Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR Meutya Hafidz mengusulkan adanya moratorium layanan Facebook di Indonesia karena dinilai tidak bisa menunjukan langkah untuk melindungi data pelanggan dan hingga saat ini belum menyerahkan hasil audit investigasi seperti yang diminta Kementerian Komunikasi dan Informatika.

"Kami dengar pemerintah belum menerima hasil audit investigasi, maka tidak tabu bagi pemerintah untuk moratorium pelayanan Facebook di Indonesia sampai ada komitmen dan investigasi menyeluruh dan ada perbaikan dari Facebook," kata Meutya di sela-sela Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan manajemen Facebook, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.

Dia menjelaskan sebelum dilakukan moratorium layanan, diberikan waktu untuk perbaikan dan perlu ditekankan bahwa moratorium layanan tersebut bukan hal yang tabu dilakukan pemerintah.

Menurut dia, pemerintah pernah melakukan moratorium layanan Telegram dan ketika mereka melakukan komitmen maka layanannya dibuka kembali lalu mengapa dengan Facebook tidak bisa dilakukan.

"Moratorium layanannya diberhentikan sementara sampai audit investigasi yang diminta pemerintah diberikan dan sampai jelas siapa yang bersalah karena mereka mengatakan masih terus melakukan investigasi terhadap kebocoran data tersebut," ujarnya.

Dia mengatakan dalam RDPU tersebut, Komisi I DPR hanya menerima pernyataan sikap dari manajemen Facebook tanpa ada dokumen tambahan yang menunjukkan bahwa mereka telah berusaha melindungi data pelanggan.

Baca juga: Facebook kembali diprotes karena lacak non-pengguna

Menurut dia, dalam RDPU tersebut, kesalahan dan kebocoran data pelanggan Facebook seolah dilimpahkan kepada pihak ketiga, yaitu pihak aplikasi.

"Karena itu saya tanya memang ada kesepakatan dengan pihak aplikasi? Itu penting karena harus ada dasar hukum yang dipakai untuk menilai apakah betul sesuai klaim Facebook mereka tidak melakukan kebocoran dan itu bukan salah Facebook," ujarnya.

Meutya mengatakan disayangkan Facebook tidak bisa memberikan dokumen tersebut sehingga dirinya tidak percaya klaim Facebook bahwa yang membocorkan data pelanggan adalah pihak ketiga dan telah melanggar perjanjian.

Menurut dia kalau ada perjanjian itu, kita ingin tahu siapa yang bertanggung jawab atas pengambilan data 1,1 juta pengguna Facebook di Indonesia.

"Indonesia memiliki UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), ketika ada kebocoran data, namun sampai saat ini belum ada pihak yang mengaku salah, lalu siapa yang terkena ranah hukum pemindahtanganan data pribadi sesuai Pasal 30 dan 32 UU ITE," katanya.
Vice President and Public Policy Facebook Asia Pacific Simon Milner (kiri) dan Kepala Kebijakan Publik Facebook Indonesia Ruben Hattari (kanan) mengikuti rapat dengar pendapat umum dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (17/4/2018). Rapat ini membahas bocornya satu juta lebih data pengguna Facebook di Indonesia. (ANTARA /Dhemas Reviyanto)


Sementara itu, Vice President of Public Policy Facebook Asia Pasific Simon Milner dalam RDPU itu mengklarifikasi tidak adanya perjanjian spesifik antara pihak Facebook dengan Alexander Kogan maupun dengan Camridge Analytica.

Perjanjian ini terkait dengan adanya aplikasi bernama `thisisyourdigitallife` yang dikembangkan Alexander Kogan yang dianggap telah mengambil data pengguna Facebook.

Hal itu dikatakan Simon menjawab sejumlah permintaan anggota Komisi I DPR untuk memperlihatkan nota perjanjian antara Facebook dengan Alexander Kogan ataupun dengan Camridge Analytica.

"Saya ingin menyampaikan secara spesifik bahwa tidak ada perjanjian atau agreement yang spesifik yang dibuat antara Facebook dan Alexander Kogan karena beliau adalah salah satu pengembang atau developer aplikasi," kata Simon.

Menurut Simon, Facebook seharusnya memiliki kebijakan dengan pengembang aplikasi yang memanfaatkan Facebook sebagai platformnya, namun sejak tahun 2015 Facebook sama sekali tak memiliki hubungan sama sekali dengan Camridge Analytica.

Baca juga: Facebook Indonesia minta maaf terkait kebocoran data
Baca juga: Facebook hadapi gugatan karena pengenal wajah

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2018