Jakarta (ANTARA News) - Wali Kota Kendari 2012-2017 Asrun dan anaknya yang merupakan Wali Kota Kendari 2017-2022 Adriatma Dwi Putra dituntut 8 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subisder 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima suap Rp6,8 miliar dari pengusaha Hasmun Hamzah.

"Menuntut, agar majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Adriatma Dwi Putra dan Asrun dengan pidana penjara selama 8 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum (JPU) Ali Fikri di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama pasal 12 huruf b UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Pasal 64 ayat (1) KUHP.

JPU KPK juga menuntut pencabutan hak politik Adriatma dan Asrun.

"Meminta majelis hakim untuk menjatuhkan pidana tambahan pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," tambah Ali.

Dalam perkara ini Adriatma dan Asrun dinilai terbukti menerima suap sebesar Rp6,8 miliar yang diberikan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah sebesar Rp2,8 miliar meski yang ditemukan penyidik KPK hanya Rp2,798 miliar.

Uang itu diterima karena Adriatma karena memenangkan perusahaan Hasmun dalam lelang pekerjaan pembangunan Jalan Bungkutoko-Kendara New Port tahun 2018-2020 serta mempermudah pelaksanaan pekerjaan proyek yang dilaksanakan PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) yang dimiliki oleh Hasmun Hamzah.

Baca juga: Kasus suap wali kota Kendari, rekanan dan dua PNS diperiksa

Dalam rangka pilkada gubernur Sulawesi Tenggara 2018-2023 yang diikuti Asrun, Asrun menunjuk Adriatma dan mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Fatmawaty Faqih sebagai tim pemenangan calon gubernur Sultra Asrun-Hugua di antaranya untuk mengurusi dan mengumpulkan dana kampanye.

Setelah Fatmawaty Faqih pensiun, Asrun menunjuknya sebagai staf khusus non formal dalam rangka membantu penglolaan keuangan daerah.

Pada Februari 2018, Adriatma mengundang pemilik PT SBN Hasmun Hamzah datang ke rumah jabatan wali kota dan meminta Hasmum membantu biaya kampanye Asrun sebesar Rp2,8 miliar dan disanggupi untuk diserahkan pada 26 Februari 2018 karena Hasmun mendapat proyek tahun jamak pembangunan jalan Bungkutoko-Kendari New Port sebesar Rp60,168 miliar.

Hasmun lalu memerintahkan account officer Bank Mega Kendari pada 19 Februari 2018 untuk menarik uang sebesar Rp1,5 miliar dalam pecahan Rp50 ribu yang baru dengan tujuan supaya lebih ringkas dan orang-orang yang akan menerima uang dalam acara kampanye Asrun senang.

Hasmun kemudian meminta karyawannya di PT SBN Rini Erawati Sila untuk menarik uang kas sebesar Rp1,3 miliar sehingga total seluruhnya Rp2,8 miliar.

Uang Rp1,5 miliar dari Bank Mega lalu diambil oleh Rini Erawati dan Hidayat pada 26 Februari 2018 dan dibawa ke rumah sekaligus kantor Hasmun di Kendari. Selanjutnya uang digabung dengan uang yang berasal dari brankas PT SBN sebesar Rp1,3 miliar yang dibawa ke kamar orang tua Hasmun dan digabungkan dalam kardus sehingga totalnya Rp2,8 miliar.

Beberapa hari kemudian uang itu diserahkan kepada penyidik KPK dalam kardus berwarna cokelat dengan tulisan 'Paseo' dan dihitung dengan mesin penghitung uang jumlah seluruhnya Rp2,798 miliar.

Sedangkan pemberian suap tahap kedua adalah sebesar Rp4 miliar yang ditujukan agar Asrun memenangkan PT SBN dalam lelang pembangunan kantor DPRD Kendari tahun anggaran 2014-2017 dan pembangunan Tambat Labuh Zona III Taman Wisata Teluk Ujung Kendari Beach tahun anggaran 2014-2017.

Fatmawaty menawarkan kepada Hasmun untuk mengerjakan 2 proyek tahun jamak 2014-2017 yaitu pembangunan gedung DPRD Kendari (Rp49,288 miliar) dan Tambat Labuh Zona III Kendari (Rp19,933 miliar). PT SBN pun ikut dan memenangkan kedua proyek itu.

Pada Juni 2017, Farmawaty mendatangi rumah Hasmun dan meminta commitment fee atas pelaksanaan 2 proyek tersebut.

Fatmawaty menyampaikan dari setiap proyek pekerjaan di kota Kendari dikenakan commitment fee sebesar 7 persen dan saat itu Fatmawaty meminta Hasmun memberikan minimal Rp2 miliar dan Hasmun berjanji memberikan Rp4 miliar.

Pemberian uang dilakukan dua kali yaitu pada 15 Juni 2017 sebesar Rp2 miliar secara tunai yang diserahkan kepada Fatmawaty Faqih di kamar Hotel Marcopolo dan pada 30 Agustus diserahkan langsung oleh Hasmun kepada Fatmawaty di rumahnya.

Selain Asrun dan Adriatma, KPK juga menuntut Fatmawaty Faqih dengan pidana penjara selama 7 tahun ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Terkait perkara ini, pemilik PT SBN Hasmun Hamzah sudah divonis 2 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan. 

Ketiganya akan menyampaikan nota pembelaan (pledoi) pada 17 Oktober 2018.

Baca juga: Kasus suap wali kota Kendari, KPK geledah tiga lokasi dan segel aset
Baca juga: KPK tahan Wali Kota Kendari dan ayahnya


 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018