Malang - Siapapun tak memungkiri keindahan Kota Malang dan sekitarnya sebagai daerah tujuan wisata, bahkan cukup potensial bagi pengusaha untuk menginvestasikan dananya di daerah itu menjadi investasi yang memiliki masa depan jangka panjang cukup prospektif. Kota Malang tumbuh pesat menuju kota metropolis kedua di Jawa Timur setelah Surabaya. Tidak hanya menjadi "jujugan" wisatawan untuk menghabiskan liburannya, tapi juga menjadi tujuan bagi mahasiswa maupun pelajar untuk menimba ilmu di kota itu. Hanya saja, pesatnya perkembangan kota dan pertumbuhan jumlah penduduk maupun kendaraan yang setiap tahun terus memadati kota itu, belum menjadi perhatian serius dari pemkot setempat, sehingga kemacetan arus lalu lintas tak bisa dielakkan lagi, bahkan dari tahun ke tahun semakin parah. Proyek pembangunan infrastruktur jalan yang bisa memecah kepadatan arus lalu lintas di tengah kota dengan membuka jalur alternatif sampai saat ini juga belum dianggaps ebagai kebutuhan mendasar sebagai pendukung untuk mendulang arus kunjungan wisatawan maupun investor agar menanamkan modalnya di daerah itu. Pembangunan yang justru menjadi fokus perhatian Pemkot Malang sepanjang tahun 2012 ini masih rumah toko (ruko), bahkan ruko-ruko ini tumbuh pesat seperti jamur di musim hujan. Dan ruko-ruko itu juga yang menyebabkan kemacetan arus lalu lintas di Kota Malang karena pembangunannya tidak sedikit yang memanfaatkan jalan umum untuk para pejalan kaki (pedestrian) bagi area parkirnya. "Kalau pemerintah tidak segera bertindak, kondisi kemacetan arus lalu lintas akan terus meningkat, bahkan beberapa tahun ke depan pasti akan macet total dan kendaraan tidak bisa bergerak sama sekali. Kalu sudah begini, bagaimana wisatawan bisa nyaman berkunjung ke Malang, bahkan ke Kota Batu sekalipun," tegas pakar tarnsportasi dari Universitas Brawijaya (UB) Malang Prof Dr Harnen Sulistyono. Beberapa tahun lalu, katanya, Pemkot Malang menggagas program pembangunan jalan lingkar timur (jalitim) di kawasan Kedungkandang yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Malang, namun sampai sekarang program itu tak kunjung terealisasi. Padahal, kata Harnen, keberadaan Jalitim akan mampu memecah arus lalu lintas yang selama ini terkonsentrasi di tengah kota, sehingga menimbulkan kemacetan luar biasa. Sebab, sekarang saja sejumlah titik di Kota Malang sudah macet luar biasa pada jam-jam tertentu dan ketika "week end" maupun masa liburan sekolah atau kampus. Harnen yang juga Dekan Fakultas Teknik UB itu mengemukakan jika Kota Malang sudah saatnya merealisasikan jalan alternatif yang bisa menghubungankan Kota Malang dengan Kota Batu maupun Kabupaten Malang, sebab jalan di tengah kota sudah tidak memungkinkan lagi untuk dilebarkan. "Sebenarnya, tidak hanya akses dan infrastruktur jalan saja yang seharusnya menjadi perhatian Pemkot Malang, tapi rekayasa lalu lintas juga harus dipikirkan, sebab lahan Kota Malang ini sudah tidak mungkin lagi dilakukan pelebaran jalan. Ongkosnya terlalu tinggi karena harus membebaskan rumah penduduk," katanya. Selain itu, kata Harnen, transportasi masal juga harus dipikirkan. Bagaimana jumlah kendaraan yang setiap tahun terus bertambah ini bisa diminimalkan dengan adanya transportasi masal yang nyaman dan aman bagi penumpang, seperti bus kota yang berkapasitas penumpang sekitar 30 orang. Dari segi teknis, katanya, jalan alternatif jalitim maupun transportasi masal menjadi salah satu solusi yang harus dilakukan. Namun, yang lebih penting lagi adalah ketegasan pemerintah dalam penataan pedagang kaki lima (PKL) dan menertibkan terminal bayangan di sejumlah titik. "Sebenarnya titik awal kemacetan lalu lintas di Kota Malang dan sekitarnya ini kan keberadan PKL yang memakan badan jalan dan terminal bayangan dan sekarang ditambah lagi dengan pesatnya pertumbuhan kendaraan serta penumpukan kendaraan di tengah kota akibat tidak adanya jalur alternatif," tegasnya. Solusi