Uap air tersebut terbentuk seiring dengan pemanasan air bawah tanah atau air hujan yang meresap ke dalam tanah di dalam kawah kemudian kontak langsung dengan magma."
Denpasar (ANTARA News) - Aktivitas vulkanik Gunung Agung beberapa bulan terakhir bergejolak naik-turun, bahkan sempat ditetapkan dalam status Awas pada Jumat (22/9) pukul 19.55 Wita, yang membuat situasi di Karangasem menjadi "kota mati", karena ditinggalkan warganya pada Sabtu (23/9) pagi.

Namun gunung yang aktivitas vulkaniknya sempat ditengok Presiden Joko Widodo saat menghadiri acara di Nusa Dua (pertemuan rektor se-Indonesia terkait radikalisme di kampus) pada Selasa (26/9) itu pun tidak menampakkan tanda-tanda akan erupsi.

Akhirnya, status "Gunung Dewa" itu pun diturunkan dari "Awas" menjadi "Siaga" lagi pada Minggu (29/10). Hampir satu bulan atau 23 hari, tanda-tanda erupsi tak juga terlihat.

Dalam status Siaga itu, tiba-tiba Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyatakan Gunung Agung di Karangasem, Bali, meletus dengan menyemburkan abu berwarna kelabu berketinggian sekitar 700 meter di atas puncak pada Selasa (21/11) pukul 17.05 Wita.

Kepala Sub-Bidang Mitigasi Pemantauan Gunungapi Wilayah Timur PVMBG Devy Kamil Syahbana menjelaskan abu letusan bertiup lemah ke arah timur-tenggara.

"Masyarakat agar tetap tenang namun agar senantiasa mengikuti rekomendasi PVMBG dalam status level III siaga," ucapnya.

Dalam laman magma.vsi.esdm.go.id disebutkan juga rekomendasi bahwa jika erupsi terjadi maka potensi bahaya lain yang dapat terjadi adalah terjadinya hujan abu lebat yang melanda seluruh Zona Perkiraan Bahaya.

Hujan abu lebat juga dapat meluas dampaknya ke luar Zona Perkiraan Bahaya bergantung pada arah dan kecepatan angin.

PVMBG memberikan rekomendasi agar hal itu dapat diantisipasi sejak dini terutama dalam menentukan lokasi pengungsian.

Mengingat adanya potensi bahaya abu vulkanik yang dapat mengakibatkan gangguan pernapasan akut itu, seluruh masyarakat yang bermukim di sekitar gunung berapi itu diharapkan segera menyiapkan masker penutup hidung dan mulut maupun pelindung mata.

Selain itu, PVMBG juga meminta masyarakat di sekitar Gunung Agung Agung, pengunjung, dan wisatawan, agar tidak berada, tidak melakukan pendakian dan tidak melakukan aktivitas apapun di Zona Perkiraan Bahaya.

Zona yang dimaksud yaitu di dalam area kawah Gunung Agung dan di seluruh area di dalam radius 6 kilometer dari Kawah puncak gunung dan ditambah perluasan sektoral ke arah utara-timurlaut dan tenggara-selatan-baratdaya sejauh 7.5 kilometer.

Zona Perkiraan Bahaya itu bersifat dinamis dan terus dievaluasi dan dapat diubah sewaktu-waktu mengikuti perkembangan data pengamatan terbaru pada gunung setinggi 3.142 meter di atas permukaan laut itu.


Tipe Freatik


Kendati demikian, PVMBG mengimbau masyarakat untuk tidak panik terkait Gunung Agung yang meletus dengan menyemburkan abu berwarna kelabu pada ketinggian sekitar 700 meter di atas puncak.

"Tetap tenang, tapi jaga kewaspadaan dan ikuti imbauan pemerintah daerah dan instansi berwenang," kata Kepala Sub-Bidang Mitigasi Pemantauan Gunungapi Wilayah Timur PVMBG, Devy Kamil Syahbana.

PVMBG menyebutkan daerah yang diprediksi terdampak abu antara lain Banjar (dusun) Belong, Pucang dan Pengalusan (Desa Ban), Badeg Kelodan, Badeg Tengah, Badegdukuh, Telunbuana, Pura, Lebih dan Sogra (Desa Sebudi).

Selain itu, Banjar Kesimpar, Kidulingkreteg, Putung, Temukus, Besakih dan Jugul (Desa Besakih), Banjar Bukitpaon dan Tanaharon (Desa Buana Giri), Banjar Yehkori, Untalan, Galih dan Pesagi (Desa Jungutan) dan sebagian wilayah Desa Dukuh.

Terkait letusan Gunung Agung itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan letusan Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Bali, Selasa (21/11), bertipe "freatik" atau terjadi karena adanya uap air bertekanan tinggi.

"Uap air tersebut terbentuk seiring dengan pemanasan air bawah tanah atau air hujan yang meresap ke dalam tanah di dalam kawah kemudian kontak langsung dengan magma," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho.

Menurut dia, letusan freatik disertai dengan asap, abu dan material yang ada di dalam kawah.

Sutopo menurutkan letusan freatik sulit diprediksi karena bisa terjadi tiba-tiba dan seringkali tidak ada tanda-tanda adanya peningkatan kegempaan.

Beberapa kali gunung api di Indonesia meletus freatik saat status gunung tersebut waspada atau level II seperti letusan Gunung Dempo, Gunung Dieng, Gunung Marapi, Gunung Gamalama, Gunung Merapi dan lainnya.

Tinggi letusan freaktik, lanjut dia juga bervariasi, bahkan bisa mencapai 3.000 meter tergantung dari kekuatan uap airnya.

"Jadi letusan freatik gunung api bukan sesuatu yang aneh jika status gunungapi tersebut di atas normal. Biasanya dampak letusan adalah hujan abu, pasir atau kerikil di sekitar gunung," imbuhnya.

Meski demikian, PT Angkasa Pura I Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali, mengatakan operasional di bandara setempat masih normal setelah PVMBG menyebutkan Gunung Agung menyemburkan abu tebal berketinggian 700 meter.

"Aktivitas penerbangan masih berjalan dan tidak ada gangguan untuk sementara," kata Kepala Hubungan Masyarakat Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Arie Ahsanurrohim.

Pada hari Selasa (21/13) hingga pukul 20.00 Wita, penerbangan di bandara itu masih sesuai jadwal dan belum ada pembatalan, penundaan atau pengalihan penerbangan.

Arah angin saat ini, berdasarkan informasi dari BMKG juga tidak menuju bandara karena bertiup timur-tenggara. "Pemantauan visual melalui laporan pilot masih tetap dijalankan," imbuhnya.

Pewarta: Nyoman Budhiana
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017