Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) menegaskan penguatan profil dosen menjadi pekerjaan rumah terbesar perguruan tinggi swasta dalam upaya memperkuat tata kelola menuju visi Indonesia Emas 2045.
“Profiling para dosen itu penting. Kualifikasi pendidikan, kepakaran, dan kontribusi dosen itu harus jelas. Idealnya, dosen itu berpendidikan S3 dan memiliki kepakaran yang diakui,” kata Kepala Biro Organisasi dan Sumber Daya Manusia Kemendiktisaintek Bhimo Widyo Andoko dalam dialog kebijakan di Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Jumat.
Ia menegaskan bahwa kontribusi dosen tidak hanya untuk institusi, tetapi juga untuk negara melalui riset yang berdampak pada ekonomi dan sosial masyarakat.
“Kami dari kementerian tentu saja mempunyai kepentingan untuk mengingatkan bahwa nantinya perguruan tinggi menjadi frontliner yang dapat mengimplementasikan program kementerian ke masyarakat,” ujarnya.
Menurut dia, riset, pola pembelajaran, dan pengabdian masyarakat merupakan tiga pilar penting yang harus diperkuat.
“Misalnya penemuan stem cell itu akan membantu pemerintah dan masyarakat di bidang kesehatan. Atau kalau di Untag ada pola audit unggulan, itu juga akan berpengaruh pada masyarakat dan negara,” katanya.
Ia menambahkan bahwa peran para pakar perguruan tinggi dibutuhkan dalam berbagai aspek, termasuk mitigasi bencana.
“Sebelum terjadi bencana, harusnya kita bisa sosialisasi dan mitigasi. Kita punya ahli tsunami di perguruan tinggi, dan itu yang seharusnya bisa dimanfaatkan,” katanya.
Rektor Untag Surabaya, Prof Mulyanto Nugroho menyampaikan kampusnya telah menyiapkan penguatan tata kelola dan sumber daya manusia untuk menyongsong visi 2045.
“Hari ini kita mengadakan dialog tentang bagaimana tata kelola dan SDM untuk Indonesia Emas 2045. Kita sebagai perguruan tinggi unggul di Jawa Timur sudah menyambut ini,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa Untag memiliki banyak pakar di berbagai bidang.
“Contoh misalnya kaitannya dengan bom atau bencana, pakarnya ada di Untag. Kita punya 28 profesor, dan masing-masing punya kepakarannya,” katanya.
Ia menjelaskan penerapan catur dharma Untag, dengan poin keempat berupa patriotisme.
“Patriotisme ini penting, karena seringkali kementerian mempertanyakan bagaimana karakter seseorang. Ini yang kita tanamkan pada mahasiswa dan dosen,” ujarnya.
Ketua Yayasan Perguruan 17 Agustus 1945 (YPTA) Surabaya, J. Subekti, menegaskan pentingnya penguatan tata kelola dan peran guru besar.
“Acara ini kami desain agar tata kelola di Untag semakin meningkat dan efisien. Yang kedua, kami ingin para guru besar benar-benar menunjukkan kepakarannya,” ujarnya.
Ia menolak konsep guru besar tanpa kontribusi nyata.
“Saya tidak ingin para profesor itu hanya GBHN, guru besar hanya nama. Karyanya harus tunjukkan. Kapan inovasi-inovasi spektakuler itu lahir,” ujarnya.
Menurutnya, banyak riset yang harus dilakukan. Jangan hanya mengajar.
"Kita bukan sekadar guru, tapi intelektual yang punya kemampuan riset,” ujarnya.
Editor : Vicki Febrianto
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2025