Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga) meluncurkan program Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI) yang salah satu implementasinya adalah Gerakan Ayah Mengambil Rapor atau Gemar.

Implementasi Gemar itu disampaikan lewat surat edaran Mendukbangga yang kemudian ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah, melalui dinas pendidikan yang mengimbau para ayah untuk datang ke sekolah, mengambil rapor anaknya.

Sejumlah sekolah di Indonesia membagikan rapor hasil belajar siswa pada Kamis (18/12) dan sebagian pada Jumat (19/12). Pada momen inilah para ayah dapat mendukung program Gemar dengan meluangkan waktu untuk datang ke sekolah.

Program Gemar ini memiliki makna penting untuk mengingatkan semua orang tua, terutama ayah, mengenai pentingnya kerja sama orang tua laki-laki dengan orang tua perempuan dalam mengasuh anak-anaknya.

Gemar juga mengingatkan kita untuk mengevaluasi budaya yang telah mengakar kuat dan cenderung bias gender, terutama dalam masyarakat yang masih kuat memegang teguh budaya patriarki.


Tugas suami

Program Gemar mengingatkan wejangan hikmah dari seorang ulama kampung yang mengingatkan seorang laki-laki muda, dengan satu anak. Sang kiai kampung itu mengingatkan bahwa tugas dan kewajiban seorang suami dalam keluarga itu tidak mudah.

Meskipun peringatan sang kiai itu tidak terkait langsung dengan program Gemar, namun maknanya sangat relevan. Diingatkan bahwa tugas istri itu hanya dua, yakni melahirkan dan menyusui anak. Tugas lainnya dalam keluarga adalah kewajiban suami.

Sebagai seruan hikmah, tentu saja peringatan dari sang kiai yang relevan dengan program Gemar itu tidak akan ditemukan dalam Al Quran maupun hadits.

Dalam budaya patriarki, selain urusan dapur, biasanya semua urusan anak dilimpahkan kepada istri; memberi makan anak hingga menceboki anak.

Dalam budaya patriarki, ketika seorang suami mengerjakan tugas utamanya itu, yaitu menceboki anak, si suami akan dinilai kurang bagus oleh lingkungan, termasuk dinilai menghamba atau takut pada istri.

Padahal, terkait dengan program Gemar, jika semua tugas itu dikerjakan hanya oleh istri, ada momentum yang hilang dari peran penting hadirnya seorang ayah dalam proses bertumbuh dan berkembangnya jiwa raga si anak.

Ada jarak psikis antara anak dengan ayah yang tidak disadari bahwa hal itu sangat berpengaruh pada perkembangan jiwa dan intelektual anak. Jika ayah dan ibu diibaratkan sebagai sayap bagi tumbuh kembang anak, peran dominan ibu dan ayah yang kurang peduli telah membuat timpang proses belajar terbang si anak.

Beberapa tahun belakangan, isu mengenai ketidakhadiran ayah atau fatherless dalam keluarga, sempat mengemuka. Isu ini bukan hanya terkait dengan kosongnya peran ayah karena si ayah sibuk di luar rumah. Bahkan, ketika si ayah ada di dalam rumah pun, ketidakhadiran itu terjadi, karena ayah tidak dekat dan tidak peduli pada urusan anak.

Mengenai kurangnya peran ayah, seorang ibu yang menjalankan tugas ganda dalam mengurusi keperluan anak, bisa jadi terasa berat dalam membersamai anak bertumbuh.

Pelayanan seorang ibu terhadap anak yang tidak dilandasi dengan rasa nyaman, sangat mungkin justru penuh dengan sikap emosional, akan berdampak kurang baik pada jiwa anak. Anak akan tervibrasi oleh kondisi jiwa si ibu yang tidak damai.

Sebaliknya, jika tugas-tugas domestik itu terdistribusi dengan bentuk pedulinya ayah, anak akan mendapatkan keuntungan. Selain rasa aman karena kedekatan dengan figur maskulin ayah, anak juga menerima limpahan kasih sayang yang lebih tulus dari seorang ibu yang beban fisik dan psikisnya tidak berlebihan.

Secara psikologi, kedekatan ayah dengan anak dapat meningkatkan kecerdasan anak, baik kecerdasan intelektual maupun kecerdasan sosialnya.

Menyauti program Gemar, tentu saja hal ini hanya merupakan pemantik kesadaran para ayah untuk mulai belajar peduli pada kondisi fisik dan jiwa istrinya, sekaligus juga peduli pada anak yang membutuhkan sosok "pelindung" dan penghadir rasa aman.

Melalui momentum Gemar, para ayah bisa berlatih untuk, misalnya, setiap pagi menyediakan makanan untuk anaknya, mengontrol tas sekolah anak, apakah buku yang dimasukkan ke dalam tas sudah sesuai dengan jadwal pelajaran di hari itu. Kepedulian ayah ini bisa ditunjukkan juga dengan selalu bertanya mengenai tugas pekerjaan rumah (PR) dari sekolah.

Ayah juga bisa belajar mengantarkan anak ke sekolah, kemudian menyempatkan waktu untuk menjemput anak ke sekolah tanpa mengganggu tugas penting di lingkungan tempat kerjanya.

Ketika pulang dari tempat kerja, seletih apapun, ayah dapat menemani anak bermain. Selain mengajarkan anak untuk memiliki rasa peduli, dalam jangka panjang, kedekatan dan kepedulian ayah pada anak itu juga akan menguntungkan si ayah di masa tuanya kelak.

Ayah yang selalu hadir dan peduli, tanpa diminta pun, si anak akan menunjukkan peduli pada orang tua, terutama, ketika orang tua sudah memasuki masa usia sepuh.

Pada perkembangan tugas selanjutnya, si anak, nantinya juga akan memasuki kehidupan berkeluarga. Jika laki-laki, anak itu akan menjadi sosok ayah yang peduli pada keluarga. Jika perempuan, ia akan mampu berkomunikasi dengan suaminya secara jernih untuk mengelola rumah tangga dengan baik dan penuh rasa damai.

Pewarta: Masuki M. Astro

Editor : Taufik


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2025