Jakarta (ANTARA) - Siswa sekolah di Collège Jacques Prévert, Châteauneuf mengelar pertunjukan gamelan Jawa dan angklung yang dikemas dalam musik kontemporer dan digabungkan dengan penjelasan lukisan tapiseri karya Jacques Lurcat membawa pesan bahaya bom atom terhadap kehidupan manusia dan lingkungan.

Atdikbut Paris, Prof. Warsito kepada Antara di Jakarta, Sabtu mengatakan tidak seperti siswa Sekolah Menengah Pertama (collège) pada umumnya di Prancis, pada bulan Juni akhir semester menjelang liburan musim panas, sekitar 27 siswa unjuk kebolehan menabuh gamelan di museum Jean Lurçat di Kota Angers, di Provinsi Pays de la Loire, sekitar dua jam setengah perjalanan dari Paris pada Jum'at (7/6) selama dua sesi, mulai pukul 10.30 sampai pukul tiga sore.

Pertunjukan dilengkapi sorot lampu berwarna warni dengan iringan suara gamelan dan angklung, bersamaan dengan rekaman suara asli dari Jacques Lurcat yang didubbing dengan suara siswa siswi College Jacques Prevert tentang pesan bahaya bom atom terhadap kehidupan manusia dan lingkungan.

Sekitar 325 penonton terdiri dari para siswa di sekitar kota Angers, guru, pengelola musium, beberapa wali murid, serta pejabat daerah setempat diantaranya Ibu Regine Brichet, sekretaris daerah Pays de la Loire menghadiri pertunjukan seni budaya Indonesia. Ibu Regine Brichet mengapresiasi sekolah Collège Jacques Prévert, Châteauneuf yang mampu menjalin kerjasama dengan Indonesia, suatu prestasi yang luar biasa, ujarnya.

Kegiatan diawali dengan penjelasan oleh guru seni musik, Mr Sylvain Scholastique, tentang pentunjukan seni budaya Indonesia dan menyampaikan terima kasih kepada pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah menghibahkan seperangkat gamelan pada tahun 2016.

Syvain secara khusus menyampaikan terima kasih kepada KBRI Paris atas pembinaan dan perhatiannya selama ini.

Beberapa pengunjung menyampaikan kekagumannya terhadap kemampuan siswa siswi Collège Jacques Prévert yang trampil menabuh gamelan. Memang tampak aneh terkadang menurut orang Prancis, karena menabuh gamelan seperti itu tentu tidak mudah diperlukan latihan dan bimbingan dari guru pelatih yang hebat, itulah komentar beberapa penonton yang hadir.

Banyak pertanyaan dilontarkan penonton tentang berapa lama berlatih, nama gamelan, sampai pada kapan dan cara membuat gamelan juga ditanyakan. Sylvain, yang pernah belajar gamelan di Yogyakarta dan Solo, dengan telaten menjawab berbagai pertanyaan tersebut.

Secara terpisah, Kepala Sekolah, Mr Rigouin, menyampaikan dengan belajar seni gamelan siswa belajar multi potensi, seperti seni budaya, konsentrasi, dan juga kesabaran. Siswa harus sabar menunggu untuk menabuh gamelan sesuai dengan giliran lirik lagunya. Tentu dengan seni gamelan ini, para siswa akan mengaktifkan seluruh panca inderanya, ujarnya.

Sementara itu Wakil Dubes KBRI Paris, Agung Kurniadi, menyampaikan apresiasi yang tinggi dan bangga kepada siswa yang mampu menabuh gamelan dan angklung yang baru beberapa waktu lalu dihibahkan dan berhasil ditunjukkan di depan publik. Ia juga menyampaikan apresiasi dan penghargaan kepada Kepala Sekolah Mr Riguin, dan pengajar seni Mr Sylvain Scholastique dengan konsisten mengajarkan seni gamelan di sekolah.

Atdikbut Paris, Prof. Warsito mengatakan saat ini, sedang diproses adanya sister school antara Collège Jacques Prévert ini dengan SMP yang ada di Yogyakarta dan Solo, sampai saat ini ada beberapa SMP yang sudah siap melakukan.

Diharapkannya tidak hanya pembelajaran tentang gamelan yang menjadi obyek dari sister school tetapi juga konten pembelajaran hingga pertukaran pelajar atau guru.Ketika siswa belajar gamelan dan angkung, secara otomatis mereka juga belajar budaya , Bahasa Indonesia, serta bahasa Jawa. Inilah salah satu misi tujuan diplomasi budaya kita, adanya integrasi.

Dikatakannya pengetahuan para siswa tentang Indonesia ini juga sangat penting, tentunya mereka akan bercerita tentang Indonesia kepada orang tua, teman bermain dan kelak ketika siswa tersebut dewasa akan timbul keinginan untuk mengetahui lebih jauh tentang Indonesia.

Pewarta: Zeynita Gibbons
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019