Palembang (ANTARA News) - Puasa gelar bagi Indonesia selama puluhan tahun di cabang menembak Asian Games (AG) akhirnya berakhir. Adalah Muhammad Sejahtera Dwi Putra, petembak muda asal Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat, yang berhasil mengukir sejarah baru di AG 2018.

Bertanding di Jakabaring Sport City, Palembang, lelaki yang akrab disapa Tera ini, berhasil meraih medali perak di nomor 10 meter running target campuran pada 25 Agustus 2018. Pencapaian Tera menjadi fenomenal karena sudah 52 tahun atlet Indonesia tidak berdiri di podium pemenang pesta olahraga antar-bangsa di Asia itu. Terakhir kali petembak Indonesia mendapatkan medali adalah di Asian Games 1966, ketika petembak Elias Joseph Lessy meraih perunggu di nomor 10 meter air rifle.  

Tera lahir di Jakarta, 13 April 1997, namun sejak kecil tinggal di daerah Bekasi Timur, Kota Bekasi. Ia adalah anak kedua dari empat bersaudara pasangan suami-isteri Andrizal dan Bethmiyati. Ayahnya adalah seorang PNS di Kementerian Pertanian, dan ibunya seorang ibu rumah tangga. 

“Hanya saya yang menekuni jadi atlet di keluarga saya,” kata Tera kepada Antara di Palembang, Minggu (26/8).

Tera mulai mengenal olahraga menembak sejak berusia 17 tahun, ketika mulai berkuliah di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada 2014. Ia mengambil jurusan olahraga dan setiap mahasiswa di sana wajib memilih cabang olahraga untuk ditekuni.

Olahraga menembak sejatinya bukan pilihan utamanya, karena ia lebih dulu mencoba sepakbola dan futsal. Tera mulai bersentuhan dengan olahraga menembak pada semester pertama di UNJ ketika ada pencarian atlet untuk Pekan Olahraga Nasional (PON). Dan di sanalah ia bertemu dengan Masruri, mantan atlet menembak yang kini menjadi pelatihnya.

Perlahan-lahan Tera mulai menyukai olahraga itu, khususnya di nomor 10 meter running target. Ketika menjalani pemusatan latihan nasional jelang AG 2018, Tera dua kali mengikuti kejuaraan menembak di Hungaria dan meraih medali perunggu.

“Senjata ibarat pacar buat saya. Ketemu kesel, gak ketemu kangen,” ujar Tera menggambarkan rasa cintanya pada olahraga menembak.

 

Baca juga: Indonesia akhirnya raih medali cabang menembak

Baca juga: Anang Yulianto, Tembus final dengan peluru pinjaman
 

AG 2018 adalah kejuaraan besar pertama yang diikutinya. Ia mengikuti dua nomor, yakni 10 meter running target standar dan running target campuran. 

Petembak 21 tahun itu gagal lolos ke final nomor 10 meter running target, meski sempat memuncaki babak kualifikasi hari pertama.  Namun, pada akhir babak kualifikasi penampilan Tera menurun, dan hanya selisih satu poin dari peringkat empat yang berhak melaju ke final. 

Kekalahan itu sempat mempengaruhi pikirannya jelang lomba di nomor selanjutnya. Tera mengaku bersyukur kepada pelatih menembak Masruri dan Darmawan Budiman, yang terus memberi motivasi untuk bangkitkan lagi mental tanding juara.

Kemudian pada malam sebelum tanding ia terus berdoa, dan mengingat pesan kedua orangtuanya yang kini sedang menunaikan ibadah haji.

“Orangtua pesan ya harus fokus, rileks, selalu berdoa dan jangan tinggal shalat. Tetap kerja keras, karena kerja keras tak akan khianati hasil,” katanya.

Meski begitu, sebelum bertanding ia juga sempat mengalami masalah kesehatan karena mendadak muntah-muntah. “Bukan karena grogi, tapi setelah minum air dua botol tiba-tiba batuk dan muntah-muntah. Sempat takut kepala akan pusing juga waktu lomba,” katanya.

