London (ANTARA) - Gedung percetakan raksasa Printworks London yang dulu mencetak koran The Daily MailMetro dan Evening Standard, kini menjadi saksi bisu kejayaan media cetak di Kerajaan Inggris, dipilih sebagai tempat Konferensi Global Kebebasan Media pada 10 dan 11 Juli lalu.

Ketiga koran dengan sirkulasi terbesar di Inggris, terutama di London itu dicetak di percetakan Printworks selama 24 tahun, namun dihentikan sejak tahun 2013 kemudian dipindah ke berbagai percetakan agar bisa bertahan untuk diedarkan secara gratis di setiap stasiun kereta api pada pagi dan sore di tengah maraknya media daring yang menyajikan berita terkini dengan cepat.

Kekhawatiran akan matinya media cetak ditengah-tengah maraknya hoaks, ancaman pada kebebasan pers dan banyaknya insan pers yang menjadi korban karena berita yang mereka buat juga menjadi perhatian dalam Konferensi Global Kebebasan Media yang digelar di London selama dua hari.

Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt dan Menteri Luar Negeri Kanada Chrystia Freeland menjadi tuan rumah konferensi yang membahas berbagai isu dan mengkaji tantangan yang dihadapi kebebasan media dan peluang yang dapat dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi jurnalis.

Dalam pertemuan yang dihadiri sekitar seribu insan pers, pejabat, akademisi, dan aktivis dari hampir 100 negara itu, delegasi Indonesia dipimpin Menteri Rudiantara dan beranggotakan Duta Besar Indonesia untuk Inggris Rizal Sukma, Staf Khusus Menteri Bidang Media dan Komunikasi Publik Kemkominfo Deddy Hermawan dan Bambang Harimurti, serta pengelola Program Media dan Informasi di Yayasan Tifa, R Kristiawan.

Menurut Rudiantara, fenomena media cetak yang mulai ditinggalkan pembaca tidak saja terjadi di Indonesia, tetapi juga di Inggris dan diberbagai belahan dunia lain sehingga media massa, terutama media cetak, harus kembali memenangkan kepercayaan publik dan membedakan diri dengan media sosial yang lebih bebas.

Hampir seluruh insan media masa di dunia menghadiri acara konferensi yang membahas berbagai topik sayangnya dua media besar Rusia dilarang menghadiri pertemuan ini. Pemerintah Inggris mengatakan Sputnik dan RT News dilarang karena peran aktif mereka dalam menyebarkan informasi yang salah.

Terkait tema yang dibahas, forum terbagi dalam empat tema dasar, yakni proteksi dan persekusi, termasuk impunitas jurnalis; kerangka nasional dan legislasi; membangun kepercayaan di media dan melawan disinformasi; dan keberlanjutan media.

Konferensi semakin menarik dengan kehadiran Amal Clooney, pengacara hak asasi manusia dan aktivis kemanusiaan internasional, yang ditunjuk oleh Menlu Hunt sebagai utusan khusus pemerintah Inggris untuk kebebasan media.

Amal Clooney mengatakan bahwa dia merasa terhormat ditunjuk sebagai utusan khusus kebebasan media oleh pemerintah Inggris.

Sebagai utusan khusus untuk kebebasan media, Amal akan membentuk panel berisi para pakar yang akan memberikan saran kepada pemerintah untuk memperkuat perlindungan hukum bagi jurnalis.

Di akhir konferensi, para peserta membacakan Ikrar Global tentang Kebebasan media menghadapi ancaman yang semakin meningkat di seluruh dunia. Jurnalis dan organisasi media semakin dihadapkan pada pekerjaan vital mereka dengan undang-undang yang membatasi, tindakan hukum yang menghukum, dan kekerasan fisik.

Pers di Indonesia

Dalam pernyataan sikap pemerintah Indonesia dalam konferensi itu terkait kebebasan pers, Menkominfo Rudiantara menyebutkan media massa, terutama media cetak, harus kembali memenangkan kepercayaan publik dengan membedakan diri dari media sosial yang lebih bebas dan tidak diwajibkan untuk memenuhi aturan pers.

Dalam pernyataan sikap pemerintah Indonesia itu, Rudiantara mengatakan akurasi, kedalaman, kemandirian, keseimbangan, masih menjadi kekuatan jual media massa dalam jangka panjang.

“Sayangnya, apa yang sering terjadi sekarang adalah bahwa pers secara stylistically seperti media sosial, baik dalam gaya presentasi dan kurangnya akurasi,” kata dia.

Mengutip survei Q3 Nielsen Consumer & Media 2017, berita andal dan berita utama yang menarik adalah dua hal yang membuat pembaca tetap memilih koran. Sedangkan untuk majalah atau tabloid, audiens menantikan artikel seperti kisah nyata dan informasi mode. Artinya, pembaca media masih merindukan kehadiran sensasi yang agak kuno. 

Di sisi lain, media massa juga harus mencari model bisnis baru karena tren penurunan sirkulasi media cetak. Belum banyak solusi yang muncul dari masalah penurunan sirkulasi media cetak, meskipun bisnis ini menyangkut kehidupan banyak orang dan menjadi masalah yang terlihat di depan mata.

"Jatuhnya bisnis media cetak dalam beberapa tahun terakhir, dan pindah ke daring akan luar biasa jika bisnis media cetak dapat berinovasi untuk mengambil gaya startup dalam menghadapi tantangan bisnis media,” kata Rudiantara.

Menkominfo juga menyebutkan kemajuan teknologi digital sebagai tantangan media untuk mengubah strategi pemasaran.

“Yang paling penting adalah sumber daya manusia dan kompetensi yang dapat menciptakan inovasi pemasaran baru dengan memanfaatkan teknologi,”kata dia.

Di luar tren bisnis media massa, menurut salah satu peserta dari Indonesia, R Kristiawan, yang terpenting bagi Indonesia adalah bagaimana meningkatkan kualitas keselamatan para jurnalis dalam melakukan kegiatan jurnalistik.

“Harapan saya, semoga ada kerja sama antar-stakeholder, antara lain pemerintah, perusahaan media dan asosiasi jurnalis, dalam membuat rencana nasional untuk keselamatan jurnalis seperti yang direkomendasikan PBB dan SDGs (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan),” ujar pengelola Program Media dan Informasi di Yayasan Tifa itu.

 

Editor: Azizah Fitriyanti
Copyright © ANTARA 2019