, Bertrand de Hartingh, menegaskan bahwa sepertiga mahasiswa Indonesia yang menempuh studi di negara itu menerima beasiswa dari pemerintah setempat. "Tahun lalu, ada 440 mahasiswa dengan 100 mahasiswa di antaranya menerima beasiswa, sedangkan tahun ini ada 500-an mahasiswa dengan 160 mahasiswa yang menerima beasiswa," katanya di sela-sela 'Joint Working Group' (JWG) ke-5 RI-Prancis di Grha ITS Surabaya, Kamis. Didampingi Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ditjen Dikti Kemdikbud Prof Supriadi Rustad dan Duta Besar Indonesia di Paris Prof Dr Syafsir Akhlus, ia menegaskan bahwa biaya kuliah di Prancis itu paling murah di dunia. "Tahun ini, kami akan fokus pada Bahasa Prancis, karena beasiswa pada universitas di Prancis itu memang untuk kelas reguler dengan Bahasa Prancis, sedangkan kalau kelas internasional dengan Bahasa Inggris akan membayar sendiri," katanya. Namun, katanya, pemerintah Prancis sangat serius bekerja sama dengan Indonesia. "Ini pertama kalinya ada 79 orang Prancis yang datang untuk melakukan kerja sama dengan universitas dari negara lain," katanya. Bahkan, katanya, ada tujuh perusahaan Prancis yang mengirimkan delegasi dalam JWG ke-5 ini, di antaranya Total (perusahaan pertambangan dan energi), Invivo (perusahaan agroindustri), Alstom (perusahaan energi), dan sebagainya. "Jadi, kerja sama pendidikan ini bukan hanya kerja sama pendidikan dosen untuk S2 dan S3 serta kerja sama riset, namun perusahaan-perusahaan kami juga ingin karyawannya berpendidikan tinggi, termasuk karyawan yang berasal dari Indonesia," katanya. Ditanya alasan bekerja sama dengan Indonesia, ia menilai Indonesia merupakan negara penting yang menjadi anggota G-20, bahkan Presiden Indonesia dan Prancis sudah tiga kali bertemu dalam setahun. "Jadi, kerja sama ini untuk memperkuat kerja sama yang ada selama ini dalam penanganan tsunami, terorisme, dan sebagainya," katanya. Tentang biaya studi di Prancis, Direktur IFI (Institut Francais Indonesia) itu mengatakan biaya dalam setiap kawasan akan berbeda, namun nilainya berkisar 300-400 uero. "Itu akan ditanggung pemerintah Prancis, sedangkan pemerintah Indonesia akan menanggung biaya hidup bagi setiap mahasiswa yang berkisar 500-1.000 uero perbulan yakni 500 uero perbulan untuk mahasiswa dan 1.000 uero perbulan untuk dosen," katanya. Dalam kesempatan itu, Duta Besar Indonesia di Paris Prof Dr Syafsir Akhlus menyatakan pihaknya sangat berharap "surat sakti" dari pemerintah Prancis untuk mahasiswa Indonesia yakni Bourse de Government Francais (BGF). "Kalau ada BGF itu, mahasiswa Indonesia akan terasa ringan bebannya, karena kemana-mana bisa dapat diskon, karena pemegang BGF itu menunjukkan penerima beasiswa dari pemerintah Prancis," katanya. Ia mengakui kendala studi di Prancis adalah Bahasa Prancis, namun hal itu sudah tidak menjadi kendala, karena pemerintah Prancis menyediakan kursus dimana-mana, baik di Jakarta, Medan, Bandung, Semarang, dan Surabaya. "Kalau serius, saya kira ada orang yang dua bulan sudah menguasai Bahasa Prancis, tapi ada memang yang sampai delapan bulan. Intinya sangat mudah, bahkan kursus Bahasa Prancis di ITS juga ada," katanya. Hal itu juga dibenarkan Rektor ITS Surabaya Prof Ir Tri Yogi Yuwono DEA. "Tahun lalu, kami sukses mengantarkan 20 dosen untuk studi di sana, tapi tahun ini hanya 10 dari 17 dosen yang bisa berangkat ke Prancis," katanya. Akibat pembelajaran Bahasa Prancis itu, ada dua dosen yang tidak bisa berangkat ke Prancis pada tahun ini, karena masuknya ke universitas yang dituju sudah terlambat. "Lima dosen lainnya juga terancam hal serupa, karena mepet dengan waktunya, Oktober," katanya. JWG kelima di ITS pada 10-11 Oktober itu diikuti 79 peserta Prancis dari 59 institusi (pendidikan, lembaga riset, perusahaan) dan 83 peserta Indonesia dari 53 institusi (universitas, politeknik, SMK, lembaga riset, kementerian pendidikan). Di sela-sela JWG itu, Rektor ITS langsung menjalin kerja sama dengan dua universitas dari Prancis. Penandatanganan Memorandum of Understanding untuk bidang penelitian dan pertukaran mahasiswa maupun dosen itu dilakukan pasca-pembukaan JWG. (*)

Pewarta:

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013