Pacitan (Antara Jatim) - Kenaikan harga bahan bakar minyak (bbm) bersubsidi ditengarai memicu terjadinya depresi massalterutama di kalangan masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah, demikian analisa Kasi Pelayanan Kesehatan Dasar Dinas Kesehatan Pacitan, Jatim, Baskoro Catur Raharjo, Rabu.
"Sebelum kenaikan (bbm), jumlah penderita dengan gejala depresi mencapai 1.300. Setelahnya bisa jadi terjadi lonjakan," ungkapnya.
Ia tidak merinci variasi penyebab depresi secara kasus per kasus. Namun berdasar laporan yang diterima seksi layanan kesehatan Dinkes Pacitan,kasus depresi yang ditandai munculnya gejala kecemasan pada individu pasien selama kurun Januari-Juni 2013 mencapai 1.300 jiwa.
Jumlah itu secara keseluruhan masih di bawah angka total penderita selama kurun 2012 yang mencapai 4.000 orang, baik penderita kategori ringan, sedang, sampai berat.
Namun seiring laju inflasi sebagai imbas kenaikan harga bbm bersubsidi beberapa waktu lalu, pihaknya memprediksi angka kasus depresi mengalami peningkatan signifikan.
Menurut Baskoro, jumlah penderita sebanyak itu diketahui dari wawancara yang dilakukan terhadap warga (anamnesa) ketika berobat ke Puskesmas.
Beberapa gejala yang ditemukan pada penderita depresi saat proses tersebut salah satunya kecemasan yang meningkat.
Deteksi dini peningkatan penderita gangguan kejiwaan diketahui karena pihaknya telah membekali para bidan dan tenaga medis di wilayah dengan kemampuan konseling.
"Masyarakat atau keluarga dari kalangan kelas menengah tidak memperoleh bantuan langsung masyarakat sementara (BLSM). Tapi kalau golongan ekonomi rendah dapat, sehingga kondisi psikologis mereka relatif stabil," terangnya.
Baskoro menambahkan, kecemasan yang meningkat tersebut terpicu oleh kondisi ekonomi dan keluarga, antara lain naiknya harga-harga kebutuhan pokok pascakenaikan harga bbm, sehingga penderita berpikir lebih keras untuk memenuhinya.
"Warga yang diketahui menderita depresi harus kembali berobat untuk kemudian terus diobservasi," kata Baskoro.
Penelitian Dinkes Pacitan, penderita depresi mengalami penurunan produktifitas hingga kisaran 8,1 persen.
Selain warga biasa, depresi juga dialami ibu hamil. Kondisi tersebut mendapatkan perhatian lebih dari pihak terkait karena efeknya lebih besar.
Selain masalah ekonomi dan keluarga, kecemasan pada ibu hamil terjadi
karena mereka terus berpikir kondisi janin maupun bayi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013