pastikan hewan tersebut disertai dengan dokumen surat keterangan kesehatan hewan (SKKH),
Jakarta (ANTARA) - Pedagang kambing kurban menganggap surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) ternak penting untuk membuktikan standar hewan kurban yang dijualnya.

“Saya sudah tujuh tahun berjualan di sini. Setiap tahun semua kambing yang saya jual sudah memenuhi standar syar’i dan sehat. Sudah dicek di dinas Jakarta Selatan. Semua kambing sehat,” ujar Badrun  pedagang kurban di Jalan Rawa Simprug, Jakarta, Selasa.

Adanya sertifikat kesehatan hewan ternak bagi Badrun juga menjadi ajang promosi sebab Badrun mengaku terkadang sertifikat itu juga sering ditanyakan oleh pembeli sebelum memboyong kambing-kambing yang dia jual.

SKKH yang dimilikinya bernomor 07/VIII/2019/Kebayoran Lama.

“Iya, sering. Kalangan intelek suka menanyakan sejauh mana kesehatan hewan yang kami jual”, ujarnya.

Senada dengan Badrun, Alwi, pedagang kambing kurban di Jalan Kebayoran Lama mengatakan sudah memiliki sertifikat kesehatan namun ia lupa membawanya.

“Kami ada empat lapak, satu di sini, satu di Cidodol, dan satu di Jalan Padang, dan terakhir di Rawa Simprug. Kami membawa kambing 300-500 ekor kambing dari Purbalingga, Jawa Tengah,” ujar Alwi.

Berat kambing yang mereka bawa dari Purbalingga antara 20 kilogram sampai 90 kilogram. Sedangkan harganya bervariasi antara Rp1.800.000 sampai Rp6.000.000,

Berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 1989 tentang pengawasan pemotongan ternak, perdagangan ternak dan daging di wilayah DKI Jakarta bahwa setiap hewan ternak yang dijual harus dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk menunjukkan tidak adanya penyakit hewan menular strategis (PHMS).

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian menyatakan, meningkatkan pengawasan lalu lintas hewan kurban untuk mencegah perdagangan hewan yang tidak sehat menjelang hari raya Idul Adha.

“Masyarakat memerlukan jaminan untuk kesehatan hewan kurban yang akan mereka potong dan produknya aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH),” kata Direktur Kesehatan Hewan Fadjar Sumping Tjatur Rasa melalui keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.

Sebelumnya, Kementan telah melakukan pertemuan koordinasi pengawasan lalu lintas hewan kurban yang dihadiri oleh Balai Veteriner Unit Pelaksana Teknis di bawah Koordinasi Kementerian Pertanian, Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi dan Kabupaten/Kota, Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI), serta Tim Pengawal dan Pemantauan Hewan Kurban Bantuan Presiden Ditjen PKH.

Fadjar menjelaskan Kesehatan Hewan erat kaitannya dengan syarat utama dalam memilih hewan kurban yang sesuai syariat Islam, yakni tidak cacat, sehat, dan sesuai umurnya.

Hal tersebut dilakukan oleh petugas kesehatan hewan yang melakukan pemeriksaan hewan sebelum dipotong (pemeriksaan ante mortem) guna mencegah penularan penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia (zoonosis).

Jika petugas menemukan hewan kurban yang sakit, harus segera melaporkan ke dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan dengan cepat, sehingga dapat dilakukan observasi dan pemeriksaan lebih lanjut terhadap ternak tersebut.

Namun bila dalam pemeriksaan ditemukan ketidaklayakan untuk dikurbankan, mereka dapat mengambil keputusan untuk menunda hewan tersebut disembelih atau mengganti hewan kurban yang sakit atau cacat dengan hewan kurban yang sehat.

"Untuk memastikan kesehatan hewan kurban, pastikan hewan tersebut disertai dengan dokumen surat keterangan kesehatan hewan (SKKH)," katanya.


Baca juga: Kementan perkirakan kebutuhan kambing/domba untuk kurban 25 juta ekor
Baca juga: 65 mahasiswa IPB memeriksa hewan kurban di Depok


Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019