Surabaya (Antara Jatim) - Pemerintah Kota Surabaya tidak bisa mengendalikan pasar modern berupa toko swalayan atau mini market yang jaraknya saling berdekatan dan di perkampungan di Kota Pahlawan itu jumlahnya semakin. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Surabaya Widodo Suwiyanto, Sabtu, mengatakan, kalau bicara perdagangan, pihaknya tidak bisa melakukan pembatasan yang ekstrem mengingat sebentar lagi ada "Asean Free Trade Area (AFTA)" atau pasar bebas di kawasan Asia. "Risiko ada AFTA, banyak pengusaha luar yang masuk ke sini. Tidak ada batas, mereka harus berkompetisi," katanya. Namun demikian, lanjut dia, antara pasar tradisional dan paar modern punya segmen yang berbeda-beda. "Kenapa orang suka ke Indomaret, tapi juga ada yang ke pasar tradisional. Itu artinya masing-masing punya 'brand'," katanya. Jika selama ini pasar modern memiliki keunggulan seperti nyaman, bersih, terjamin dan pelayanan yang memuaskan, tapi pasar tradisional juga memiliki keunggulan terutama menyediakan bahan-bahan untuk industri makanan yang bisa diolah kembali. "Jadi tidak perlu khawatir jika pasar tradisional mati karena kalah bersaing dengan pasar modern," katanya. Menurut dia, yang dibutuhkan pedagang di pasar tardisonal adalah infrastruktur yang memadai untuk tempat jualan. "Bagaimana mau jualan jika pasarnya bocor, becek dan bau," katanya. Untuk itu, lanjut dia, diharapkan meski pasar tradisional tapi pelayannnya juga modern. Ia mencontohkan Pasar Soponyono Rungkut yang tetap ramai meski di sekitarnya banyak pasar modern. "Pedagang itu kepiawaiannya pedagang sendiri, pemerintah hanya bisa memberikan penyuluhan dari sisi permodalan seperti apa," katanya. Widodo mengatakan Perusahaan Daerah (PD) Pasar Surya yang merukan BUMD milik Pemkot Surabaya memiliki andil dalam upaya memperbaiki infrastruktur pasar tradisional. "Kalau PD Pasar itu memiliki fungsinya pemerintahan, makanya infrastruktur harus ditingkatkan," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013