Jakarta (Antara) - Sebanyak 147 akademisi dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga penelitian bersepakat untuk mengirimkan surat petisi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar seluruh konflik agraria di Indonesia diselesaikan. "Kami mengusulkan agar Presiden membentuk lembaga independen untuk menyelesaikan konflik-konflik agraria yang luar biasa dan memiliki dampak besar," kata Prof Maria SW Sumardjono, salah satu penggagas petisi, di Jakarta, Kamis. Guru besar Universitas Gajah Mada, Yogyakarta itu mengatakan konflik-konflik agraria yang terjadi saat ini sudah sangat luar biasa dan masif. Karena itu, diperlukan lembaga bentukan Presiden untuk menuntaskan konflik-konflik tersebut. Maria mengatakan sebenarnya pemerintah bukan tidak pernah berupaya menyelesaikan konflik-konflik agraria yang terjadi. Namun, penyelesaian itu baru pada tingkat permukaan saja. "Sementara akar permasalahan konflik agraria selama ini belum pernah tersentuh. Akibatnya, konflik semakin meluas tidak hanya masalah tanah tetapi juga sampai ke lautan sehingga perlu perhatian serius," tuturnya. Sementara itu, Direktur Epistema Institute Myrna A Safitri mengatakan beberapa tahun terakhir konflik agraria semakin meningkat. Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyatakan terdapat 8.000 konflik pertanahan yang belum terselesaikan. Kriminalisasi dan kekerasan terhadap petani masih sering terjadi. Tahun lalu, 156 petani ditahan tanpa proses hukum, 55 orang mengalami luka-luka dan penganiayaan, 25 pertani tertembak dan tiga orang meninggal dunia. "Respon pemerintah terhadap konflik dan kekerasan oleh aparat keamanan sangat lambat, tidak memadai dan tidak memuaskan," kata Myrna A Safitri. Perumusan surat petisi kepada Presiden itu didahului dengan Diskusi Pakar "Membangun Indonesia dengan Keadilan Agraria". Dalam diskusi tersebut juga dibentuk Forum Indonesia untuk Keadilan Agraria yang diketuai Dr Soeryo Adiwibowo dari Institut Pertanian Bogor. (*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013