Jakarta (ANTARA News) -Majelis hakim Mahkamah Agung menolak permohanan kasasi Gordon Gilbert Hild, warga negara Jerman yang merupakan terdakwa penipuan investasi yang juga melibatkan istrinya, Ismayanti, asal Lampung.

"Menolak kasasi dan menolak perbaikan kasasi oleh pemohon," demikian amar putusan majelis hakim kasasi seperti dikutip dalam situs resmi Mahkamah Agung, Jumat.

Putusan kasasi ini diputus oleh majelis hakim yang terdiri Hakim Agung M. Desnayeti, Hakim Agung Sumardijatmo, dan Hakim Agung Sri Murwahyuni.

Bahkan vonis hakim MA untuk Ismayanti diperberat satu tahun penjara dari 2,5 tahun menjadi 3,5 tahun, sedangkan Gordon tetap dihukum tiga tahun penjara.

Vonis tersebut diketok 9 Agustus 2017, sehingga keduanya berstatus terpidana dan akan menjalani putusan pengadilan karena telah berkekuatan hukum tetap.

Pemohonan kasasi tersebut oleh Gordon dan Ismayanti diajukan pada tanggal 4 Juli 2017 dengan nomor register perkara 701 K/PID/2017

Sebelumnya, Gordon telah divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan hukuman penjara selama tiga tahun sedangkan Ismayanti yang turut serta menipu korbannya, Yenny Sunaryo, juga divonis penjara selama 2,5 tahun.

Majelis hakim yang dipimpin Hakim Made Sutisna itu menyatakan keduanya terbukti menipu Yenny sehingga mengakibatkan kerugian sebesar Rp8,5 miliar.

Kasus penipuan investasi itu berawal dari kerja sama yang ditawarkan pasangan suami istri Gordon dan Ismayanti kepada Yenny Sunaryo pada 2011.

Mereka mengajak Yenny untuk membangun villa Kelapa Retreat II di Pekutatan, Negara, Bali Barat, namun belakangan Yenny malah kehilangan haknya dalam investasi tersebut dan justru tidak dianggap memiliki bagian meski sudah menginvestasikan uang Rp8,5 miliar sesuai kesepakatan.

Majelis hakim pun menyatakan bahwa pasangan suami istri tersebut juga terbukti menyelewengkan keuntungan dari operasionalisasi Villa Kelapa Dua Retreat 2 di Pekutatan, Negara, Bali sebesar Rp1.2 miliar.

Gordon dan Ismayanti pun mengakui bahwa uang investasi dari Yenny justru dipakai untuk membeli properti di Selandia Baru.

Keduanya dianggap tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan persoalan tersebut.


Yenny puas

Yenny melalui kuasa hukumnya, Tomy Alexander, mengaku cukup puas dengan keadilan bagi kliennya melalui vonis yang diberikan oleh MA dalam putusan kasasinya.

Hal itu membuktikan bahwa kliennya merupakan korban penipuan berkedok investasi dan kini kasus tersebut telah berkekuatan hukum tetap.

"Sudah inkraacht(berkekuatan tetap) dari MA, dan mestinya segera dieksekusi," ujar Tomy.

Tomy mengatakan persoalan eksekusi itu sekarang merupakan kewenangan dari jaksa yang menangani kasus tersebut.

Merujuk pada prosedur yang berlaku, nantinya jaksa dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang akan mengeksekusi Gordon dan Ismayanti. Hal itu karena kasus penipuan investasi ini sejak awal ditangani oleh Polda Metro Jaya.

"Untuk eksekutor biasanya dari kejaksaan negeri, tapi karena kasus awalnya di Polda Metro Jaya, mungkin nanti dieksekusi bersama-sama Kejari Jakarta Selatan dan Kejati DKI," kata Tomy.

Namun hingga 4 bulan sejak vonis MA, Tomy mengatakan Gordon dan Ismayanti belum juga dieksekusi.

Berdasarkan informasi yang dia dapat, para terpidana itu dalam keadaan kurang sehat sehingga belum dieksekusi, namun tidak tertutup kemungkinan kedua bakal masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) jika menolak dieksekusi atau dianggap tidak mau bekerja sama dengan hukum.

"Itu (status DPO) merupakan sudah kewenangan kejaksaan, tapi kalau memang tidak mau menyerahkan diri bisa saja bakal masuk dalam DPO. Nanti jaksa yang memutuskan," kata Tomy.

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017