Kami minta INASGOC untuk melakukan pendekatan kepada Dewan Olimpiade Asia (OCA) ..."
Jakarta (ANTARA News) - Bagai petir menyambar pada siang hari yang cerah, kabar tak sedap soal "kepergian" salah satu nomor andalan kontingen Merah-Putih dalam Asian Games 2018 tiba-tiba menyeruak tanpa menunggu kesiagaan tim tuan rumah.

Atlet angkat besi Eko Yuli Irawan pun terancama gagal sumbang medali emas. Semua itu berkat isi surat Presiden Federasi Angkat Besi Asia (AWF) Mohamed Yousef Almana yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Federasi Angkat Besi Internasional (IWF) Attila Adamfi pada 11 Februari.

"Saya ingin menyampaikan kepada Anda tentang keputusan dari Komite Teknis AWF dan anggota-anggota Badan Eksekutif AWF bahwa mayoritas memilih untuk menghapuskan kelas 62 kilogram dari Asian Games ke-18," demikian tulis Yousef.

Tak ayal, surat itu pun menjadi tamparan keras bagi Indonesia karena Rapat Koordinasi Komite ke-8, pada Januari 2018, tidak menghasilkan pengubahan ataupun pergeseran satu nomor pun dalam Asian Games.

Reaksi paling keras tentu datang dari Pengurus Besar Persatuan Angkat Besi, Binaraga, dan Angkat Berat Seluruh Indonesia (PB PABBSI). Wakil Ketua Umum PB PABBSI Joko Pramono mengaku terkejut dengan surat AWF itu.

"Pengurangan nomor kelas memang ada pada Olimpiade Tokyo 2020 mendatang dengan total kelas perlombaan sebanyak tujuh. Tapi, dalam Olimpiade Rio 2016 kelas perlombaan sebanyak delapan kelas," ujar Joko.

Joko mengatakan pencoretan nomor kelas 62 kilogram dapat mempengaruhi target medali kontingen Merah-Putih dan bukan hanya target PB PABBSI.

Nomor kelas 62 kilogram putra cabang angkat besi dalam Asian Games menjadi nomor potensial medali emas Indonesia karena pada nomor itu kontingen Tanah Air menurunkan atlet andalannya, Eko Yuli. Eko merupakan atlet penyumbang medali perunggu Olimpiade London 2012 pada kelas 62 kilogram. Pada kelas yang sama dalam Olimpiade Rio 2016, Eko menyabet medali perak.

Sementara pada Asian Games 2010 di Guangzhou dan Asian Games 2014 di Incheon, Eko Yuli meraih medali perunggu untuk nomor kelas yang sama.

"Kalau ada pengurangan kelas perlombaan, semestinya pada kelas yang lebih berat karena skandal doping itu ada pada kelas berat dan tidak ada pada kelas 62 kilogram," ujar Joko.

PB PABBSI, lanjut Joko, akan menyurati Ketua Panitia Penyelenggara Asian Games 2018 (INASGOC) Erick Thohir yang juga menjabat sebagai Ketua Olimpiade Indonesia (KOI) guna meminta pembatalan pencoretan kelas perlombaan 62 kilogram cabang angkat besi.

"Kami minta INASGOC untuk melakukan pendekatan kepada Dewan Olimpiade Asia (OCA) agar kelas 62 kilogram tetap dapat diperlombakan dalam Asian Games 2018," ujar Joko.

Protes ke AWF

Segenap pemangku kepentingan olahraga nasional, terutama Kementerian Pemuda dan Olahraga, tidak tinggal diam dengan keputusan AWF untuk menghapuskan nomor andalan Indonesia.

Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi lantas menulis surat yang ditujukan kepada Presiden Dewan Olimpiade Asia (OCA) Sheikh Ahmad Al-Fahad Al-Sabah. Menpora minta Presiden OCA dapat membatalkan penghapusan nomor perlombaan kelas 62 kilogram pada cabang angkat besi Asian Games 2018.

