Palu (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas-HAM) Perwakilan Sulawesi Tengah menilai bahwa korban bencana gempa, tsunami dan likuifaksi di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala (Pasigala), tidak perlu menyampaikan tuntutan bila pemerintah sadar bahwa apa yang di tuntut merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah.

"Tuntutan masyarakat korban bencana alam tersebut mestinya tidak perlu ada, jikalau otoritas pemerintahan sadar dan faham bahwa Itu adalah kewajiban bagi otoritas pemerintahan yang ada untuk memenuhi tanpa di minta," ucap Ketua Komnas-HAM Perwakilan Sulteng Dedi Askary, di Palu, Selasa.

Pernyataan itu sekaitan dengan kongres korban bencana gempa, tsunami dan likuifaksi di Pasigala, Sulteng, pada Senin (11/3), yang menghasilkan empat belas tuntutan kepada pemerintah.

Dedi Askary mengatakan tuntutan korban bencana di Pasigala, merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemerintah sebagaimana yang diperintahkan berbagai instrumen hukum, baik Instrumen Hukum Internasional maupun instrumen hukum nasional.

Ia menegaskan, negara harus memastikan pemenuhan, pemulihan dan Penegakan Hak Asasi Manusia bagi korban bencana alam dilaksanakan dengan baik dan benar.

Ironisnya, sebut dia, dalam banyak hal korban bencana seperti diabaikan pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budayanya. Padahal, negara telah meratifikasi kovensi hak ekonomi, sosial dan budaya.

Dia mengutarakan, indikator utama dalam mendorong penanganan korban bencana alam agar lebih bermartabat dan berkeadilan, untuk menjadi perhatian semua pihak, utamanya oleh pemerintahan untuk memastikan pemenuhan hak korban.

"Patut diingat, pelanggaran HAM terjadi karena kesengajaan, pembiaran, dan atau ketidaksengajaan (kelalaian), dalam soal risiko atau akibat dari bencana. Tuntutan korban, mutlak menjadi tanggung jawab pemangku kewajiban, yakni negara lewat representasinya yang duduk di pemerintahan," kata dia.

Dedi Askari menyatakan, pemerintah mutlak dan harus melakukan pemenuhan hak yang menyangkut hak-hak dasar masyarakat korban atau yang terdampak, semisal air bersih, kebutuhan bahan makanan, tempat tinggal, kesehatan dan pemenuhan masyarakat yang berkebutuhan khusus.

Lebih jauh, kata dia, HAM hadir untuk melindungi orang-orang dari segala bentuk pelanggaran, semisal mencegah korban bencana menjadi korban perdagangan manusia, pelecehan seksual, pemerkosaan, diskriminasi (dalam penyaluran bantuan, serta pemenuhan sarana dan prasarana dalam pengungsian) dan pengabaian atas partisipasi dan akses atas informasi.

Mengutamakan pemenuhan hak korban adalah pengakuan eksplisit atas kerangka normatif yang mengikat secara hukum berkenaan dan/atau berkaitan dengan hak-hak, tugas, tanggung jawab dan akuntabilitas yang mengintegrasikan norma, standar dan prinsip-prinsip hak asasi manusia kedalam rencana, kebijakan dan implementasi dalam proses pelaksanaan pembangunan kembali pascabencana.

"Tidak suka-suka atau sekehendak hati, tetapi jadikan korban lebih bermartabat. Harus di ingat, korban bukan anggota dari pasukan militer yang siap gerak, siap gerak terus. Korban butuh suasana yang dialogis, partisipatif dan segera dipenuhi hak-haknya," ujar Dedi Askary.*


Baca juga: Wapres: Relokasi Sulteng terkendala pengembalian lahan HGU milik pemerintah

Baca juga: Kedepankan dialog dalam tentukan relokasi korban bencana Sulteng





 

Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019