Surabaya - Sebanyak 62 pabrik gula yang tersebar di berbagai daerah baru saja menyelesaikan kegiatan giling dengan produksi gula secara keseluruhan mencapai lebih kurang 2,58 juta ton. Angka produksi itu lebih kecil dibanding target yang dicanangkan pemerintah pada tahun ini sebanyak 2,7 juta ton, namun lebih besar dibandingkan produksi gula 2011 yang hanya sekitar 2,23 juta ton. Dari total produksi nasional tahun ini, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X menjadi penyumbang terbesar dengan produksi mencapai 494.193 atau sekitar 19 persen, diikuti PTPN XI dan Sugar Group yang masing-masing berkontribusi 400.000-an ton atau 16 persen. Banyak faktor yang memicu terjadinya peningkatan produksi gula tahun ini, mulai dari penerapan pola budidaya tebu yang lebih baik (best practice agriculture), dukungan iklim hingga pembenahan di sisi pabrik gula. Kenaikan produksi gula juga diikuti dengan membaiknya rendemen (kadar gula dalam tebu) dari sebagian besar pabrik gula dan harga di tingkat tender. Di PTPN X misalnya, rendemen rata-rata dari 11 pabrik gula yang dikelola sekitar 8,14 persen atau naik dibanding giling 2011 sekitar 7,95 persen. Sementara rendemen di PTPN XI yang mengelola 16 pabrik gula juga naik dan berada di atas angka 7 persen. Dari sisi harga, terjadi kenaikan yang cukup signifikan. Bahkan di awal musim giling sekitar Juni 2012, harga tender gula petani sempat menembus angka Rp11.700 perkilogram. General Manajer Pengembangan Usaha PTPN XI Adig Suwandi menyebut, selain produksi gula saat awal giling yang masih sedikit, kualitas gula yang semakin bagus juga mendorong naiknya harga. "Namun demikian, harga Rp11.700 perkilogram itu merupakan rekor tertinggi tender gula yang pernah dicapai sejak tahun 1990-an," katanya. Menurut Adig, tingginya harga gula lokal kali ini juga dipengaruhi minimnya peredaran gula rafinasi yang dijual bebas di pasaran. "Kali ini (peredaran rafinasi) tidak terlalu membabi buta," tambahnya. Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Gamal Nasir mengatakan, target produksi gula 2,7 juta ton sebenarnya bisa dicapai, seandainya ada penambahan lahan baru untuk budidaya tebu. Pada musim giling 2012, jumlah areal budidaya tebu secara nasional mencapai 451.000 ton. "Minimnya penambahan lahan perkebunan tebu menjadi salah satu faktor yang menghambat produksi gula nasional," kata Gamal Nasir di Jakarta, Senin (3/12). Kementerian Pertanian memproyeksikan produksi gula pada 2013 mampu mencapai 2,8 juta ton, seiring adanya rencana penambahan lahan tebu yang relatif luas sekitar 50.000 hektare di sejumlah daerah. Sebagai salah satu negara yang beberapa tahun silam pernah menjadi produsen gula dunia, pabrik gula yang ada di Indonesia sebenarnya masih berpotensi untuk dioptimalkan produksinya. Paling tidak, produksi tersebut untuk memenuhi kebutuhan gula konsumsi langsung dari masyarakat (di luar kebutuhan industri) yang totalnya sekitar 2,95 juta ton per tahun. Sementara untuk kebutuhan gula bagi industri makanan dan minuman yang jumlahnya lebih kurang 2,7 juta ton per tahun, pemerintah masih perlu melakukan impor dari negara lain dalam bentuk gula rafinasi. Tiga Juta Ton Pemerintah telah mencanangkan program swasembada gula (konsumsi) bisa dicapai pada 2014, dan banyak pihak yang menyatakan optimistis target itu bisa direalisasikan, seiring semakin membaiknya industri pergulaan nasional saat ini. Bahkan, sebagian kalangan pelaku industri gula justru yakin jika target swasembada itu sebenarnya bisa direalisasikan lebih cepat pada 2013, karena potensi 62 pabrik gula yang beroperasi saat ini masih bisa dimaksimalkan. Ketua Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) yang juga Direktur Utama PTPN X, Subiyono, mengemukakan, total kapasitas