Serangan bertubi-tubi dari sejumlah lawan politik kini terus diarahkan ke salah satu kader terbaik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Joko Widodo, atas berbagai kebijakannya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Invasi terakhir didentumkan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, yang adalah atasan Jokowi sendiri. Gamawan terang-terangan mengintervensi keputusan Jokowi agar mempertimbangkan penggantian Lurah Lenteng Agung Suzan Jasmine Zulkifli. Alasan Mendagri, Suzan yang berpaham Nasrani itu sering mendapat penolakan dari warga setempat yang mayoritas Muslim. Pernyataan Mendagri itu sungguh menyesatkan. Ia tidak menyadari, betapa tersinggungnya masyarakat Papua atas komentar seorang Menteri Dalam Negeri yang seharusnya memberikan pengayoman dan ketenteraman kepada rakyat, bukan malah mengadu domba. Apalagi, belum ada data valid yang memperkuat fakta tersebut, apa iya karena perbedaan agama membuat pemerintahan di wilayah itu menjadi tidak berjalan. Pancasila dengan terang benderang tidak mengajarkan hal itu. Beruntung, masyarakat Indonesia kini sedikit demi sedikit mulai mengerti soal politik. Apa yang diperagakan oleh Mendagri itu tak lebih dari bagian dari politik juga. Rakyat sudah mafhum, apa urusannya Mendagri meminta Gubernur mengganti Lurah. Bidikannya sudah jelas, apalagi kalau bukan sosok Jokowi, karena berbagai hasil survei selalu menempatkannya di posisi teratas sebagai pemimpin yang layak dicalonkan sebagai Presiden RI. Elektabilitas Jokowi memang jauh meninggalkan figur lain yang pantas menjadi calon Presiden 2014. Prabowo Subianto, yang selalu berada di peringkat kedua, tampaknya kesal juga terhadap hasil survei itu. Tak jarang, ia terjebak oleh pertanyaan wartawan dengan menyatakan bahwa lembaga survei itu gampang dibeli. Pola pikir Prabowo itu tentu tidak lepas dari kehidupannya sebagai orang berduit, sehingga ia lupa bahwa orang seperti Jokowi dipilih oleh banyak responden justru karena kesederhanaannya. Sebelum ini, Jokowi telah menghadapi ujian atas sikap kritisnya terhadap kebijakan pemerintah tentang mobil murah yang membuat kota Jakarta makin macet. Pernyataannya itu sebenarnya wajar saja karena sebagai orang nomor satu di ibu kota, Jokowi merasa bertanggung jawab terhadap kelancaran lalu lintasnya. Meski kritiknya itu cukup beralasan, ia tetap diserang oleh tokoh-tokoh politik, terutama mereka yang disebut-sebut akan mencalonkan diri sebagai Presiden 2014. Marzuki Alie, misalnya, tanpa merasa berdosa ia menuduh para penolak mobil murah tidak mengerti masalah. Marzuki Alie bukannya tanpa alasan saat melontarkan kecaman tersebut. Ia adalah Ketua DPR RI dan petinggi Partai Demokrat, rival PDIP dalam suksesi kepemimpinan nanti. Mungkin Marzuki Alie berpikir, selagi ada kesempatan menohok lawan, apa salahnya ia lakukan. Cuma ia keliru, Jokowi yang kurus kerempeng itu ternyata tidak mudah tumbang oleh hempasan badai yang terus menerus menerpanya. Goyangan demi goyangan diterima Jokowi dengan sikap tenang tanpa emosi sehingga makin membuatnya bertahan di puncak survei. Menghadapi serangan beruntun yang ditujukan kepada kader terbaiknya itu, PDIP tampaknya merasa belum perlu untuk bereaksi. Mereka percaya, Jokowi seorang diri masih mampu mengatasinya. Ini sekaligus sebagai ujian bagi Jokowi untuk menjadi pemimpin nomor satu di negeri ini. Sebaliknya, para rival yang umumnya sangat bernafsu menjegalnya, secara perlahan mulai kehilangan akal dan semangat. Sosok seperti Jokowi, tidak bisa dilawan dengan kekerasan. Semakin ia diserang, semakin ia disayang. Jadi, biarlah Jokowi mengalir hingga sang penguasa alam menentukan akhir langkahnya. (*)

Pewarta:

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013