Jakarta (ANTARA News) - KPK siap menghadapi banding yang diajukan mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung.

Ia telah divonis 13 tahun penjara ditambah denda Rp700 juta subsider tiga bulan kurungan karena terbukti melakukan penghapusan piutang Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang dimiliki Sjamsul Nursalim sehingga merugikan keuangan negara hingga Rp4,58 triliun.

"KPK meyakini seluruh bukti dan argumentasi yang sudah disampaikan sebelumnya. Silakan ajukan banding akan kami hadapi," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, saat dikonfirmasi dari Jakarta, Selasa.

Dalam putusan, Syafruddin disebut terbukti melakukan korupsi bersama dengan pihak lain, yaitu Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim.

"Perbuatan yang dilakukan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai ketua BPPN yang menghapuskan utang BDNI ke petambak yang dijamin PT DCD dan PT WM dan memberikan surat pemenuhan kewajiban, di sisi lain Sjamsul Nursalim belum melunasi kewajiban atas kesalahan menampilkan utang sehingga seolah-olah piutang lancar," kata anggota majelis hakim Anwar, dalam sidang, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (24/9).

Terdakwa, dalam sidang itu, tidak sendiri tapi dilakukan bersama-sama dengan pihak terkait lain yang masih membutuhkan pembuktian lebih lanjut.

Syafruddin selaku Ketua BPPN periode 2002-2004 didakwa bersama-sama dengan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK), Dorojatun Kuntjoro-Jakti, serta pemilik BDNI Sjamsul Nursalim dan Itjih S Nursalim dalam perkara dugaan korupsi penerbitan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham yang merugikan keuangan negara Rp4,58 triliun.

"Dorodjatun Kuntjoro-Jakti menyetujui dan sependapat dengan terdakwa dan mengeluarkan keputusan 13 Februari 2004, padahal terdakwa maupun Dorodjatun yang sama-sama hadir di dalam ratas mengetahui bahwa rapat terbatas tidak pernah mengambil keputusan atau memberikan persetujuan untuk penghapusan atas porsi hutang petambak itu," ungkap Anwar.

KPK juga telah meminta keterangan Kuntjoro-Jakti, yang mantan menteri koordinator bidang ekonomi, keuangan, dan industri, sekaligus mantan mantan ketua KKSK.

Namun, ahli ekonomi itu memilih bungkam saat dikonfirmasi awak media usai dipanggil KPK itu. 

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018