Jakarta (ANTARA) - Bendahara Pengeluaran Pembantu Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional Kemenpora periode 2017-2018 Supriyono menjelaskan bahwa pemberian "fee" dari Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) untuk Kementerian Pemuda dan Olahraga sudah biasa.

"Biasanya KONI menyiapkan itu 'commitment fee' untuk proposal-proposal yang sudah cair. Setahu saya pejabat yang dapat biasanya bersinggungan ada PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), KPA (Kuasa Pengguna Anggaran), tim verifikasi lalu bendahara," kata Supriyono dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Supriyono bersaksi untuk Deputi IV bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana yang didakwa menerima suap berupa satu unit mobil Fortuner senilai Rp480 juta, uang Rp400 juta dan satu unit ponsel Samsung Galaxy Note 9 sejumlah total sekira Rp900 juta dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Olahraga Nasional Indoensia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum (Bendum) KONI Johny E Awuy.

"Saya pernah 'ngobrol' dengan Pak Ending memang seperti itu sejak saya masuk di kedeputian Olahraga pada 2017, sebelumnya saya di Kepemudaan 2008-2017," tambah Supriyono.

Menurut Supriyono, yang biasa menyepakati pemberian suap disetujui oleh Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy.

"Untuk 'fee' itu yang mengatur saya dengar Pak Ulum, sesprinya Pak Menteri," ungkap Supriyono.

Supriyono juga mengaku pernah menerima jatah "fee" tersebut.

"Saya pernah dikasih THR tahun 2018 jumlahnya Rp50 juta, saya juga pernah terima Rp250 juta untuk uang pembelian Fortuner," tambah Supriyono.

Ikhwal pemberian uang tersebut, Supriyono menjelaskan bahwa Ending menghubunginya karena bantuan ke KONI tidak kunjung cair jadi Supriyono pun mengusulkan agar Ending bicara langsung ke Mulyana sebagai Deputi IV Kemenpora atau minta tolong Miftahul Ulum untuk menyampaikan ke menteri.

"Saya tidak tahu kenapa tidak cair-cair tapi Pak Mulyana pernah mengatakan mungkin bantuan ke KONI pada 2018 tidak dicairkan. Lalu saya usulkan coba minta tplong langsung ke Pak Ulum supaya langsung dicairkan ke menteri, asumsi saya kalau Pak Menteri langsung perintahkan Pak Mul tidak akan menolak," ungkap Supriyono.

Supriyono mengaku bahwa memang di Kemenpora juga biasa dilakukan peminjaman dari sumber dana lain untuk menutupi kebutuhan di kementerian tersebut.

"Juli 2017 tagihan sudah menumpuk sampai kegiatan September 2017. Seluruh tagihan yang dipakai di Kemenpora belum terbayar karena itu kita banyak memakai pinjaman baru setelah uang cair kita bayar. Pada 2018 awal kita lakukan kegiatan-kegiatan tapi sampai April belum ada pencairan dana makanya saya pergi ke KONI untuk pinjam Rp1 miliar," tambah Supriyono.

Uang Rp1 miliar tersebut juga digunakan Supriyono antara lain untuk membelikan mobil Fortuner untuk Deputi IV Kemenpora Mulyana yang meminta dibelikan mobil baru.

"Banyak buka tutup buka tutup banyak pinjaman karena anggaran operasional belum ada, ini juga masih ada utang untk kegiatan Sea Games 2017 di Malaysia," ungkap Supriyono.

Pemberian suap kepada Mulyana ditujukan untuk pencairan dua dana hibah yaitu pertama proposal hibah tugas pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi Olahraga Nasional pada multi event Asian Games ke-18 dan Asian Para Games ke-3 pada 2018 senilai Rp30 miliar dan kedua proposal pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun 2018 dengan pencairan senilai Rp17,971 miliar.

Baca juga: KPK sampaikan tujuh hal respons kritik ICW dan TII
Baca juga: Karyawan KONI mengadu ke Kemenpora karena keterlambatan gaji
Baca juga: Saksi akui serahkan Rp400 juta ke aspri Menpora
Baca juga: Sekjen Kemenag kembali dikonfirmasi soal seleksi jabatan

 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019