Air PDAM seringkali menjadi sorotan masyarakat, karena kualitasnya meragukan, apalagi saat ini sudah ada air mineral dalam kemasan (AMDK) dan air isi ulang sebagai alternatif. "Air mineral dalam kemasan (AMDK) adalah air yang paling layak dikonsumsi, sedangkan air PDAM dan air isi ulang itu tidak layak," ucap ahli gizi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Dr Ir Annis Catur Adi MSi. Dalam 'Media Awareness' bertajuk 'Peran Vital Air Minum Bermineral bagi Tubuh Kita' di auditorium RSPT Unair Surabaya (8/10), ia menyarankan masyarakat untuk mengendapkan air PDAM dalam semalam sebelum digunakan agar zat-zat kimia yang terkandung di dalamnya tidak ikut dikonsumsi. "AMDK dipastikan layak minum karena sumber, proses produksi, dan distribusi yang terjamin. Lain halnya dengan air PDAM yang sumbernya dari sungai, sedangkan AMDK dari pegunungan yang cukup terjamin kualitasnya. Kalau sungai itu bisa berkualitas bila bahan baku mencukupi, tapi kalau tidak mencukupi justru keruh dan kualitasnya rendah," tuturnya. Sementara itu, proses produksinya juga tidak melalui kualitas penyaringan yang baik untuk air PDAM, sehingga TDS (total dissolved solid/total padatan terlarut) seperti zat kimia tidak memungkinkan untuk hilang. Tentu, hal itu berbeda dengan air pegunungan. "Begitu juga dengan proses distribusinya, air PDAM yang dialirkan melalui pipa akan berisiko bila pipa yang digunakan mengalami kebocoran, sehingga kondisi air akan terkontaminasi, karena itu air PDAM untuk dikonsumsi perlu treatment (perlakuan) khusus," paparnya. Menurut dosen dan Kepala Departemen Gizi FKM Unair itu, perlakuan khusus air PDAM adalah melakukan penampungan air untuk pengendapan dalam semalam, kemudian air pada bagian atas itulah yang dikonsumsi. "Tidak cukup itu, pengendapan hanya memisahkan dari zat kimia dan zat fisik lainnya, namun air PDAM juga perlu dimasak untuk membunuh mikroba, bakteri, dan patogen. kalau diendapkan dan dimasak secara matang, maka air PDAM memungkinkan dikonsumsi," kilahnya. Namun, ungkap Ketua Program Studi S1 Ilmu Gizi FKM Unair itu, dalam kondisi tertentu ada kalanya air PDAM cukup keruh, sehingga perlakuan khusus juga tidak bisa optimal. "Kalau begitu, masyarakat sebaiknya waspada, sebab hal itu berasal dari sumber atau bahan bakunya yang tidak berkualitas," tukasnya. Baginya, air PDAM yang tidak berkualitas sebaiknya tidak diminum, melainkan hanya dipakai air bersih untuk mandi, MCK, dan sejenisnya. "Tapi, kalau bisa diberi treatment karena bahan bakunya baik ya bisa dikonsumsi setelah diendapkan dan dimasak," timpalnya. Pandangan Annis itu didukung ahli gizi klinis FKM Unair Surabaya Dr dr Sri Adiningsih MS MCN. Ia mengatakan air paling aman memang dari alam secara langsung, seperti pegunungan, sedangkan dari sumber lain seperti air PDAM yang bersumber dari sungai perlu perlakuan khusus. "Perlakuan khusus dengan netralisasi dengan zat-zat tertentu juga bisa mengkhawatirkan bila zat-zat itu berbahaya bagi tubuh. Tapi, pengusaha air mineral juga jangan ambil air saja, karena ketersediaan air bisa terganggu, jadi pengusaha air mineral juga perlu melakukan reboisasi," urainya. Lain halnya dengan Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Surabaya (LPKS) Paidi Prawiro Rejo SH MM. "Konsumen juga perlu mengecek air mineral, apakah ada SNI-nya, apakah ada jaminan kemasan-nya, apakah ada masa kedaluwarsa dan siapa produsennya," katanya. Idem dito, ahli dietetik FKM Unair Dr Merryana Adriani SKM M.Kes menyatakan minum air putih tidak ada takarannya, karena minum secukupnya bagi anak-anak dan orang tua itu berbeda. "Ukuran yang benar itu bukan delapan gelas per hari, tapi 0,03 liter/kilogram berat badan," ulasnya. (*)

Pewarta:

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013