Pemerintahan saat itu menggunakan kedok demokrasi Pancasila. Jadi, atas nama demokrasi Pancasila, yang mereka lakukan pertama adalah memberangus seluruh kekuatan lawan politik yang ada. Bahkan sampai penghilangan nyawa."
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum PPP M Romahurmuziy bercerita punya pengalaman buruk pada era Orde Baru, salah satu yang masih diingatnya dengan baik adalah saat rumah orang tuanya kerap diserang pada masa kampanye pemilu.

"Masih sangat segar dalam ingatan, rumah kami sering diserang setiap masa kampanye. Yang menyerang tentu saja adalah kekuatan-kekuatan Orde Baru dengan partai politiknya saat itu," cerita Romahurmuziy dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat.

Politikus yang akrab disapa Rommy itu mengungkapkan kisah traumatiknya tersebut sehubungan dengan pernyataan Ketua Dewan Pertimbangan Partai Berkarya Titiek Soeharto yang ingin membawa Indonesia ke era kepemimpinan Orde Baru (Orba) jika Prabowo Subianto terpilih menjadi presiden. 

Menurut Rommy, sebagai keluarga PPP saat Orba --ibunya, Umroh Mahfudoh, pernah menjabat sebagai Ketua DPW PPP Yogyakarta-- sudah biasa rumahnya diserang ataupun diteror saat musim kampanye.

Pada tahun 1987, Rommy sering dikawal oleh Gerakan Pemuda Kabah (GPK) saat akan berangkat sekolah karena adanya ancaman penculikan. Bahkan salah satu petugas full timer di Kantor DPW PPP Yogyakarta, yaitu Agung Syahida dibunuh pada tahun 1982. 

Kenangan masa lalu ini menurut Rommy bisa saja terulang jika kepemimpinan ala Orba kembali dimunculkan di zaman reformasi seperti saat ini. Oleh karena itu, menurut dia wacana ini sangat berbahaya.

Rommy mengatakan di zaman Orba seluruh lawan politik penguasa dikerdilkan, termasuk PPP.  Orba menggunakan kedok demokrasi Pancasila untuk membenarkan tindakan mereka.

"Pemerintahan saat itu menggunakan kedok demokrasi Pancasila. Jadi, atas nama demokrasi Pancasila, yang mereka lakukan pertama adalah memberangus seluruh kekuatan lawan politik yang ada. Bahkan sampai penghilangan nyawa," kata Rommy.

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018