produksi 62 pabrik gula (termasuk 52 PG milik BUMN) sebenarnya bisa mencapai 3,1 juta ton. Angka produksi sebesar itu dengan asumsi kapasitas produksi 205.000 ton tebu perhari (TCD), rendemen rata-rata 8,5 hingga 9 persen dan waktu giling selama 170 hari. "Kalau produksi gula tahun ini baru sekitar 2,6 juta ton, berarti masih ada inefisiensi pada tingkat 'on-farm' (kebun) maupun 'off-farm' (pabrik). Masalah ini yang perlu dibenahi untuk mencapai produksi maksimal," katanya. Inefisiensi pada sisi on-farm terjadi misalnya karena penerapan pola budidaya yang kurang bagus, termasuk dalam sistem manajemen tebang angkut. Sedangkan dari sisi off-farm, optimalisasi kapasitas pabrik gula yang belum maksimal dan mesin-mesin produksi yang sudah tua, terutama pabrik gula milik BUMN yang merupakan peninggalan Belanda. "Hampir seluruh pabrik gula peninggalan Belanda perlu direvitalisasi, tetapi tentu kebutuhan dananya akan sangat besar. Kondisi yang ada sekarang sebenarnya masih cukup mampu, asalkan ada penanganan yang serius," ujar Subiyono. Terkait inefisiensi, Direktur Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) Dr Aris Toharisman mengakui bahwa sebagian pabrik gula milik BUMN sudah tidak efisien, sehingga produktivitasnya menjadi tidak maksimal. "Memang harus perbaikan dari sisi manajerial pabrik gula, karena efisiensinya masih di bawah standar internasional. Akibatnya, banyak sekali penyusutan (sugar losses) ketika tebu masuk ke pabrik," katanya. Padahal, lanjut Aris, dari sisi budidaya, P3GI telah menghasilkan sejumlah varietas bibit tebu unggul yang produktivitasnya jauh lebih tinggi dari varietas sebelumnya. "Akan tetapi, perbaikan varietas juga harus diimbangi dengan pembenahan manajerial pabrik gula sehingga produktivitas maksimal bisa dicapai," ucapnya. Dikonfirmasi terpisah, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) HM Arum Sabil menegaskan perlunya kebijakan yang komprehensif dari pemerintah untuk mendukung terwujudnya swasembada gula pada 2014, salah satunya program revitalisasi pabrik gula. Dalam pandangan Arum Sabil, program revitalisasi pabrik gula yang dijalankan pemerintah terkesan masih setengah hati, padahal petani dan pabrik gula sudah melakukan berbagai perbaikan dari sisi budidaya tanaman tebu. "Percuma saja P3GI membuat varietas bibit tebu unggul dan petani melakukan pola budidaya tanam dengan baik, kalau hal itu tidak ditunjang pembenahan dari sisi pabrik gulanya. Hasilnya sama saja," katanya. Arum menambahkan, tanpa ada pembangunan pabrik gula baru, sebenarnya kapasitas produksi 62 pabrik gula yang saat ini beroperasi masih mampu dioptimalkan hingga mencapai lebih dari tiga juta ton per tahun. Bahkan, apabila seluruh pabrik gula mendapatkan dukungan lahan yang ideal untuk budidaya tebu dan P3GI membuat varietas bibit unggul dengan produktivitas hingga 100 ton per hektare dan rendemen 10 persen, Indonesia tidak perlu impor gula untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. "Yang jelas, membaiknya kondisi pergulaan tahun ini diharapkan bisa memotivasi petani untuk meningkatkan budidaya tanaman tebu. Pemerintah juga harus mendorong agar produksi pada 2013 makin meningkat lagi," ujar Arum Sabil. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat kunjungan ke Kabupaten Madiun, Jatim, pekan lalu, menyatakan bahwa gula merupakan satu dari lima komoditas strategis yang harus terus ditingkatkan produksinya, selain beras, jagung, kedelai, dan daging sapi. "Produksi tebu sudah cukup baik, namun masih perlu ditambah. Di sini ada Menteri BUMN dan Menteri Perindustrian, kedua menteri ini yang akan bekerja untuk merevitalisasi pabrik gula agar efisien dan lebih menguntungkan," kata Presiden. (*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012