Jayapura (ANTARA News) - Berbicara soal sepak bola sudah pasti semua pihak akan kagum dengan talenta pesepak bola dari Papua, timur Indonesia tanpa mengenyampingkan daerah lainnya di nusantara.

Setiap musim sudah pasti, ada pemain baru yang diorbitkan oleh klub-klub asal Papua baik di liga 1 hingga liga III atau dari sekolah sepak bola (SSB).

Dan yang paling banyak mengorbitkan pemain muda asal Papua adalah klub Persipura Jayapura, selain klub seperti Perseru Serui, Persiwa Wamena, dan Persewar Waropen.?

Sebut saja, beberapa nama pesepak bola yang sangat terkenal dalam 10 tahun terakhir, seperti Eduard Ivak Dalam, Boaz TE Solossa, Christian Warobay, Ian Louis Kabes, Imanuel Wanggai, Yohanes Ferdinando Pahabol dan sejumlah nama lainnya.

Ada juga pemain asal Papua yang terkenal dari klub liga, seperti Erol FX Iba, Eli Aiboy, Yanto Basna hingga Terens Puhiri yang terkenal bisa berlari seperti kijang.

Pemain sekelas Eduard Ivakdalam terkenal piawai mengatur ritme permainan Persipura Jayapura, bahkan dia disebut sebagai `jenderal lapangan tengah` tim asal Kota Jayapura dan Papua itu.

Boaz TE Solossa yang akrab disapa Boaz dengan nomor punggung 86 di timnya Persipura Jayapura dan mengenakan nomor punggung 7 di tim nasional. Boaz terkenal ketika jaman Piter White membesut timnas pada saat Piala Tiger 2004. Pemain kelahiran Sorong, Papua Barat itu bermain memukau dan dijuluki bayi ajaib.

Ian Louis Kabes, tidak setenar rekannya Boaz tetapi bisa bermain dalam berbagai posisi, baik pada sektor pertahanan, tengah dan penyerang. Dia dijuluki si `pemalu` oleh rekan-rekan wartawan di Jayapura, karena ketika akan di wawancara selalu menghindar.

Kabes sapaan akrabnya merupakan penyeimbang lini tengah Persipura usai masa keemasan Eduard Ivakdalam selesai. Dia biasa dibantu oleh Imanuel Wanggai yang terkenal sebagai "tukang angkut air" atau pemutus serangan lawan.

Lalu, dalam lima tahun terakhir, ada juga nama Lukas Mandowen, Ricky Kayame, Marinus Maryanto Manewar, Osvaldo Haay, dan terakhir Todd Rivaldo Ferre, si anak ajaib asal Sentani, Kabupaten Jayapura.

Todd bersinar dalam Piala AFF U-19 2018 dengan tiga golnya ke gawang timnas Qatar, meski pada akhirnya harus mengakui keunggulan tim lawan.

Sejumlah nama-nama tersebut, merupakan mutiara asal Papua yang bersinar di kancah nasional hingga Asia. Bahkan pemain sekelas Boaz sempat ditawari oleh klub asal Belanda.

"Mereka semua ini tidak lepas dari pembinaan sepak bola yang dilakukan di Papua," kata Cris Leo Yarangga, legenda Persipura Jayapura yang terkenal dengan tendangan "geledek"nya.



Perlunya Pembinaan

Mantan asisten pelatih Persipura Jayapura itu bersama seniornya Mettu Dwaramuri itu menilai, untuk menjaga nama baik sebagai gudang atlit bola dan regenerasi pesepak bola asal Papua diperlukannya pembinaan, yang dilakukan secara berjenjang dan berkelanjutan, sehingga ke depan talena-talenta asal Bumi Cenderawasih terus mewarnai jagad sepak bola tanah air, bahkan ke Asia dan Eropa.

"Pemerintah pusat dan daerah lewat intansi terkait harus campur tangan. Lakukan pembinaan terhadap sekolah sepak bola yang ada di kabupaten dan kota di Papua, termasuk SDM yang mengelolanya hingga kepada pelatih dan wasit," kata ayah dari Chiko Yarangga yang terlibat dalam SSB Nafri sebagai direktur teknik.

