Jakarta (ANTARA) - Direktur Surat Utang Negara DJPPR Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Loto Srinaita Ginting mengatakan tidak menutup kemungkinan bagi pemerintah untuk menambah porsi utang dalam mata uang China, renminbi atau yuan.

"Kalau memang ke depannya arah kita memang juga ada rencana memang menambah termasuk exposure utang kita dalam renminbi, ruang itu seharusnya terbuka," ujar Loto di Jakarta, Kamis.

Saat ini, Loto mengatakan pemerintah telah menggunakan tiga mata uang yaitu dolar AS, yen dan euro. Sementara, mata uang lain jumlahnya hanya di bawah satu persen.

Meski begitu, dia mengatakan, renminbi bisa menjadi alternatif jika memang memiliki nilai kompetitif dibandingkan dengan tiga mata uang asing lainnya.

"Kita punya dolar AS, euro, yen, kita bisa hitung kira-kira dia (renminbi) masih kompetitif enggak, kalau dia kompetitif sebenarnya ada ruang untuk kita gunakan," kata Loto.

"Kalau memang arah ke depannya ini kapasitas pasarnya sustain, ke depannya selalu ada, dan juga size-nya going forward, makin bisa besar, itu juga bisa menjadi pertimbangan kami," lanjut dia.

Lebih lanjut, Loto mengatakan dalam penambahan porsi renminbi, perlu memperhatikan kepercayaan investor. Menurut dia, investor akan lebih nyaman jika mata uang tersebut telah konsisten hadir dalam pasar itu.

"Bukan cuma opportunistik, kita juga melihat belajar dari pengalaman di pasar internasional, umumnya investor loyal mengharapkan konsistensi kehadiran (mata uang itu) dari borrower di pasar mereka," kata dia.

Oleh sebab itu, pemerintah tidak ingin terburu-buru, melakukan penambahan porsi renbinmi. Terlebih, saat ini pemerintah berniat untuk secara perlahan-lahan mengurangi dominasi utang mata uang asing, dan secara perlahan-lahan meningkatkan porsi mata uang rupiah.

"Kita sudah punya saat ini pasar yang cukup besar unutk menopang kebutuhan foreign denominated influence. Ini yang harus kita hati-hati, jangan terburu-buru, semua elemennya mau dipertimbangkan," ujar Loto.

Baca juga: Renminbi diprediksi makin populer dalam perdagangan Indonesia-China
Baca juga: BI: Penting, pengelolaan utang luar negeri secara baik
Baca juga: Utang luar negeri naik 7,4 persen Mei, melambat dibanding April 2019


Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019