Malang (Antara Jatim) - Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) RI Dr R Iman Santoso mengakui jika koordinasi penggunaan lahan hutan dalam tahap perencanaan masih kurang bagus, sehingga terjadi tupang tindih.
"Terjadinya tumpang tindih penggunaan lahan hutan ini sebagai akibat instansi atau lembaga tidak menggunakan peta yang sama. Oleh karena itu sekarang muncul kebijakan satu peta Indonesia," tegas Iman Santoso disela-sela Seminar Nasional Agroforestri di Universitas Brawijaya (UB) Malang, Selasa.
Ia berharap dengan adanya kebijakan satu peta Indonesia (one map policy) tersebut, ke depan tidak akan terjadi lagi adanya tumpah tindih penggunaan lahan hutan, karena antarinstansi sudah ada satu acuan peta yang sama.
Biasanya, katanya, terjadinya tumpang tindih penggunaan lahan ini adalah untuk kepentingan investasi skala besar, terutama di bidang pertambangan.
Menyinggung program Agroforestri sendiri Iman mengakui jika sebenarnya masyarakat Indonesia sudah menerapkannya sudah sejak dulu. Istilahnya saja yang berbeda-beda, kalau di Jawa sebagian besar dinamakan tumpang sari.
Hanya saja, lanjutnya, dalam beberapa tahun terakhir ini memang terus digencarkan demi terwujudnya optimalisasi lahan hutan, sehingga hutan tidak hanya menghasilkan kayu saja, tapi juga bahan pangan yang memanfaatkan sela-sela tanaman pohon (tegakan), terutama di kawasan hutan produksi.
Agroforestri yang juga disebut sebagai Wanatani ini adalah penanaman berbagai jenis tanaman tahunan dengan tanaman musimam serta ternak pada bidang lahan yang sama tanpa mengabaikan kelestarian lingkungan dan mampu menambah pendapatan masyarakat.
"Kita libatkan masyarakat di sekitar hutan untuk mengelola lahan hutan dan menanam berbagai jenis tanaman pangan, namun mereka tidak berhak atas pohon-pohon besar yang berusia tahunan untuk kepentingan mereka, apalagi sampai dijual," tandasnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013