"Kami dengan sangat menyesal harus menyatakan kepada Anda bahwa kami menolak keputusan Komite Teknis AWF dan Anggota Dewan Eksekutif AWF untuk menghapus nomor kelas 62 kilogram," demikian surat Menpora Imam

Menpora mengatakan alasan permohonan pembatalan penghapusan nomor kelas 62 kilogram cabang angkat besi itu merujuk pada Rapat Koordinasi Komite Asian Games di Jakarta pada 14 Januari yang tidak membahas penambahan atau pengurangan nomor pertandingan Asian Games 2018.

Menpora mengharapkan respon positif dari Presiden OCA terkait permohonannya untuk pembatalan penghapusan nomor kelas 62 kilogram cabang angkat besi.

Meskipun ditujukan kepada Presiden OCA, surat Menpora itu juga ditembuskan kepada Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengarah Asian Games, Ketua Panitia Penyelenggara Asian Games 2018 (INASGOC), Presiden Federasi Angkat Berat Internasional (IWF), dan Presiden Federasi Angkat Berat Asia (AWF).

Komite Olimpiade Indonesia (KOI) berjanji akan memperjuangkan nomor kelas 62 kilogram karena tidak ada kesepakatan apa pun terkait pengubahan nomor pertandingan Asian Games, bahkan dalam penyelenggaraan kejuaraan uji coba Asian Gams cabang angkat besi yang berlangsung di Kemayoran, Jakarta, pada pertengahan Februari.

"Kami tetap akan mengirim surat protes dan minta negosiasi ulang. Setelah itu, kami akan datang karena itu adalah nomor andalan Indonesia," kata Wakil Ketua KOI Muddai Madang

KOI akan mengupayakan semua langkah untuk tetap mempertahankan nomor kelas yang akan diisi atlet andalan Merah-Putih Eko Yuli Irawan itu kepada Dewan Olimpiade Asia (OCA).

AWF, menurut Muddai, tidak memberikan penjelasan kepada Indonesia sebelumnya terkait nomor kelas mana pada cabang angkat besi yang akan dihapus dalam Olimpiade Tokyo 2020.

"Ketika Olimpiade Rio 2016, cabang angkat besi menggelar perlombaan untuk 15 nomor kelas yaitu delapan kelas putra dan tujuh kelas putri. Kemudian pada Olimpiade Tokyo 2020, kelas itu menjadi tujuh kelas putra dan tujuh kelas putri," kata Muddai.

Indonesia, lanjut Muddai, secara mendadak baru mengetahui nomor kelas yang dihapus adalah kelas yang akan diikuti Eko Yuli setelah AWF menggelar sidang.

Fokus Eko Yuli

Sembari menunggu hasil akhir upaya Indonesia untuk melobi OCA, IWF, ataupun AWF, Eko Yuli mengaku tetap fokus untuk berlatih pada nomor kelasnya dan tidak mengganti nomor kelas lain ketika berlatih pemusatan latihan nasional PB PABBSI di Markas Komando Pasukan Marinir (Makopasmar) II Jakarta.

"Saya baru pemulihan setelah sakit dan kembali berlatih pada pekan depan. Saya akan tetap bertahan dengan kelas 62 kilogram sambil menunggu kepastian dihapus atau tidak," kata Eko.

Eko mengatakan alasan masih fokus untuk berlatih pada kelas 62 kilogram dan tidak berpindah ke kelas 69 kilogram agar mampu mempertahankan berat badan jika rencana penghapusan kelas 62 kilogram dibatalkan.

"Kami berlatih dalam suasana kekeluargaan. Tapi, kalau berkompetisi ya tetap lawan. Peluang Triyatno pada kelas 69 cukup susah, apalagi saya yang naik kelas,"

Jika harus turun pada kelas 69 kilogram, Eko mengatakan peluangnya hanya untuk meloloskan satu dari tiga atlet. Tapi, peluang meraih medali belum tentu ada.