Dan akhirnya Tera bisa meningkatkan performanya di nomor 10 meter running target campuran. Ia terlihat sangat tenang sejak babak kualifikasi. Keberhasilannya meraih perak cukup mengejutkan karena lawannya adalah petembak kelas dunia, seperti Myong Won Pak dari Korea Utara, adalah peraih emas AG 2010 di Ghuangzhou, China.

Pada babak (stage) 1 di final, tembakan pertama Tera sempat meleset sehingga hanya meraih nilai 7. Namun, selebihnya ia terlihat bisa bangkit dan melesatkan poin tinggi hingga stage 2. Hanya saja, peraih emas Myong Won Pak tampil lebih konsisten sejak awal sehingga bisa lebih banyak menembak target bernilai paling tinggi.

Tera bersyukur dan mengatakan kemenangannya merupakan anugerah dari Allah SWT, berkat doa orangtuanya dan peran semua pelatih yang terus mendukungnya supaya tidak putus asa. Ia kini makin bertekad untuk menjadi atlet menembak profesional dan ingin bertanding di tingkat lebih tinggi.

“Setelah ini, target saya ingin tampil di olimpiade,” ujarnya.

 

Kegigihan Pelatih

Tidak ada yang lebih mengenal Tera sebagai atlet selain pelatihnya, Masruri, yang sudah sangat gigih untuk membujuk Tera untuk menekuni olahraga menembak. Untuk mendapatkan petembak muda berbakat, yang khusus di nomor running target sangat sulit di Indonesia. Nomor pertandingan menembak target yang bergerak ini kurang populer, salah satunya karena butuh arena khusus dan hingga kini hanya ada di Jakarta, dan Palembang.

Masruri mengatakan pada saat percobaan menembak pertama Tera saat jadi mahasiswa baru di UNJ, hasilnya memang tidak bagus. Tapi Masruri melihat bahwa karakter Tera bagus sebagai seorang petembak. 

Sifat Tera yang pendiam dan cenderung acuh terhadap kondisi sekelilingnya akan bermanfaat karena dia bisa lebih fokus pada menembak ketika jadi atlet.  “Awalnya dia tidak mau, tapi saya yakin anak ini bakalan bagus karena cuek dengan keadaan sekitarnya. Akhirnya saya terus SMS dia untuk datang latihan,” kata Masruri.

Membina atlet muda juga menjadi latihan kesabaran buat Masruri. Ia masih ingat saat Kejuaraan Nasional (Kejurnas) pertama untuk Tera yang gagal total sebelum pertandingan dimulai.

“Latihan resmi dia ada, tapi mendadak sakit disengat kalajengking jadi batal tanding. Saya merasa jengkel juga waktu itu, tapi saya tetap bilang sama dia tolong latihan, tolong latihan,” katanya.

Berbagai pengorbanan bagi Masruri juga menjadi motivasi untuk berhasil membina atlet-atlet muda Indonesia. “Motivasi saya sebagai pelatih harus menciptakan atlet yang nantinya prestasinya di atas saya,” ujarnya.

Karena itu, ia juga tidak mau melihat Tera terpuruk di AG 2018. Setelah kekalahan pada pertandingan nomor pertama 10 meter running target standar, Masruri meminta Tera untuk segera melupakan kejadian malang itu.

“Saya katakan bahwa Tuhan ada rencana yang paling indah untuk hari kedua. Tera fokus ke hari ini, lupakan yang sudah terjadi,” kata Masruri.

Akhirnya, kemenangan menjadi sejarah indah bagi Tera dan Masuri, dan juga Indonesia. Dari 20 nomor yang dipertandingkan di AG 2018, Indonesia akhirnya bisa mendapatkan satu medali.

Semoga ke depannya, makin banyak prestasi Tera untuk mengharumkan nama Indonesia. Terima kasih Tera, karena menyelamatkan muka Indonesia di AG 2018 dari cabang olahraga menembak.

Baca juga: Cabang menembak, "lumbung" emas Asian Games yang diabaikan

Baca juga: "Tolong maafkan Naufal..."


Pewarta: FB Anggoro
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018