Berhenti merokok jelas cara yang terbaik, tetapi dengan jumlah sekitar 75 juta perokok di Indonesia, sangat sulit untuk dapat menurunkannya secara langsung.
Jakarta (ANTARA News) - Peneliti asal Amerika Serikat Prof. David Theodore Levy dari Georgetown University Medical menyebutkan sebanyak 6,6 juta orang di Amerika Serikat terhindar dari kematian dini karena beralih ke rokok alternatif.
   
Hal tersebut berdasarkan penelitian Levy dan tim yang bertajuk “Potential Deaths Averted in USA by Replacing Cigarettes with E-Cigarette”, yang kemudian dipublikasikan dalam jurnal Tobacco Control dengan menggunakan skenario optimis dan pesimistis, serta membuat model potensi dampak kesehatan masyarakat bila rokok digantikan dengan produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik.

Hasilnya penelitian menemukan bahwa diperkirakan sebanyak 6,6 juta orang di Amerika Serikat dapat terhindar dari kematian dini jika perokok beralih ke rokok elektrik. "Perlu upaya komperehensif, agar proses pengendalian tembakau dapat berhasil. Peralihan dengan menggunakan produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik bisa menjadi salah satu upaya mengingat tingkat kandungan risiko kesehatan yang dimiliki lebih rendah dibandingkan dengan rokok," kata Prof Levy di Jakarta, Minggu.
   
Meskipun demikian, ia menambahkan bahwa cara terbaik adalah dengan berhenti merokok sepenuhnya.
   
Menanggapi penelitian tersebut, Peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Indonesia yang juga anggota Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) Dr drg. Amaliya, MS PhD mengatakan bahwa meskipun memiliki perbedaan karakteristik masyarakat, pada dasarnya Indonesia juga memiliki permasalahan yang sama dengan Amerika Serikat dalam hal pengendalian konsumsi rokok.   
   
"Diperlukan suatu langkah alternatif untuk mengatasi hal ini. Kami di YPKP juga telah melakukan penelitian lebih lanjut mengenai produk tembakau alternatif, baik melalui pendekatan kesehatan dengan memeriksa sel rongga mulut pada tiga kelompok utama, yakni perokok, pengguna rokok elektrik, dan non perokok, maupun pendekatan sosial," kata Amaliya.
  
Dari proses penelitian tersebut, Amaliya dan tim banyak melakukan observasi langsung dengan para perokok. Ia menemukan bahwa banyak perokok yang merasa kesulitan untuk berhenti. Salah satunya, yakni karena alasan psikologis dimana perokok kehilangan sensasi dari kebiasaan tangan ke mulut. "Kebiasaan ini juga dapat dirasakan dengan penggunaan produk tembakau alternatif seperti produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar dan rokok elektrik."
    
Kemudian, konsep pengurangan risiko yang diterapkan pada produk tembakau alternatif menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah hingga 95 persen daripada rokok. Merujuk pada berbagai penelitian dan literatur atas potensi produk tembakau alternatif, produk ini dapat menjadi alternatif bagi perokok yang berkeinginan untuk berhenti secara bertahap.
   
Amaliya menegaskan bahwa konsep pengurangan risiko pada produk tembakau alternatif adalah mengurangi kadar risiko yang ditimbulkan, bukan menghilangkannya sama sekali. "Berhenti merokok jelas cara yang terbaik, tetapi dengan jumlah sekitar 75 juta perokok di Indonesia, sangat sulit untuk dapat menurunkannya secara langsung," kata Amaliya lagi.*

Baca juga: Disdik Garut larang guru merokok di sekolah

Baca juga: Iklan rokok di Stasiun Tugu diganti batik



 

 

Pewarta: Indriani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018