Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Noor Sidharta menegaskan korban terorisme masa lalu akan mendapatkan kompensasi, setelah ada UU Tindak Pemberantasan Terorisme yang baru.

"Kompensasi itu adalah bentuk perhatian negara dalam bentuk uang tunai kepada para korban terorisme masa lalu, dan akan dibayarkan LPSK dengan catatan mereka harus mendapat surat keterangan dari BNPT," kata Noor dikutip dari siaran pers di Jakarta, Jumat.

"Jadi, koordinasi antara kami dengan BNPT harus jadi satu, kami tak bisa bekerja sendiri. Kami bisa membayar tergantung surat dari BNPT," jelas Noor dalam Forum Komunikasi Penyintas (Forsitas) 2019 di Bali, Kamis (21/3).

Saat ini, LPSK sedang menyusun Peraturan Pemerintah (PP) untuk merealisasikan kompensasi tersebut. LPSK juga terus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan terkait besaran kompensasi tersebut karena sejauh ini masih belum diputuskan berapa kompensasi yang diberikan untuk korban meninggal, sakit, dan cacat seumur hidup.

Rencananya kompensasi itu dibayarkan dalam kurun waktu tiga tahun dari Juni 2018 sampai Juni 2021.

"Dalam waktu tiga tahun semua korban harus dapat kompensasi. Anggarannya belum dihitung. Data yang sampai ke kami baru ada 121 korban dari total kira-kira 500 samai 600 orang," ujar Noor Sidharta.

Sementara itu Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis mengatakan Forsitas dibentuk untuk membuktikan negara hadir bersama penyintas atau korban selamat terorisme.

Menurut Hendri, Forsitas dilaksanakan bukan untuk mengingat atau mengenang kembali trauma yang pernah terjadi, melainkan untuk menghubungkan tali persaudaraan dan kasih sayang di antara sesama penyintas, serta saling menguatkan setelah menjalani hari-hari yang berat pascaaksi terorisme yang dialami.

Ia berharap para penyintas dapat saling mendukung, memberi semangat, dan bangkit bersama karena yang mereka perlukan dalam menghadapi berbagai potensi ancaman tidak lain adalah kebersamaan.

"Semangat kebersamaan dalam melawan dan mencegah terorisme inilah yang patut kita tumbuh kembangkan serta pelihara bersama sehingga potensi aksi terorisme akan dapat dicegah dan tidak lagi memiliki ruang dalam kehidupan bangsa Indonesia," papar Hendri.

Kasubdit Pemulihan Korban BNPT Kolonel Czi Roedy Widodo mengungkapkan, acara ini diikuti 37 orang penyintas dari Jabodetabek, 17 orang korban bom Surabaya, dan 37 orang korban bom Bali 1 dan 2.

Penyintas Jabodetabek terdiri atas korban bom Kedubes Australia Kuningan, Thamrin, JW Marriot, Kampung Melayu, dan kerusuhan Mako Brimob.

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019