Kita ingin rancangan undang-undang direvisi agar tidak menimbulkan polemik dan perpecahan di tengah masyarakat
Padang, (ANTARA) - Puluhan mahasiswa yang berasal dari Aliansi BEM Sumatera Barat meminta Rancangan Undang Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) direvisi karena mengandung pasal-pasal karet yang multi tafsir sehingga dapat menimbulkan polemik di tengah masyarakat.

Koordinator Pusat Aliansi BEM Sumatera Barat Ismail Zainuddin setelah melakukan aksi di DPRD Sumbar dia Padang, Senin mengatakan ada beberapa pasal karet mulai dari pasal 5, 12, 15, 18 dan pasal 19 dalam rancangan undang undang tersebut.

Ia mengatakan salah satu contohnya adalah pemaksaan perkawinan yang mengatur seorang ayah yang memaksa menikahkan putrinya dapat dipidana padahal ayahnya yang membesarkan putrinya dari kecil hingga dewasa.

Baca juga: Forhati tolak RUU PKS

Ada juga pemaksaan aborsi sehingga tindakan aborsi dan perzinaan diperbolehkan.

"Ada kata-kata yang harus diubah agar undang-undang ini sesuai dengan budaya kita," katanya.

Menurut dia, kedatangan mahasiswa ke DPRD Sumbar menyampaikan tiga tuntutan yakni pertama menolak pasal karet yang bertolak belakang dengan norma bangsa, kedua dilakukan perubahan diksi dan kata-kata multi tafsir dalam rancangan undang-undang tersebut.

Ketiga agar pemerintah mengembalikan peran keluarga sebagaimana mestinya, jangan ada pengambilalihan peran keluarga kepada lembaga formal.

Baca juga: Mahfud dorong RUU PKS segera diteruskan

Ia mengatakan kegiatan ini dilakukan serentak oleh BEM seluruh Indonesia dan pada 25 Juli hingga 29 Juli 2019 Forum Perempuan BEM Seluruh Indonesia akan menggelar aksi di MPR.

"Kita ingin rancangan undang-undang direvisi agar tidak menimbulkan polemik dan perpecahan di tengah masyarakat," katanya

Sementara Wakil Ketua DPRD Sumbar Arkadius mengatakan pihaknya tidak menolak rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual selama baik untuk masyarakat.

Baca juga: Aliansi Muslimat Aceh tolak rancangan undang-undang PKS

"Kita terima masukan dari mahasiswa dan akan disampaikan kepada pemerintah pusat dan DPR RI agar persoalan ini menjadi perhatian mereka. Jangan lagi ada pasal karet yang multi tafsir yang tidak sesuai dengan norma bangsa," kata dia.

Pewarta: Mario Sofia Nasution
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019