Kalaupun ada dugaan terjadinya tindakan pelanggaran HAM di sana, maka tetap harus ditempatkan pada persoalan cara penanganan separatisme yang kurang tepat, bukan pada kesimpulan bahwa pemerintah China anti-Islam
Beijing (ANTARA News) - Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Tiongkok mengeluarkan pernyataan tertulis yang mendesak pemerintah Indonesia agar menempatkan persoalan di Provinsi Xinjiang sebagai urusan dalam negeri China.

"Saya mengikuti berita-berita tentang persoalan muslim di Xinjiang. Ada beberapa hal yang juga harus dipahami publik Indonesia," kata Rais Syuriah PCINU Tiongkok, Imron Rosyadi Hamid dalam keterangan tertulisnya yang diterima Antara di Beijing, Selasa.

Ia menegaskan bahwa persoalan Xinjiang tidak bisa dikaitkan dengan kebijakan anti-Islam karena yang dilakukan otoritas China adalah tindakan untuk mencegah gerakan  separatisme.

"Kalaupun ada dugaan terjadinya tindakan pelanggaran HAM di sana maka tetap harus ditempatkan pada persoalan cara penanganan separatisme yang kurang tepat, bukan pada kesimpulan bahwa pemerintah China anti-Islam," ujarnya.

Menurut dia, Indonesia juga memiliki sejarah kelam dalam hal penanganan gerakan separatisme seperti di Aceh dengan kebijakan Darurat Operasi Militer (DOM), tetapi dunia internasional tetap memandang persoalan tersebut sebagai masalah dalam negeri Indonesia.

"Masyarakat juga perlu tahu bahwa konstitusi China menjamin kebebasan beragama, termasuk Islam," katanya menambahkan.

Kehidupan muslim di China, di luar Provinsi Xinjiang, sejauh ini berjalan baik, bahkan pemerintah China juga membangun fasilitas bagi kepentingan muslim seperti Hui Culture Park senilai 3,7 miliar dolar AS atau sekitar Rp51 triliun.

Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj dan beberapa pengurus NU lainnya juga pernah mengunjungi berbagai situs Islam di China, termasuk pondok pesantren dan madrasah, demikian pernyataan tertulis PCINU Tiongkok.

Ia juga mengemukakan bahwa dalam Rencana Aksi Nasional China berkaitan pelaksanaan HAM tahun 2016-2020 terdapat juga paragraf tentang perbaikan pelayanan haji.

"Kebijakan Luar Negeri Indonesia sejak era Gus Dur (Abdurrahman Wahid), Megawati, SBY hingga Jokowi menempatkan China sebagai mitra penting dan strategis. Calon presiden Prabowo Subianto saat menghadiri peringatan berdirinya Republik Tiongkok ke-69 di Jakarta juga menginginkan tetap dipeliharanya hubungan baik dengan China," kata Imron. 

Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Sigit Pinardi
Copyright © ANTARA 2018