alternatif Sementara Pakar transportasi UB lainnya Achmad Wicaksono mengemukakan, pada 2020 kendaraan yang melaju di wilayah Kota Malang akan sulit bergerak karena jumlah kendaraan yang terus bertambah tanpa diimbangi dengan akses jalan yang memadai. "Kalau tidak ada solusi atau rekayasa arus lalu lintas, kemacetan yang bakal terjadi di Kota Malang justru melebihi beberapa kota besar di Tanah Air, sehingga dalam kurun waktu sekitar delapan tahun ini, pemerintah harus sudah menemukan solusi jangka panjangnya," katanya. Menurutnya, beberapa solusi alternatif yang memungkinkan adalah segera merealisasikan pembangunan Jalitim yang dilanjutkan dengan jalan lingkar barat (jalibar). Pemkot Malang harus menjadikan jalan ini sebagai skala prioritas. Selain itu, lanjutnya, melakukan pembatasan kendaraan pribadi dan menambah angkutan massal yang nyaman dan aman bagi penumpang, seperti komuter yang idealnya sudah beroperasi awal tahun ini serta bus Trans Maya jalur Malang-Batu-Lawang dan Kepanjen-Dampityang juga pernah digagas tiga daerah di kawasan Malang. Angkutan massal alternatif yang mampu mengurai kemacetan itu, tegasnya, harus diseriusi oleh tiga pemda, yakni Kota Malang, Kota Batu dan Kabupaten Malang, sebab lalu lintas harian (LHR) di sejumlah jalan protokol di Malang mencapai 2000-3000 satuan mobil penumpang per jam. "Jumlah ini sangat tinggi untuk ukuran Malang, kalau tidak ada solusi bagaimana arus lalu lintas ke depan, bisa-bisa semua kendaraan tidak bisa bergerak," tegasnya. Ia mengemukakan, pada tahun 2010, kemacetan di Kota Malang yang sudah cukup parah itu justru dibiarkan tanpa ada upaya dari pemerintah setempat untuk mengatasinya. "Seharusnya Pemkot Malang sudah membuat perencanaan jaringan jalan mulai 2010-2030," tegasnya. Berdasarkan data dari Dishub Kota Malang pertambahan jumlah kendaraan (roda dua) setiap bulannya mencapai 3.000 unit dan roda empat sekitar 200 unit. Hanya saja, pertambahan kendaraan tersebut tak diimbangi dengan akses jalan yang memadai. Untuk mengurangi kemacetan asru lalu lintas tersebut Plt Kepala Dinas Perhubungan Syamsul Arifin mengatakan, jika pihaknya telah melakukan sejumlah langkah, di antaranya penertiban parkir sembarangan. Dishub secara rutin akan menertibkan warga yang parkir tidak pada tempatnya. Untuk penertiban tahap awal, sifatnya berupa himbauan, tetapi jika masih melakukan pelanggaran akan kami kenakan tindak pidana ringan (tipiring). Menurut dia, polemik kemacetan lalu lintas yang terjadi di Kota Malang bukan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah, tapi juga kesadaran masyarakat sebagai pengguna jalan. "Masyarakat sendiri juga sering melanggar rambu lalu lintas yang sudah dipasang, kalau semua tertib dan mentaati rambu, saya yakin kemacetan di daerah ini bisa diminimalisasi," tegasnya. Infrastruktur jalan di Kota Malang pertama kali disusun oleh arsitektur dari Belanda, Thomas Crasten. Dan, kondisinya juga disesuaikan dengan masa lalu, dimana Kota Malang sebagai kota peristirahatan yang masih sejuk dan tidak bising oleh suara kendaraan seperti yang terjadi saat ini. Kota Malang saat ini sudah mulai dipadati oleh wisatawan dari luar kota karena sekarang sudah memasuki masa liburan sekolah yang bersamaan dengan cuti bersama Natal. "Saya tidak nyangka Kota Malang sekarang sudah macet sekali, hampir semua jalan padat, terutama jalan-jalan yang terhubung dengan Kota Batu. Kalau tidak ada solusi jalan alternatif, pasti wisatawan akan malas datang ke Malang," kata salah seorang wisatawan dari Jawa Tengah yang ditemui ketika beristirahat di kawasan Alun-alun Batu, Aryani. Ia menegmukakan, beberapa tahun lalu Kota Malang dan batu tidak macet seperti sekarang ini. "Dulu perjalanan kami begitu nyaman, tidak diganggu dengan kemacetan, tapi sekarang sudah hampir sama dengan Surabaya atau Jakarta," katanya.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012