Denpasar (ANTARA News) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika menutup Pesta Kesenian Bali Ke-40 yang ditandai dengan pencabutan "Kayonan Api" di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Denpasar, Sabtu malam.

"Evaluasi terhadap seluruh unsur penyelenggaraan tetap harus dilakukan sebagai pedoman untuk pelaksanaan kegiatan serupa agar lebih baik, terutama dalam kualitas kesenian yang ditampilkan, kualitas penyelenggaraan, peningkatan partisipasi peserta dan masyarakat, hingga aspek teknis," kata Pastika pada sambutan acara Penutupan PKB tersebut.

Orang nomor satu di Bali itu mencabut "Kayonan Api" didampingi Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra dan Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Dewa Putu Beratha.

Pastika berpandangan pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB) Ke-40 yang berlangsung dari 23 Juni-21 Juli 2018, telah menjadi wahana komunikasi antarseniman, serta memperkuat landasan dan eksistensi budaya Bali dari gempuran penetrasi budaya asing yang tidak sesuai dengan nilai "Satyam, Siwam, Sundaram".

"PKB bukan sekadar merepresentasikan kesenian semata, tetapi benar-benar telah menjadi ruang apresiasi terhadap kekayaan kebudayaan daerah yang adiluhung sebagai cermin lestarinya warisan budaya yang dimiliki," ujarnya.

Sejalan dengan itu, lanjut dia, semua upaya untuk meningkatkan pelestarian dan pengembangan seni budaya Bali yang sarat dengan niai-nliai filosofi kehidupan harus terus dimantapkan," ucapnya.

Terkait dengan tema PKB ke-40 yakni "Teja Dharmaning Kauripan, Api Spirit Penciptaan" juga dinilai Pastika memiliki peranan yang amat penting bagi kita semua agar dapat memaknai api dalam berbagai bentuknya, menjadikan inspirasi untuk menghasilkan karya seni dengan tulus demi keagungan seni budaya dan kesejahteraan masyarakat.

"Kerasnya arus modernisasi berdampak signifikan terhadap eksistensi kesenian tradisional Bali, tidak sedikit dari kesenian tradisional yang terancam punah karena sudah jarang dipentaskan. Untuk itu, upaya rekonstruksi sebagai salah satu agenda penting guna menghidupkan dan merevitalisasi kesenian yang terancam punah harus terus dilakukan," ujar Pastika.

Oleh karenanya, dia mengajak para pemangku kepentingan, pembina seni, seniman dan seluruh komponen masyarakat Bali untuk secara berkelanjutan menjadikan PKB sebagai momen penting untuk pembinaan, penggalian, pengembangan dan pelestarian kesenian dan kebudayaan Bali.

Di sisi lain, dengan apresiasi yang tinggi, baik oleh pemerintah daerah dan masyarakat luas, Pastika berharap seniman dan budayawan semakin termotivasi untuk berkreasi menghasilkan karya seni dan budaya yang berkualitas, tidak saja untuk kepentingan pribadi dan daerah, tetapi untuk seni dan budaya itu sendiri.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Dewa Putu Beratha mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Gubernur Bali, pimpinan Forkompimda Bali, pemerintah kabupaten/kota, budayawan, media, masyarakat pemerhati seni dan seluruh komponen masyarakat yang selama ini telah memberikan dukungan sehingga PKB berjalan sesuai dengan harapan bersama.

Menurut dia, tidak saja berbagai pagelaran yang mendapat apresiasi masyarakat, juga pameran kerajinan dan stan kuliner mendapat apresiasi yang sangat positif.

"Hal ini ditunjukkan dengan omzet pameran selama PKB 2018 mencapai angka Rp12,5 miliar lebih untuk pameran kerajinan, dan Rp2,5 miliar lebih untuk stan kuliner. Hal ini disebabkan karena pameran kerajinan yang ditampilkan variatif, menampilkan desain terbaru dan sesuai dengan selera masyarakat," ujar Dewa Beratha.

Demikian juga dengan stan kuliner, selain variatif juga menyajikan makanan khas Bali yang sangat digemari dengan disajikan dengan menarik.

Acara penutupan PKB ini dimeriahkan pula dengan pementasan sendratari kolosal oleh SMKN 3 Sukawati. Sendratari kolosal itu mengangkat lakon Gugurnya Parikesit. "Lakon ini bukan kami yang memilihnya, melainkan sudah ditentukan oleh kurator PKB," kata I Ketut Darya selaku dalang dalam lakon Gugurnya Parikesit itu.

Lakon itu menceritakan tentang matinya Parikesit karena kesalahannya menghina seorang pertapa. Dalam lakon itu dikisahkan perjalanan hidup dan mati manusia sangat ditentukan oleh takdirnya sendiri.

Dikisahkan Rsi Srenggi dengan begitu geram marah melihat ayahnya, Begawan Samiti Mono Brata dikalungkan bangkai ular oleh Prabu Parikesit. Maka saat itu juga, dia mengutuk Sang Prabu agar dalam waktu tujuh hari tewas dipatuk oleh Ular Naga Taksaka.

Sejak saat itu, berbagai usaha diupayakan agar Parikesit bisa diselamatkan, tetapi takdir berkata lain. Pada hari ketujuh, Prabu Parikesit akhirnya terbunuh oleh Ular Naga Taksaka.

Baca juga: Enam grup kesenian asing meriahkan PKB
Baca juga: "Palegongan Saih Lima" Denpasar pukau penonton PKB
Baca juga: Presiden bagi-bagi buku di pawai Pesta Kesenian Bali

(KR-LHS/A039)

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018