Kasmini tengah kebingungan. Sebuah pesan yang dia terima dari keluarganya di kampung menyebutkan bahwa ibu dan anaknya sedang sakit dan membutuhkan kiriman uang darinya sesegera mungkin.

Saat itu Kasmini sama sekali tidak punya uang. Upahnya sebagai asisten rumah tangga (ART) yang bulan lalu diterima sudah dia kirimkan semuanya ke kampung. Beberapa kawannya menyarankan Kasmini untuk pinjam ke bank karena uang yang dibutuhkannya mencapai lebih dari Rp10 juta.

Atas saran itu, pergilah Kasmini ke bank dengan niat meminjam uang. Bukannya mendapatkan uang yang dia harapkan, Kasmini semakin bingung karena tidak memiliki syarat-syarat yang dibutuhkan untuk meminjam uang dari lembaga keuangan formal itu, di antaranya surat pengantar dari kelurahan, slip gaji tetap bulanan, dan yang terutama adalah jaminan barang atau dokumen berharga.

Jalan di mata Kasmini tampak buntu. Satu-satunya cara mendapatkan uang adalah meminjam dari rentenir dengan bunga pinjaman yang akan melilit hidupnya.

Saat menimbang-nimbang untuk mengambil jalan berat itu, datang kabar baik dari salah seorang kawannya bahwa ada seorang ibu yang tinggal tidak jauh dari tempatnya bekerja bersedia membayar biaya pengobatan keluarganya secara cuma-cuma.

Kasmini bersyukur sekaligus bingung mengapa tiba-tiba ada seseorang yang tidak dikenalnya dan tidak mengenal dirinya mau memberikan bantuan demikian besar.

Kasmini hanya memperoleh penjelasan bahwa wanita tersebut hanya ingin hartanya diberkahi dengan mengeluarkan sebagian uangnya sebagai bentuk infaq dan sedekah untuk orang-orang yang tak mampu.



Keuangan Islam

Dalam piramida sosial, Kasmini yang tak tamat sekolah dasar dan bekerja sebagai ART dengan penghasilan tidak lebih dari Rp30.000 per hari berada di bagian bawah.

Masyarakat yang menempati bagian bawah piramida sosial ini hampir tak mungkin menjangkau produk dan jasa keuangan formal seperti tabungan, transfer, peminjaman dan asuransi. Padahal komposisi kelompok sosial tersebut lebih banyak dibandingkan mereka yang berada di bagian atas.

Survei Bank Dunia pada 2010 menunjukkan hanya 49 persen rumah tangga Indonesia yang memiliki akses terhadap lembaga keuangan formal.

Data serupa juga ditemukan Bank Indonesia dalam Survei Neraca Rumah Tangga (SNRT) pada 2011, yang menunjukkan bahwa persentase rumah tangga yang menabung di lembaga keuangan formal dan nonlembaga keuangan sebesar 48 persen.

Dengan semangat untuk mewujudkan keadilan sosial dan ekonomi, keuangan inklusif menjadi agenda di berbagai forum baik di tingkat nasional mapun internasional.

Komitmen pemerintah untuk menerapkan keuangan inklusif disampaikan pada KTT ASEAN 2011 dengan menetapkan strategi nasional yang terdiri atas enam pilar, yakni, edukasi keuangan, fasilitas keuangan publik, pemetaan informasi keuangan, kebijakan dan peraturan pendukung, fasilitas intermediasi dan distribusi, serta perlindungan konsumen.

Keuangan inklusif juga dibahas dalam forum G20, OECD (Organisasi Untuk Pembangunan Kerja Sama Ekonomi), APEC (Organisasi Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik) dan ASEAN.

Sementara keuangan inkflusif yang baru populer belakangan ini masih akan terus dibahas dalam forum-forum tersebut guna menetapkan bentuk dan peraturan tentangnya.

Umat Islam telah lebih dahulu menerapkan konsep tersebut setidaknya dalam tiga bentuk, yakni zakat, infaq dan sedekah (ZIS).

Ada beberapa hal yang menyebabkan ZIS dinilai menjalankan keuangan inklusif, sehingga mampu mengecilkan celah perbedaan serta menjadi jalan keluar dari persoalan ekonomi masyarakat secara berkelanjutan.

 
PLH Gubernur Jawa Barat Iwa Karniwa (ketiga kanan) membagikan zakat kepada mustahik di Masjid Raya Provinsi Jawa Barat di Bandung, Jawa Barat, Kamis (14/6/2018). Masjid Raya Jawa Barat membagikan zakat fitrah kepada 3.000 mustahik pada malam menjelang Idulfitri 1439 H. (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)




Pertama, landasan ZIS adalah perintah agama, sehingga mekanisme pengumpulan dan pendistribusiannya tidak memerlukan dorongan hukum positif yang rentan gesekan kepentingan dan membuat penerapannya menjadi rumit.

Apalagi, zakat merupakan rukun Islam ketiga yang wajib ditunaikan oleh setiap Muslim yang telah memenuhi syarat.

Kedua, Islam telah menetapkan siapa yang layak menerima ZIS atau disebut "mustahik".

Khusus untuk zakat, ada delapan mustahik, yakni kaum fakir, yakni mereka yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, kaum miskin, yaitu mereka yang memiliki harta tapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup, amil atau orang yang bertugas mengumpulkan dan mendistribusikan zakat, serta muallaf, yakni mereka yang baru memeluk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menguatkan keimanan.

Empat golongan lainnya adalah hamba sahaya yang ingin memerdekakan dirinya, "gharimin" atau orang yang berhutang untuk mempertahankan jiwa dan kehormatannya, orang-orang yang berjuang di jalan Islam, seperti berdakwah dan berjihad, serta orang-orang yang kehabisan biaya dalam perjalanan relijius yang disebut "ibnu sabil".

Masyarakat yang termasuk dalam delapan golongan (asnaf) ini layak menerima ZIS, khususnya zakat, tanpa harus memenuhi persyaratan birokrasi yang seringkali justru menghambat akses mereka dalam mendapatnya haknya.

Selain itu, para mustahik tak perlu risau untuk mengembalikan bantuan yang mereka peroleh karena ZIS bukan merupakan pinjaman.

Proses distribusi ZIS juga sangat terbuka, cepat, menjangkau seluruh lapisan masyarakat hingga mereka yang tidak mengenal lembaga keuangan formal, dan penyalurannya hampir tidak mungkin mengalami kebocoran.

Kebaikan-kebaikan ZIS tersebut disebabkan para pemberi ZIS atau "muzzaki" merasa ikhlas dan rela dalam menyisihkan harta mereka untuk membantu mereka yang membutuhkan.

Sementara itu, motivasi agama membuat mereka berlomba-lomba untuk mengumpulkan ZIS dan menyalurkannya kepada yang berhak, dan karena ZIS merupakan perintah agama, ada rasa takut untuk menyalahgunakan harta tersebut untuk kepentingan lain.

Dengan jumlah Muslim sekitar 85 persen dari total populasi di Indonesia, ZIS memiliki peran besar dalam mengurangi kemiskinan, mengecilkan celah ekonomi antarkelas sosial, dan manfaat lainnya secara terus menerus.*



 



Baca juga: Forum Zakat Dunia undang peserta Indonesia ke Malaysia

Baca juga: Listrik dari dana zakat itu kini dinikmati masyarakat

 

Pewarta: Libertina W. Ambari
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018