Jakarta (ANTARA News) - Presiden RI kelima Megawati Soekarnoputri memaparkan peran Indonesia dalam upaya perdamaian atau reunifikasi dua Korea, saat menjadi pembicara dalam forum internasional KOR-ASIA Forum 2018, di Seoul, Korea Selatan, Rabu. 

Sebagaimana siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu, Megawati dalam pidatonya mengatakan upaya Indonesia mendamaikan dua Korea sudah dimulai sejak dirinya masih muda. 

Dia mengisahkan pada 1965, dirinya diajak oleh Presiden RI pertama yang juga ayah kandungnya, Soekarno, untuk ikut dalam pertemuan dengan pendiri Korea Utara Kim Il Sung di Kebun Raya Bogor. Kala itu Megawati berusia 18 tahun, sementara anak Kim Il Sung yakni Kim Jong Il berusia 23 tahun.

Di Kebun Raya Bogor, Soekarno memberikan sebuah bunga anggrek asli Indonesia berwarna ungu. Bunga itu kemudian dinamakan Kimilsungia oleh Bung Karno, dan menjadi bunga negara Korea Utara.

Pada saat itu, menurut Megawati, Soekarno sudah menyampaikan kepada dirinya agar memperjuangkan perdamaian di semenanjung Korea. 

"Mega, berjuanglah untuk perdamaian di Semenanjung Korea. Berdiri tegak di tengah dan jangan memihak Korea Selatan atau Korea Utara, rangkullah jalan damai," ujar Mega menirukan amanat ayahnya. 

Soekarno meminta Megawati memegang teguh ideologi Pancasila yang akan membimbing menuju jalan damai. Pesan Bung Karno kepada Megawati kala itu, ideologi Pancasila akan membawanya kepada para pemimpin dan orang-orang dari kedua negara yang sama-sama berjuang untuk perdamaian dan kedaulatan Korea. 

Megawati mengatakan masing-masing prinsip yang terkandung dalam kelima sila Pancasila, yakni Ketuhanan; Nasionalisme; Internasionalisme; Demokrasi; dan Keadilan Sosial, terbukti menjadi obor pemerang bagi dirinya untuk menengahi dua Korea. 

Pada 2002 saat Megawati menjadi Presiden, ia bertemu dengan Pemimpin Korut Kim Jong Il dan menyampaikan pesan dari Presiden Korea Selatan kala itu, Kim Dae-jung, yang intinya tentang keinginan menyambung pembicaraan soal perdamaian yang sempat terhenti. 

"Saya sampaikan juga bahwa perdamaian di Semenanjung Korea itu krusial untuk menjaga stabilitas di Asia Pasifik," kata Megawati.

Upayanya mendamaikan kedua Korea sempat tertahan karena dirinya tak lagi menjadi presiden pada 2004. Namun, sebagai tokoh, Megawati terus berusaha membantu upaya perdamaian.

Hingga pada 2017, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, memintanya untuk menjadi bagian dari juru damai untuk Semenanjung Korea. 

Pantauan Antara kala itu, Megawati diterima dengan sangat hormat oleh Moon Jae-in di The Blue House Korsel. 

Megawati pernah menekankan Indonesia memiliki hubungan bilateral yang panjang dan harmonis, baik dengan Korea Selatan dan Korea Utara, sehingga posisi Indonesia tersebut dapat menjadi potensi penting untuk reunifikasi Korea.

"Banyak yang ragu soal perdamaian di Semenanjung Korea. Tapi saya justru yakin bahwa perdamaian itu akan terjadi," kata Megawati.

Keyakinannya itu bertumpu pada pengalamannya yang melihat serta mendengar langsung dari masyarakat kedua negara. Megawati mengatakan orang-orang Korea merindukan perdamaian.

"Mereka tidak ingin permusuhan dan kebencian diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Mereka menginginkan segala  keputusan tentang Semenanjung Korea, dibuat atas nama kepentingan dan kelangsungan hidup mereka bersama," beber Megawati.

Dalam acara KOR-ASIA Forum 2018, Megawati menjadi pembicara bersama mantan Presiden Mongolia Punsalmaagiyn Orchirbat, dan Deputy PM Tajikistan Davlatali Said. 

Sebelum seminar, Megawati disambut khusus oleh Moon Hee Sang, Presiden dari National Assembly of the Republic Korea. Keduanya berbicara soal upaya untuk memajukan refunifikasi dua Korea. 

Dalam kesempatan itu Megawati yang juga Ketua Umum PDI Perjuangan turut didampingi sejumlah petinggi PDI Perjuangan diantaranya Olly Dondokambey, Rokhmin Dahuri, dan Herman Hery.

Baca juga: Indonesia dukung stabilitas-perdamaian di Semenanjung Korea
Baca juga: Korea ciptakan atmosfer perdamaian-harmoni di Asia
Baca juga: Korsel apresiasi partisipasi perdamaian Indonesia di Semananjung Korea
Baca juga: Jokowi: Nuklir sebagai tantangan perdamaian dunia

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018