Chris mengakui bahwa kurangnya pemain asal Papua ditingkat pada kategori umur di timnas, karena kurangnya pembinaan secara berjenjang dan berkelanjutan karena semua pemangku kepentingan harus terlibat dalam pembinaan sepak bola, bukan satu dua pihak.

"Fachry Husaini pernah ke Jayapura dan sampaikan ke saya. Bakat alami anak-anak Papua sudah ada, tinggal dipoles saja dengan latihan dan jam terbang," ungkap Chris membeberkan pandangan rekannya semasa aktif di sepak bola.

Senada itu, Thomas Alva Edison Madjar yang membawa SSB Batik raih peringkat ke empat pada Danone Cup 2018 mengatakan pembinaan ditingkat usia dini hingga ke usia remaja memang perlu terus dilakukan secara berkelanjutan, karena Papua sangat terkenal dengan pemasok atlit bola.

Berbagai turnamen ataupun pertandingan sepak bola di tingkat kelompok umur harus diperbanyak sehingga para pemain bisa memiliki jam terbang dan pengalaman tanding yang setara dengan daerah lainnya, sehingga bisa dilirik oleh timnas dan pemandu bakat.

Selain itu, Thomas juga mengatakan perlunya pembenahan pada hal teknis lainnya seperti lisensi pelatih, sistem perwasitan, dukungan anggaran dan sponsor. Hal ini penting dan menarik untuk dibahas, karena pembinaan sepak bola tidak akan berjalan jika tidak didukung oleh SDM yang mumpuni.

"Percuma saja ikuti kursus kepelatihan, kalau ujung-ujungnya laga itu sudah dibeli, diatur skornya, diatur golnya. Kapan sepak bola kita akan maju dan berbicara banyak di Asia? Itu karena faktor lainnya tidak mendukung. Saya sayangkan adanya mafia sepak bola," kata Thomas.

Mengenai pembinaan, Wakil Ketua Umum Asprov Papua Rocky Bebena ketika ditemui disela-sela turnaman sepak bola Argapura Cup di Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura Sabtu (16/2) pekan kemarin mengungkapkan bahwa PSSI telah membuat konsep kurikulum yang terbaru yaitu filosofi sepak bola Indonesia atau filanesia.

Filanesia itu sepak bola berjenjang pada kelompok umur yang nantinya akan bermuara pada timnas. PSSI membuat kurikulum ini untuk membentuk timnas yang solid pada tiap jenjang dengan harapan bisa meraih prestasi tertinggi, juara pada tiap tingkatan turnamen atau pertandingan.

Asprov Papua juga terus lakukan pembenahan dengan memperbanyak turnamen atau pertandingan yang tentunya disesuaikan dengan agenda induk organisasi sehingga muaranya jelas. Hanya saja ada beberapa turnamen atau laga yang tidak ditindaklanjuti oleh pusat.

"Tahun ini akan dimulai dari U-13, U-16 dan U-19. Ini tahapan yang dikonsep oleh federasi dan wajib dibuat akademi. Ini dilaporkan tiap semester atau pertahun, akan ketahuan tim mana yang melaksanakan atau tidak. Tentunya dengan pelatih yang berlisensi sehingga target PSSI dalam 5-10 tahun ke depan akan tercapai," kata Rocky.

Rokcy juga mengakui bahwa pembinaan sepak bola bukan saja dilakukan dari satu sisi, tetapi dari aspek lainnya juga harus diperhatikan, apalagi berbicara soal geografis di Papua, untuk suatu turnamen lokal saja butuh biaya yang besar, belum lagi dukungan infrastruktur yang belum memadai.

"Sehingga, tiap kali ada turnamen lokal antar daerah Papua dengan sistem tuan rumah dan tandang akan diprotes oleh klub atau tim, karena mereka terkendala biaya," katanya.

Sementara terkait maraknya perbincangan soal mafia sepak bola, Rocky berharap agar sepak bola di Indonesia lebih bersih dan bebas dari intervensi pihak luar, termasuk para mafia.

"Kami berharap operator kompetisi dan federasi lebih bersih dan transparan dalam menjalankan kompetisi. Sehingga apa yang dibicarakan dan disepakati, itu yang dijalankan," katanya.*


Baca juga: Bima minta maaf Timnas tanpa pemain Papua

Baca juga: Persipura disingkirkan Persidago Gorontalo

 

Pewarta: Alfian Rumagit
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019