"Alhamdulillah kami sudah sampai Jakarta kemarin, Pak. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Antara dan KJRI Shanghai. Kami sangat bangga dan terharu atas kinerja Bapak-Bapak yang begitu gigih membela hak-hak kami."
Beijing (ANTARA) - Enam dari tujuh awak kapal berkewarganegaraan Indonesia yang sempat terkatung-katung di perairan laut wilayah China dan Taiwan akhirnya bisa berkumpul bersama keluarga di Tanah Air.

"Alhamdulillah kami sudah sampai Jakarta kemarin, Pak. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Antara dan KJRI Shanghai. Kami sangat bangga dan terharu atas kinerja Bapak-Bapak yang begitu gigih membela hak-hak kami," kata Kapten Kapal Jixiang, Waryanto, dalam pesan singkatnya kepada Antara di Beijing, Rabu.

Dari tujuh ABK Jixiang, hanya Zaenal Haris yang bertugas sebagai juru mesin yang belum bisa dipulangkan karena masih menunggu proses administrasi.

"Dia dijanjikan pulang satu atau dua hari ini Pak," kata Waryanto, 41 tahun, yang melewatkan kelahiran anak pertamanya tiga pekan yang lalu karena ketidakjelasan nasibnya di tengah laut nun jauh dari kampung halamannya.

Ia dan kawan-kawan belum memikirkan rencana selanjutnya karena masih butuh waktu untuk melepas rindu bersama keluarganya dan atas pertimbangan lain.

"Kami harus banyak pertimbangan agar kejadian serupa tidak terulang lagi. Kami jera bekerja yang ternyata ilegal itu," tuturnya.

Waryanto sudah 18 tahun berprofesi sebagai pelaut. Namun baru kali ini dia tertipu hingga dipekerjakan secara ilegal di kapal berbendera Sierra Leone yang dioperasikan perusahaan pelayaran asal Taiwan itu.

Kapal Jixiang ditangkap Badan Keamanan Laut China (MSA) pada 17 April 2019 di perairan Shanghai atas pelanggaran memasuki wilayah secara ilegal.

Kapal tersebut mengangkut gula dari Taichung dan Taipei, Taiwan, tujuan Hong Kong. Namun pemilik kapal memerintahkan Waryanto memutar haluan ke utara melalui Shanghai, padahal Hong Kong di baratdaya.

Saat ditangkap, pemilik kapal tidak segera membayar denda yang ditetapkan oleh MSA dan Imigrasi China sehingga ketujuh ABK tersebut seoalah-olah menjadi sandera.

Setelah didesak pihak Konsulat Jenderal RI di Shanghai, pemilik kapal bersedia membayar denda sehingga kapal bisa meninggalkan perairan China pada Minggu (12/5) lalu.

Namun negosiasi atas penahanan ijazah para ABK dan pembayaran gaji masih alot sehingga pemulangan pun tidak bisa segera dilakukan.

Bahkan, kata Waryanto, para ABK tersebut kembali tidak jelas nasibnya di Kaohsiung, Taiwan.

"Yang penting kami sudah bisa pulang Pak, meskipun janji pemberian bonus oleh perusahaan tidak juga ditepati," ujarnya menambahkan. 

Baca juga: Tujuh pelaut Indonesia berharap segera dipulangkan
Baca juga: Tujuh ABK WNI terkatung-katung dua pekan di perairan Shanghai

Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019