Kirkuk (Antara-AFP) - Gelombang bentrokan dan serangan yang melibatkan pasukan keamanan Irak, pengunjuk rasa dan para pendukung mereka pada Selasa menyebabkan 53 orang meninggal dan mendorong dua menteri Sunni mundur. Ketegangan di Irak meningkat setelah peristiwa tersebut. Pergolakan, yang juga mencakup penculikan seorang serdadu oleh para pengunjuk rasa bersenjata, merupakan yang paling berdarah sejauh ini di kawasan-kawasan Sunni yang meletus lebih dari empat bulan lalu. Para pengunjuk rasa menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Nuri al-Maliki dari kelompok Syiah dan berpawai karena mereka menduga bahwa kelompok Sunni akan menjadi sasaran penguasa. Kekerasan pada Selasa pecah sebelum fajar ketika pasukan keamanan memasuki satu kawasan tempat para demonstran ditahan sejak Januari dekat Hawijah, sebelah barat Provinsi Kirkuk, kata beberapa perwira tentara, yang memberi tahu jumlah korban tewas mencapai 27 orang di sana dan sekitar 70 lainnya cedera. Tetapi ada laporan-laporan berbeda dari kekerasan di provinsi bagian utara Irak. Salah satu perwira, seorang brigadir jenderal dari divisi angkatan darat yang bertanggung jawab atas wilayah itu, mengatakan operasi tersebut yang diarahkan pada kelompok militan Sunni dari satu grup dikenal dengan nama Tentara Naqsabanddiyah dan bahwa pasukan keamanan hanya melepaskan tembakan setelah mereka diserang. Seorang perwira kedua mengatakan 34 senjata serang Kalashnikov dan empat senjata mesin PKM ditemukan di tempat kejadian. Dua serdadu gugur dan tujuh lainnya luka-luka dalam operasi tersebut sedangkan korban lainnya adalah pengunjuk rasa dan para militan, kata para perwira itu. Namun, para pengunjuk rasa menyatakan tentara telah memprovokasi bentrokan-bentrokan. (*)

Pewarta:

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013