Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman menginginkan pemerintah mengkaji ulang penunjukan Bulog sebagai importir bawang putih karena berpotensi memunculkan perlakuan tidak adil kepada pelaku importir lainnya.

"Posisi Bulog sebagai BUMN dan hilangnya kewajiban menanam untuk impor memunculkan perlakuan tidak adil kepada pelaku importir lain. Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakadilan dan persaingan yang tidak sehat," kata Assyifa Szami Ilman di Jakarta, Minggu.

Menurut Ilman, penugasan Bulog berpotensi menimbulkan perbedaan perlakuan terhadap importir lainnya.

Ia berpendapat bahwa impor yang akan Bulog lakukan ini tidak perlu mematuhi aturan Permentan nomor 38 tahun 2017 mengenai kewajiban tanam 5 persen dari volume impor.

Sedangkan di saat bersamaan, lanjutnya, importir lain tetap harus mematuhi ketentuan tersebut sehingga mengakibatkan adanya perbedaan struktur biaya produksi yang harus ditanggung pengusaha impor lain yang tidak dialami oleh Bulog.

"Pengusaha impor, selain Bulog, juga harus menghadapi tantangan lain seperti beban bagi hasil kepada petani bawang putih dan belum lagi adanya kuota impor yang harus dipenuhi," katanya.

Beragam tantangan itu, ujar dia, pada kenyataannya tidak harus ditanggung Bulog melalui penunjukkan impor tersebut.

Ilman menyatakan apabila memang perlu tindakan impor sesegera mungkin untuk menstabilkan harga, sebaiknya pemerintah juga turut mengikutsertakan pengusaha impor lain dalam kegiatan impor dalam rangka stabilisasi harga ini.

"Siapapun pelaku impornya, mau Bulog ataupun swasta, pada dasarnya dapat membantu menurunkan harga bawang putih dengan efisien apabila impor untuk stabilisasi harga ini tidak perlu ada wajib tanam," ucapnya.

Ia juga berpendapat bahwa kemampuan kemampuan teknis Bulog dalam mengimpor bawang putih pun tidak serta merta membuat institusi tersebut lebih pantas untuk mengimpor secara efisien dibandingkan dengan pengusaha impor lain yang sudah lebih berpengalaman.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019