Sementara, Manajer Tim Indonesia pada cabang angkat besi Asian Games 2018 Dirdja Wihardja mengatakan risiko jika harus memaksakan Eko Yuli turun pada kelas 69 kilogram adalah persaingan yang ketat karena lawan sudah terbiasa pada pertandingan nomor itu.

"Penyesuaian untuk perpindahan kelas pertandingan butuh lebih dari enam bulan karena atlet juga harus menjaga berat badan ideal sebanyak lima persen dari kelas yang diikutinya," kata Dirdja.

PB PABBSI, lanjut Dirdja, terus melakukan evaluasi program pelatnas Asian Games terhadap atlet-atletnya setiap tiga pekan.

"Kami selalu membandingkan capaian atlet kami dengan perkembangan lawan-lawan di Asia. Kami juga punya data tentang perkembangan lawan," kata Dirdja.

Selain meminta Eko untuk tetap fokus pada nomor kelas 62 kilogram, PB PABBSI juga mengawal kondisi psikologis atlet andalan mereka itu.

"Kami memberikan pendekatan mental agar menenangkan Eko. Seandainya penghapusan nomor itu batal, Eko masih dapat berlatih seperti biasa karena mentalnya tidak terlalu turun," kata Sekretaris Jenderal PB PABBSI Kuntadi Djajalana.

"Kami akan mengambil kebijakan nanti jika memang nomor kelas 62 kilogram itu tetap dihapus dari Asian Games," katanya.

Indonesia, menurut Kuntadi, akan mengupayakan pendekatan bersama lima hingga enam negara lain Asia untuk mengembalikan nomor kelas 62 kilogram dalam Asian Games.

Permintaan sang andalan

Meskipun tetap fokus berlatih pada nomornya, Eko meminta seluruh pemangku kepentingan olahraga di Indonesia untuk tegas merespon strategi sejumlah negara melalui AWF yang meminta cabang angkat besi putra pada Asian Games tetap mempertahankan delapan kelas pertandingan.

"Saya masih berpikir positif bahwa kelas 62 kilogram akan tetap dipertandingkan dalam Asian Games. Tapi jika memang tetap dihapus, saya minta nomor kelas 77 kilogram ke atas sekalian saja dihapus," ujar alet berusia 28 tahun itu.

Eko mengatakan nomor-nomor kelas lebih dari 77 kilogram merupakan nomor-nomor kelas andalan negara-negara Timur-Tengah dan lebih baik dihapuskan karena Indonesia tidak punya atlet pada nomor-nomor berat itu.

"Mereka tahu bahwa kelas andalan Indonesia ada pada 62 kilogram. Penghapusan nomor itu memaksa kita untuk menggelar delapan kelas pertandingan," kata Eko yang mengaku siap untuk turun pada kelas 69 kilogram jika nomor 77 kilogram ke atas juga turut dihapus.

Eko meminta Kemenpora, KOI, dan PB PABBSI untuk berbalik mengancam penghapusan nomor kelas 62 kilogram dari AWF jika tidak ada respon terkait permintaan Indonesia kepada OCA.

"Singapura saja berani menghilangkan cabang angkat besi pada SEA Games 2015. Padahal, enam negara sudah voting untuk menyepakati cabang angkat besi," kata Eko.

Curahan hati Eko Yuli tentu harus menjadi bahan pertimbangan yang kuat bagi Menpora Imam Nahrawi, pimpinan KOI, pengurus PB PABBSI, bahkan Dewan Pengarah Asian Games dalam mengatur diplomasi luar negeri bidang olahraga agar Indonesia bukan hanya menjadi penonton di negeri sendiri melainkan sebagai peraih gelar juara pertandingan internasional. (*)

Pewarta: Imam Santoso
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2018